hemoglobin terglikasi dalam sel darah merah yang dapat mencerminkan kadar rata-rata dari glukosa dalam sel selama siklus hidup sel Adeoye, Abraham,
Erlikh, Sarfraz, Borda, and Yeung, 2014; American Diabetes Association, 2013.
E. HbA1c
HbA1c atau hemoglobin A1c adalah protein yang terbentuk atas reaksi antara glukosa dan hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin A1c
digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi glukosa darah. Peningkatan HbA1c merupakan faktor risiko untuk pengembangan penyakit gagal
jantung pada pasien dengan diabetes melitus. Pemeriksaan HbA1c didasarkan pada glukosa hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen.
Dalam tubuh, sel-sel darah merah terus-menerus dibentuk dengan lama hidup sel darah merah adalah 120 hari 3 bulan, sehingga pemeriksaan HbA1c
menggambarkan rata-rata kadar glukosa darah selama 3 bulan terakhir. Pengukuran HbA1c adalah cara yang akurat untuk memberikan ukuran terpercaya
pada glikemia kronis dan berkorelasi baik dengan risiko komplikasi diabetes jangka panjang. HbA1c tidak dipengaruhi oleh perubahan sementara glukosa
darah yang disebabkan oleh makanan Sofia, Nimbal and Horwich, 2011; Ibrahim, Ismail, Bahari, and Bebakar, 2010.
Tabel III. Kategori Kadar HbA1c American Diabetes Association, 2014
Kategori Kadar
Normal 5,7
Pradiabetes 5,7-6,4
Diabetes ≥6,5
F. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang menyerang sistem peredaran darah pada manusia, terutama organ jantung dan pembuluh darah.
Mayoritas penyakit kardiovaskular disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dikendali, diperlakukan atau diubah seperti darah tinggi, kolesterol, kegemukan
atau obesitas, dan diabetes World Heart Federation, 2012. Salah satu contoh penyakit kardiovaskular adalah ischemic heart disease
IHD yaitu terjadi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan jantung akan darah teroksigenasi
yang disebabkan
adanya atherosklerosis
kronis. Akibat
atherosklerosis ini, aliran darah yang menyuplai oksigen ke jantung menjadi terhambat Kumar, Abbas, Fausto, and Aster, 2010.
G. Landasan Teori
Pengukuran antropometri adalah pengukuran pada manusia yang meliputi bidang pengukuran seperti body mass index BMI, lingkar tubuh lingkar
pinggang dan lingkar pinggang panggul, skinfold thickness, panjang tungkai, bahu, dan pergelangan tangan. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran
antropometri yaitu body mass index. Body mass index adalah ukuran berat badan dan tinggi badan yang sederhana, murah dan noninvasif pada lemak tubuh. Oleh
karena itu, BMI adalah ukuran yang tepat melakukan skrining untuk mengetahui obesitas dan risiko kesehatan. Seseorang dengan BMI 25 kgm
2
termasuk dalam kategori kelebihan berat badan. Kelebihan lemak di dalam tubuh ini berhubungan
dengan berbagai macam penyakit, seperti diabetes melitus tipe 2 dan penyakit
tidak menular lainnya. Obesitas merupakan salah satu faktor predisposisi utama untuk diabetes melitus tipe 2 yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin
dan menyebabkan resistensi insulin Gomez-Ambrosi et al., 2012; Karakas et al., 2014; Sizer and Whitney, 2013.
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi saat reseptor insulin tidak mampu berikatan dengan reseptor insulin,
akibatnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam jaringan untuk digunakan sebagai energi. Pemeriksaan yang digunakan untuk prediktor diabetes melitus dan untuk
mengontrol kadar glukosa dalam darah adalah HbA1c. Pemeriksaaan HbA1c yang digunakan adalah pemeriksaan darah untuk mengetahui rata-rata glukosa
seseorang. Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah fungsi abnormal dari
jantung atau darah. Mayoritas penyakit kardiovaskular disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dikendali, diperlakukan atau diubah seperti darah tinggi,
kolesterol, kegemukan atau obesitas, dan diabetes World Heart Federation, 2012; Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005; Ibrahim et al., 2010.
Berikut terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan korelasional antara BMI terhadap HbA1c pada Tabel IV, dimana
terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian sekarang antara lain pada tempat penelitian, responden dan jumlah responden yang digunakan serta usia responden.
Pada tabel IV menjelaskan tentang rancangan penelitian yang dilakukan, responden yang digunakan pada penelitian ini, serta hasil penelitian berupa
adanya korelasi antara BMI terhadap HbA1c.
Tabel IV. Penelitian Korelasioal antara Body Mass Index terhadap HbA1c
Peneliti Judul
Rancangan Penelitian
Responden Hasil
Kastela n et al
2014 Body Mass Index and
Retinopathy in Type 1 Diabetic Patients
Cross Sectional
Sebanyak 176
responden dengan
diabetes melitus tipe
1 Terdapat
korelasi bermakna
antara BMI dan penurunan
yang signifikan dari
HbA1c r=0,375,
peningkatan kolesterol
r=0,252, hipertensi
sistolik, r= 0,175 ;
diastolik r= 0,194 yang
berkaitan dengan
perkembangan retinopati
diabetik pada pasien DM
tipe 1 p0,01.
Dofuor 2013
Evaluation of Hba1c as an objective marker
for monitoring blood glucose control for
Diabetes patients on treatment at Dormaa
Presbyterian Hospital Cross
Sectional 150
responden dengan
rentang usia 21-87 tahun
Terdapat korelasi yang
tidak bermakna
antara BMI terhadap
HbA1c, dengan
korelasi negatif sangat
lemah r= - 0,1112 ;
p=0,7053.
Tabel IV. Lanjutan Peneliti
Judul Rancangan
Penelitian Responden
Hasil Martins et al
2012
Glycated hemoglobin and
associated risk factors in older
adults Cross
Sectional 118
responden Hasil
penelitian menunjukkan
korelasi yang bermakna
dan berkekuatan
lemah antara kadar HbA1c
dengan BMI r=0,31;
p=0,01.
Bonaventura 2014
Korelasi Body Mass Index tterhadap
HbA1c pada staf wanita dewasa
sehat di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta Cross
sectional 52
responden Terdapat
korelasi tidak bermakna,
antara BMI terhadap
HbA1c r=- 0,039;
p=0,781.
H. Hipotesis