Membran Sel Transpor Molekul melalui Membran

Proses penyerapan tersebut berkaitan dengan prinsip yang diungkapkan oleh Bennet : sebelum melintasi membran biologik, zat aktif harus terlarut lebih dahulu didalam cairan disekitar membran. Bila zat aktif berada dalam suatu bentuk sediaan, maka sebelum melarut zat aktif harus terlepas dari sediaan, dan selanjutnya berdifusi dan diserap menurut tahapan sebagai berikut; Pelepasan Pelarutan Difusi Bila proses pelepasan terjadi sangat lambat, maka pelepasan akan mempengaruhi seluruh waktu dan tahapan proses pelarutan, difusi dan penyerapan zat aktif. Jadi tahapan yang paling lambat dari rangkaian predisposisi zat aktif sediaan obat didalam tubuh merupakan tahap penentu. Dengan demikian, penyerapan zat aktif akan bergantung pada : laju pelarutan zat aktif dalam cairan biologik disekitar membran, karakter fisikokimia yang dapat mempengaruhi proses penyerapan pKa, koefisien partisi, stabilitas, dan lain-lain Aiache, 1982.

2.3.1 Membran Sel

Membran sel merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen yang terorganisasi dan dapat berinteraksi dengan mikromolekul secara khas. Struktur membran biologis sangat kompleks dan dapat mempengaruhi intensitas dan masa kerja obat. Sesudah pemberian secara oral, obat harus melewati sel epitel saluran cerna, membran sistem peredaran tertentu, melewati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat. Obat Zat aktif + pembawa Zat Aktif terlepas Zat Aktif terlarut Zat Aktif terserap Universitas Sumatera Utara Menurut Siswandono dan Soekarjo 2000 membran sel terdiri dari komponen- komponen yang terorganisasi, yaitu: 1. Lapisan lemak bimolekul. Tebal lapisan lemak bimolekul ± 35 Ǻ, mengandung kolesterol netral dan fosfolipid terionkan, yang terdiri dari fosfatidiletanolamin, fosfatidilkolin, fosfatidilserin dan spingomielin. Berdasarkan sifat kepolarannya lapisan lemak bimolekul dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai hidrokarbon, dan bagian polar yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliserilfosfat fosfolipid. 2. Protein Bentuk protein bervariasi, ada yang besar, berat molekulnya ± 300.000 dan ada pula yang sangat kecil. Protein bersifat ampivil karena mengandung gugus hidrofil dan hidrofob. 3. Mukopolisakarida Jumlah mukopolisakarida pada membran biologis kecil dan strukturnya tidak dalam keadaan bebas tetapi dalam bentuk kombinasi dengan lemak, seperti glikolipilid, atau dengan protein, seperti glikoprotein.

2.3.2 Transpor Molekul melalui Membran

Proses transpor melewati membran terjadi melalui beberapa mekanisme Simanjuntak, 1991; Shargel dan Yu, 2005 yaitu; 1. Transpor Pasif Transpor pasif terdiri dari : a Difusi Sederhana difusi non ionik Universitas Sumatera Utara Dimana proses difusi dapat berlangsung apabila ada perbedaan konsentrasi antara kedua sisi membran. Molekul berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. b Teori pH – Partisi Hipotesis Hipotesa ini berdasarkan pemikiran bahwa elektrolit lemah akan terpermeasi melalui membran hanya dalam bentuk tidak terionkan. c Difusi Ionik Pada proses ini, molekul berpindah dalam bentuk ion dan kecepatan transpor melalui membran ditentukan oleh perbedaan potensial kimia atau listrik. d Difusi yang difasilitasi Berbeda dengan difusi sederhana, difusi yang difasilitasi berlangsung melalui pembawa carrier protein yang mempunyai kemampuan berikatan dengan bahan yang spesifik dan sistem ini dapat mengalami penjenuhan. 2. Transpor Aktif Molekul dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi misal, dari daerah konsentrasi rendah ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, proses ini memerlukan energi. Transpor aktif memerlukan pembawa atau carrier yang mengikat obat membentuk kompleks obat – pembawa. 3. Pinositosis Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula bintil yang melewati membran. Mekanisme ini mirip dengan fagositosis bakteri oleh leukosit. Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Metode Absorpsi In Situ