Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Hewan Percobaan Analisa Data

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental experimental research. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah: ibuprofen, PEG 6000 dan superdesintegrant. Sedangkan variabel terikat adalah karakterisasi dispersi padat, tablet sistem dispersi padat dan absorpsi secara in situ.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan meliputi pembuatan dispersi padat, campuran fisik dan karakterisasinya. Kemudian dilanjutkan dengan membuat formula tablet dispersi padat, dan evaluasinya meliputi pemeriksaan karakterisasi fisik dan profil pelepasan obat secara in vitro. Dalam penelitian ini juga dilakukan absorpsi tablet sistem dispersi padat secara in situ pada usus halus tikus jantan dari galur wistar. Hewan terbagi dalam tiga kelompok dan tiap kelompok terdiri dari enam hewan uji dengan uraian sebagai berikut: 1. Kelompok pertama diberi ibuprofen yang dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. 2. Kelompok kedua diberi tablet ibuprofen sistem dispersi padat yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. 3. Kelompok ketiga diberi tablet generik yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. Universitas Sumatera Utara

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi PUSPITEK, Tangerang, Provinsi Banten dan Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan baku ibuprofen Hubei Granules-Biocause Pharmaceutical, Co. Ltd, polietilen glikol 6000 E. Merck, krospovidon, natrium kroskarmelosa Ac-Di-Sol®, FMC BIO Polymer, Sellulosa mikrokristal Ceolus ®, Asahi Kasei Chemicals Corp., talkum dan magnesium stearat PT. Brataco, NaOH p.a E. Merck, kalium fosfat mono basa p.a E.Merck, natrium dihidrogen fosfat p.a E. Merck, dinatrium hidrogen fosfat p.a E. Merck, NaCl p.a E.Merck.

3.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : neraca analitik Vibra, mesin cetak tablet Ateliers, strong cobb hardness tester Erweka, desintegration tester Erweka, roche friabilator Erweka, disolution tester Erweka, spektrofotometer ultra violet-visible Shimadzu mini 1240, ayakan mesh 40, difraktometer sinar -X, scanning electron mikroskop, diffrential thermal analyzer, fourier-transform IR, timbangan hewan, thermometer, satu rangkaian alat infus, kanul, three way, statip, benang, satu set alat bedah, sarung tangan, stop watch, penangas air listrik, gelas ukur, pipet volume, maat pipet, pH meter, labu tentukur, dan alat gelas lainnya. Universitas Sumatera Utara

3.4 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah tikus jantan galur wistar berat 250-300 gram. Hewan dikondisikan di laboratorium selama lebih kurang satu minggu sebelum percobaan. Selama pemeliharaan tikus diberi makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhannya.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Pembuatan Pereaksi 3.5.1.1 Air bebas Karbondioksida Air suling yang telah dididihkan selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara Ditjen POM, 1995.

3.5.1.2 Natrium Hidroksida 0,1 N

Dilarutkan 4 gram natrium hidroksida P dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 1000 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.1.3 Natrium Hidroksida 0,2 N

Dilarutkan 8 gram natrium hidroksida P dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 1000 ml Ditjen POM, 1979.

3.5.1.4 Kalium Fosfat Monobasa 0,2 M

Dilarutkan 27,22 gram kalium fosfat monobasa P dalam air suling dan encerkan hingga air 1000 ml Ditjen POM, 1979. Universitas Sumatera Utara

3.5.1.5 Dapar Fosfat pH 5,9 Isotonis

Dicampur 90 ml natrium dihidrogenfosfat 0,8 dengan 10 ml dinatrium hidrogenfosfat 0,947 dan ditambahkan dengan 0,52 gram100 ml natrium klorida Ditjen POM, 1979.

3.5.1.6 Dapar Fosfat pH 7,2

Dimasukkan 50 ml kalium fosfat monobasa 0,2 M ke dalam labu tentukur 200 ml, kemudian ditambahkan NaOH 0,2 M sebanyak 34, 7 ml dicukupkan dengan air suling sampai garis tanda Ditjen POM, 1995.

3.5.1.7 Larutan Fisiologis NaCl 0,9

Dilarutkan sebanyak 9 gram NaCl dalam air suling hingga 1000 ml Ditjen POM, 1995.

3.5.2 Pembuatan Kurva Serapan Ibuprofen

3.5.2.1 Dalam Medium NaOH 0,1 N

Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian ditambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Dari larutan tersebut di pipet 11,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 230 ppm. Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV. Panjang gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang dimana ibuprofen memperlihatkan serapan paling tinggi. Universitas Sumatera Utara

3.5.2.2 Dalam Medium Dapar Fosfat pH 5,9 Isotonis

Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml kemudian ditambahkan dapar fosfat pH 5,9 isotonis sampai garis tanda. Di pipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu ditambahkan dapar fosfat pH 5,9 isotonis sampai garis tanda. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 8 ppm. Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV. Panjang gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang dimana ibuprofen memperlihatkan serapan paling tinggi.

3.5.2.3 Dalam Medium Dapar Fosfat pH 7,2

Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian ditambahkan dapar fosfat pH 7,2 sampai garis tanda. Di pipet 0,4 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,2 sampai garis tanda. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 8 ppm. Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV. Panjang gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang dimana Ibuprofen memperlihatkan serapan paling tinggi. 3.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Ibuprofen 3.5.3.1 Dalam Medium NaOH 0,1 N Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian ditambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Dari larutan tersebut di pipet masing-masing 7,5 ml, 9,5 ml, 11,5 ml, 13,5 ml dan 15,5 ml. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml kemudian diencerkan dengan larutan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari kurva serapan ibuprofen menggunakan spektrofotometer UV dan sebagai blanko Universitas Sumatera Utara digunakan NaOH 0,1 N. Kurva kalibrasi antara jumlah serapan dan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasinya.

3.5.3.2 Dalam Medium Dapar Fosfat pH 5,9 Isotonis

Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml kemudian ditambahkan larutan dapar fosfat pH 5,9 isotonis sampai garis tanda. Dari larutan tersebut di pipet 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, 1 ml, 1,2 ml, 1,4 ml, 1,6 ml dan 1,8 ml. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian masing-masing diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,9 isotonis sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari kurva serapan ibuprofen menggunakan spektrofotometer UV dan sebagai blanko digunakan dapar fosfat pH 5,9 isotonis. Kurva kalibrasi antara jumlah serapan dan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasinya.

3.5.3.3 Dalam Medium Dapar Fosfat pH 7,2

Ditimbang seksama 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian ditambahkan larutan dapar fosfat pH 7,2 sampai garis tanda. Dari larutan tersebut di pipet 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 ml, 0,6 ml, 0,7 ml dan 0,8 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian masing-masing diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 7,2 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari kurva serapan ibuprofen menggunakan spektrofotometer UV dan sebagai blanko digunakan dapar fosfat pH 7,2. Kurva kalibrasi antara jumlah serapan dan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasinya. Universitas Sumatera Utara

3.4.3.4 Pembuatan Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Sistem dispersi padat dibuat dengan metode peleburan dengan berbagai perbandingan berat ibuprofen dan PEG 6000 adalah 1 : 0,25; 1 : 0,5; 1 : 0,75; 1 : 1; 1 : 1,25 dan 1 : 1,5. Ditimbang masing-masing zat sesuai perbandingan dan masing- masing dilebur diatas penangas air sambil diaduk. Hasil leburan dicampur, didinginkan dan dipadatkan dengan cepat dalam rendaman es dengan pengadukan keras. Setelah memadat, simpan dalam desikator selama 24 jam. Padatan yang dihasilkan diserbukkan dan dilewatkan pada ayakan ukuran 40 mesh. Sebagai pembanding dibuat campuran fisik antara ibuprofen dan PEG 6000 dengan perbandingan 1 : 0,25; 1 : 0,5; 1 : 0,75; 1 : 1; 1 : 1,25 dan 1 : 1,5. Masing-masing bahan dihaluskan, campur dan dihomogenkan selama 10 menit, lalu lewatkan pada ayakan ukuran 40 mesh. 3.5.4 Karakterisasi Serbuk Dispersi Padat 3.5.4.1 Uji perolehan kembali zat aktif dalam sistem dilakukan dengan penetapan kadar zat berkhasiat dalam serbuk dispersi padat dan campuran fisik Ditimbang sejumlah serbuk setara dengan 50 mg ibuprofen dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dilarutkan dengan NaOH 0,1 N dicukupkan sampai garis tanda. Dari larutan tersebut dipipet 11,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Selanjutnya diukur secara spektrofotoneter UV pada panjang gelombang maksimum. Dihitung kadar ibuprofen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0 dan tidak lebih dari 103,0 ibuprofen, dihitung terhadap zat anhidrat. Universitas Sumatera Utara

3.5.4.2 Analisa Pola Difraksi Sinar X

Pola difraksi sinar -X serbuk ibuprofen, dispersi padat dan campuran fisik direkam pada sistem difraksi sinar -X menggunakan sumber pancaran radiasi Cu, tegangan 40 KV dan arus 30 mA. Pengamatan dilakukan pada 2 θ dan kecepatan skanning 0,05º per detik Newa, et al., 2008a.

3.5.4.3 Scanning Elektron Mikroskop SEM

Serbuk ditempelkan pada potongan yang terbuat dari kuningan menggunakan perekat adhesiv dua arah dan dibuat konduktif secara elektrik dengan melapisinya menggunakan sebuah vakum 6Ps dengan platinum 6 nmmenit menggunakan Hitachi Ion Sputter E-1030 selama 240 detik pada 15 mA Newa, et al., 2008a.

3.5.4.4 Diffrensial Thermal Analyzer DTA

Pengukuran DTA dilakukan pada sebuah differensial thermal analyzer DT-30 dibawah aliran nitrogen sebesar 25 ml per menit. Kira-kira 30 mg serbuk ibuprofen, PEG 6000, campuran fisik, dispersi padat diletakkan pada panci aluminium yang tertutup rapat, dipanaskan pada laju skanning sebesar 5ºC per menit dari 20º sampai 500ºC . Sebagai pembanding digunakan panci aluminium yang kosong Newa, et al., 2008a.

3.5.4.5 Spectra Fourier-Transform IR

Spectra Fourier-Transform IR diperoleh menggunakan spektrometer FT-IR 300 Jasco, Japan. Sample ibuprofen, PEG 6000 campuran fisik, dispersi padat sebelumnya dihaluskan dan dicampur merata dengan kalium bromida dengan perbandingan berat 1 : 5 sample : kalium bromida. Lempeng kalium bromida Universitas Sumatera Utara disiapkan dengan menekan serbuk pada tekanan sebesar 5 ton selama 5 menit dalam sebuah penekan hidrolik. Kemudian diukur persen transmitan pada bilangan gelombang 400 – 4000 cm -1 Newa, et al., 2008a.

3.5.4.6 Uji Disolusi

Medium : 900 ml dapar fosfat pH 7,2 Alat : tipe 2 Kecepatan putaran : 50 rpm Waktu : 60 menit Cara kerja: Serbuk dispersi padat dan campuran fisik ibuprofen dan PEG 6000 setara 200 mg dengan perbandingan 1 : 0,25; 1 : 0,5; 1 : 0,75; 1 : 1; 1 : 1,25 dan 1 : 1,5 dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 900 ml medium disolusi suhu 37º ± 0,5 º C. Kemudian dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Dalam interval waktu tertentu diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari dayung berputar, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan dapar fosfat pH 7,2 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum terhadap medium dapar fosfat pH 7,2 sebagai blanko. Volume medium diusahakan tetap dengan menambahkan mediun dapar fosfat pH 7,2 sebanyak 1 ml setelah pemipetan.

3.5.5 Pembuatan Tablet Ibuprofen sistem Dispersi Padat

Dispersi padat yang menunjukkan disolusi paling tinggi digunakan untuk penyiapan formula tablet DP 1 : 0,5. Tablet dibuat secara cetak langsung dengan menggunakan berbagai formula seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara Ditimbang masing-masing bahan lalu dimasukkan ke dalam lumpang dan dicampur homogen. Campuran yang telah homogen lebih dahulu diperiksa sifat praformulasinya sebelum dicetak langsung dengan mesin cetak tablet. Tabel 3.1 Formula Tablet Ibuprofen Sistem Dispersi Padat dengan Variasi Komposisi Superdisintegrant B a h a n mg Kode Formulasi A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 Dispersi padat equivalen 200 mg Ibuprofen 300 300 300 300 300 300 300 Natrium Kroskarmelosa 15 25 35 - - - - Krospovidone - - - 15 25 35 - Sellulosa Mikrokristal 175 165 155 175 165 155 190 Magnesium Stearat 5 5 5 5 5 5 5 Talkum 5 5 5 5 5 5 5 Total 500 500 500 500 500 500 500 3.5.6 Uji Praformulasi Uji praformulasi dilakukan terhadap massa yang telah dibuat menjadi granul dan telah ditambahkan bahan eksternal.

3.5.6.1 Sudut Diam

Ditimbang 100 gram serbuk kemudian dimasukkan dalam corong yang telah dirangkai, permukaan granul diratakan, lalu penutup corong dibuka sehingga granul mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk diukur. Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Keterangan : θ = sudut diam Universitas Sumatera Utara H = tinggi tumpukan granul cm D = diameter tumpukan granul cm Granul yang bersifat free flowing akan mempunyai sudut diam lebih kecil dari 35º Cartensen, 1977.

3.5.6.2 Waktu Alir Granul

Ditimbang 100 gram serbuk kemudian dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai dan permukaannya diratakan. Penutup bawah dibuka bersamaan dengan dihidupkan stop watch. Stop watch dihentikan tepat pada saat granul habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul lebih kecil dari 10 detik Cartensen, 1977.

3.5.6.3 Indeks Tap

Dimasukkan serbuk ke dalam gelas ukur 100 ml sampai garis tanda dan dinyatakan sebagai volume awalnya V1, kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali dengan alat yang dimodefikasi sehingga diperoleh volume akhir V2 dengan rumus sebagai berikut: Syarat dari indeks tap lebih kecil dari 20 Cartensen, 1977. 3.5.7 Karakterisasi Tablet Ibuprofen Sistem Dispersi Padat 3.5.7.1 Penetapan kadar Zat berkhasiat Ditimbang seksama 20 tablet, kemudian digerus menjadi serbuk, dari serbuk ditimbang sejumlah zat setara 50 mg ibuprofen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan NaOH 0,1 N dicukupkan sampai garis tanda. Kemudian larutan disaring, beberapa tetes filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya Universitas Sumatera Utara ditampung. Dari larutan tersebut dipipet 11,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan dengan NaOH 0,1 N sampai batas tanda. Selanjutnya diukur secara spektofotometri UV pada panjang gelombang maksimum. Dihitung kadar ibuprofen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet ibuprofen mengandung zat berkhasiat tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket.

3.5.7.2 Uji Kekerasan

Alat: Strong Cobb Hardness Tester Cara kerja: Sebuah tablet diletakkan antara anvil dan punch tegak lurus, tablet dijepit dengan cara memutar skrup pengatur sampai lampu stop menyala. Knop ditekan dan dicatat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala pada saat tablet pecah. Percobaan dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet: 4-8 kg Parrot, 1971.

3.5.7.3 Uji Kerengasan

Alat: Roche Friabilator Ditimbang 20 tablet yag telah dibersihkan dari debu, dicatat beratnya A lalu dimasukkan ke dalam alat dan diputar selama 4 menit, tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang kembali B. Syarat kehilangan berat tidak boleh lebih dari 0,8 Lachman, et al., 1994.

3.5.7.4 Keseragaman Sediaan

Universitas Sumatera Utara Tablet yang dibuat mengandung ibuprofen 200 mg, berarti 50 jumlah zat berkhasiat lebih besar dari 50 mg, karena itu penetapan keseragaman sediaan dilakukan dengan menetapkan keragaman bobot yang dilakukan sebagai berikut: Ditimbang seksama 10 tablet satu per satu dan dihitung bobot rata-rata, kemudian ditentukan secara spektrofotometri UV. Dari hasil penetapan kadar dihitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Cara penetapan kadar: Ditimbang seksama 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata-rata. Penetapan kadar dilakukan dengan cara dari 10 tablet yang ditimbang dicatat beratnya, kemudian digerus, ditimbang sejumlah zat yang setara 50 mg ibuprofen, dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan NaOH 0,1 N dan dicukupkan sampai garis tanda. Kemudian larutan disaring, beberapa tetes filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan tersebut dipipet 11,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda. Selanjutnya diukur serapannya secara spektofotometri UV pada panjang gelombang maksimum. Persyaratan : Keragaman bobot terletak antara 85,0 sampai 115 dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku kurang dari atau sama dengan 6.

3.5.7.5 Uji Waktu Hancur

Alat terdiri dari suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml, thermostat dengan suhu 35 sampai 39 º C dan alat untuk menaik turunkan keranjang dengan frekuensi 29 sampai 32 kali per menit. Universitas Sumatera Utara Cara kerja: Dimasukkan 1 tablet ke dalam masing-masing keranjang. Turun naikkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa. Persyaratan: Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit.

3.5.7.6 Uji Disolusi

Medium : 900 ml dapar fosfat pH 7,2 Alat : tipe 2 Kecepatan putaran : 50 rpm Waktu : 60 menit Cara kerja: Satu tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah berisi 900 ml medium disolusi, suhu 37º ± 0,5 º C. Kemudian dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Dalam interval waktu tertentu diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari dayung berputar, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diiencerkan dengan dapar fosfat pH 7,2 sampai dengan garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum terhadap medium dapar fosfat pH 7,2 sebagai blanko. Volume medium diusahakan tetap dengan menambahkan medium dapar fosfat pH 7,2 sebanyak 1 ml setelah pemipetan. Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet.

3.5.8 Absorpsi secara In Situ dalam Usus Halus Tikus

Universitas Sumatera Utara

3.5.8.1 Pembedahan

Pembiusan dan pembedahan dilakukan menurut metode perfusi intestinal in situ pada tikus yang sebelumnya divalidasi Fagerholm, et al., 1996. Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum eksperimen perfusi, tetapi diperbolehkan minum. Pembiusan dilakukan secara intra peritonial dengan ketamin dosis 50 mgkg BB.

3.5.8.2 Pengujian Absorpsi Secara In Situ Teknik Perfusi Single Pass

Cara kerja: • Tikus dianastesi secara injeksi intra peritonial. • Setelah dianastesi tikus diletakkan secara telentang pada kayu berukuran 20 x 30 cm. Keempat kaki tikus diikat pada sisi kayu dengan benang wool. • Kemudian tikus diletakkan pada penangas air listrik dengan suhu 37º C. • Selanjutnya rongga perut tikus dibuka dengan alat bedah. • Setelah terbuka pengukuran usus dilakukan mulai dari bagian bawah lambung kemudian dibuat lubang ± 3 cm pada bagian bawah lambung untuk tempat pemasangan kanul pertama. Dari ujung kanul pertama 10 cm segmen duodenum diukur dengan pertolongan benang, lalu dibuat lubang untuk pemasangan kanul kedua. • Kanul pertama dihubungkan dengan selang infus melalui alat saluran tiga arah three way yang berhubungan dengan kantong infus sebagai tempat larutan NaCL fisiologis, larutan buffer fosfat pH 5,9 isotonis, dan larutan obat yang diperiksa. • Usus halus dibersihkan dengan cara mengaliri larutan NaCl fisiologis dengan kecepatan 0,5 mlmenit, sehingga bersih dari pengotoran yang terdapat dalam usus halus yang diketahui dari larutan yang ditampung dari kanul kedua. Universitas Sumatera Utara • Kemudian larutan NaCl fisiologis diganti dengan larutan buffer fosfat pH 5,9 isotonis, dialiri dengan kecepatan yang sama seperti diatas. Setelah 30 menit aliran dihentikan. Selanjutnya larutan buffer fosfat pH 5,9 isotonis diganti dengan larutan 1 mmol ibuprofen dalam dapar fospat pH 5,9 isotonis. • Lakukan pengaliran kembali larutan yang diberi sampel selama 90 menit. Waktu sampling dilakukan pada menit ke 10, 20, 30, 45, 60 dan 90, dan volume sampel yang dipipet masing-masing 1 ml. • Jumlah ibuprofen yang tidak terabsorpsi ditentukan secara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 225,5 nm. Selanjutnya dihitung kadar ibuprofen yang terabsorpsi. • Ulangi percobaan diatas untuk tablet ibuprofen dispersi padat dan tablet generik.

3.6 Analisa Data

Data hasil perhitungan diuji dengan menggunakan ANOVA program SPSS 16.0 dengan signifikansi p0,05, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Dispersi Padat 4.1.1 Difraksi sinar - X XRD Difraksi sinar -X dari ibuprofen menunjukkan puncak dengan intensitas yang tajam dan kurang menyebar. Hal ini mengindikasikan sifat kristalin dari obat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1a. Ibuprofen menunjukkan puncak difraksi pada daerah: 12, 17, 19, 20, 22 dan 25 2 θº. PEG 6000 menunjukkan puncak difraksi pada daerah : 19,23, 27 dan 31 2 θº seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1b. Hal yang mirip juga terlihat pada difraksi sinar –X dari dispersi padat 1 : 0,5; dispersi padat 1 : 1; campuran fisik 1 : 0,5; campuran fisik 1 : 1 Gambar 4.1c; 4.1d ; 4.1e dan 4.1f terlihat adanya pola difraksi sinar –X yang sama pada daerah: 12, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27 dan 31 2 θº. Pola difraksi yang mirip menunjukkan partikel tersebut merupakan zat yang sama. Perbedaaannya terletak pada intensitas puncak semakin rendah dan puncak semakin lebar. Hal ini menunjukkan kristal dari obat menuju bentuk amorf.Chiou dan Riegelman, 1971. Dari Gambar dapat dilihat dispersi padat 1 : 0,5 menunjukkan intensitas puncak yang paling rendah. Universitas Sumatera Utara