Usus Halus TINJAUAN PUSTAKA

dapat diaplikasikan dengan persamaan yaitu : Dimana \ adalah konsentrasi keluar yang dikoreksi 2.3.3.2 Metode Perfusi Intestinal Loop Terbuka atau Teknik Perfusi Usus Single Pass Untuk perkiraan kuantitatif parameter absorpsi, metode Doluisio memiliki kelemahan, yaitu obat menyebar luas ke seluruh permukaan usus sehingga tidak mencerminkan in vivo yang sebenarnya. Model perfusi single pass yang diusulkan oleh Higuchi 1974 dirancang untuk memperkirakan sifat dengan aliran cairan secara terus menerus melalui usus. Metode ini lebih baik daripada metode Doluisio karena menghasilkan kontrol hidrodinamik yang lebih baik dan meningkatkan luas permukaan Ho, et al., 1983a ; Stewart, et al., 1997. Metode single pass memberikan laju yang lebih reproduksibel dan variasi yang lebih kecil dalam penelitian Schurger, et al., 1986. Pada penelitian ini larutan obat diperfusi terus menerus menuruni panjang usus yang telah diatur melalui kanula duodenum dan perfusat dikumpulkan dari kanula ileum dengan laju alir antara 0,1 dan 0,3 mlmenit. Sampel yang dikumpulkan dari aliran keluar diuji kandungan obatnya. Perkiraan permiabilitas usus efektif dilakukan dengan menghitung perbedaan antara cairan yang masuk dan keluar, ketika keadaan steady telah tercapai ketika konsentrasi keluar telah stabil.

2.4 Usus Halus

Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas tiga bagian yaitu; duodenum, jejunum dan illeum yang bebas bergerak. Diameter usus halus beragam tergantung pada letaknya yaitu 2 – 3 cm dan panjang keseluruhan antara 5 - 9 m. Universitas Sumatera Utara Panjang tersebut akan berkurang oleh gerakan regangan otot yang melingkari peritonium Aiache, et al., 1982. Duodenum dengan panjang sekitar 25 cm, terikat erat pada dinding dorsal abdomen, dan sebagian besar terletak retroperitoneal. Jalannya berbentuk –C, mengitari kepala pankreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejenum, yang terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejenum dapat digerakkan bebas pada mesenteriumnya dan merupakan 25 bagian proksimal usus halus, sedangkan ileum merupakan sisa 35 nya. Kelokan-kelokan jejenum menempati bagian pusat abdomen, sedangkan ileum menempati bagian bawah rongga Fawcett, 1994. Mukosa usus halus, kecuali yang terletak pada bagian atas duodenum berbentuk lipatan-lipatan atau disebut juga valvula conniventes. Lipatan-lipatan inilah yang berfungsi sebagai permukaan penyerapan dan penuh dengan villi yang tingginya 0,75 – 1,00 mm dan selalu bergerak. Adanya villi ini lebih memperluas permukaan mukosa penyerapan hingga 40 – 50 m 2 Bahan obat dari lambung masuk ke duodenum, fungsi utama duodenum dan bagian pertama jejenum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua dari jejenum dan illeum ialah untuk absorpsi. pH usus halus meningkat dari duodenum 4- 6, jejenum 6-7, illeum 7-8. pH dalam usus halus berperan besar dalam hal absorpsi obat sebagai akibat disolusi berbagai bentuk sediaan Aiache, 1982. . Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental experimental research. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah: ibuprofen, PEG 6000 dan superdesintegrant. Sedangkan variabel terikat adalah karakterisasi dispersi padat, tablet sistem dispersi padat dan absorpsi secara in situ.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan meliputi pembuatan dispersi padat, campuran fisik dan karakterisasinya. Kemudian dilanjutkan dengan membuat formula tablet dispersi padat, dan evaluasinya meliputi pemeriksaan karakterisasi fisik dan profil pelepasan obat secara in vitro. Dalam penelitian ini juga dilakukan absorpsi tablet sistem dispersi padat secara in situ pada usus halus tikus jantan dari galur wistar. Hewan terbagi dalam tiga kelompok dan tiap kelompok terdiri dari enam hewan uji dengan uraian sebagai berikut: 1. Kelompok pertama diberi ibuprofen yang dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. 2. Kelompok kedua diberi tablet ibuprofen sistem dispersi padat yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. 3. Kelompok ketiga diberi tablet generik yang dilarutkan dalam buffer fosfat pH 5,9 isotonis dengan konsentrasi 1 mmol. Universitas Sumatera Utara