Masuknya Tarekat Syattariyah ke Nusantara Sampai ke Cirebon

83 dalam konteks ini ialah Syeikh Ibrahim Al-Kurani w. 1102 H1609 M dan Syeikh Abdurrauf As-Singkili w. 1105 H1693 M Azra, 2013:96-97. Keduanya merupakan ulama yang selanjutnya menjadi jembatan bagi masuknya ajaran tarekat Syattariyah ke dari Timur Tengah dan India ke tanah Nusantara.

B. Masuknya Tarekat Syattariyah ke Nusantara Sampai ke Cirebon

Dari berbagai sumber literatur yang ada dikatakan bahwa masuknya tarekat Syattariyah ke Nusantara Melayu-Indonesia pertama kali dibawa oleh Syeikh Abdurrauf As-Singkil, ulama kenamaan dari Aceh, Sumatera Barat. Terhitung sejak 1661 M, atau setelah 19 tahun belajar agama Islam di Haramayn kepada para ulama di sana, beliau kembali dan menyebarkan ajaran tarekat Syattariyah di kampung halamannya. As-Singkili sendiri bisa jadi merupakan satu-satunya ulama yang memiliki otoritas untuk menyebarkan tarekat Syattariyah di Nusantara pada masanya. Hal itu dikarenakan hampir semua silsilah tarekat Syattariyah di Nusantara bermuara pada dirinya Azra, 2013:266. Di Aceh, Syeikh Abdurrauf mendapat respon yang baik dari kalangan masyarakat maupun kalangan istana karena kedalaman penggetahuannya. Bahkan beliau pun dipercaya oleh Sultan Safiyatuddin menjadi Qadi Malik Al-Adil istana, orang yang bertanggung jawab pada masalah sosial-keagamaan saat itu. Dengan dukungan tersebut, beliau mampu mengaktualisasikan gagasannya dan juga menjadi penengah bagi konflik pemikiran akibat kontroversi ajaran wahdatul wujud Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Sumatrani dengan Nuruddin Ar-Raniri. 84 Situasi inilah yang selanjutnya menjadikan pemikiran Syeikh Abdurrauf menjadi sangat moderat dan rekonsiliatif dengan selalu memadukan dua kecenderungan yang bertentangan Faturrahman, 2004:162. Sikap moderat tersebut pada gilirannya telah mengukuhkan kharisma As-Singkili sehingga banyaklah masyarakat yang berguru padanya. Banyak sudah ulama-ulama besar yang lahir dari zawiyah tempat As- Singkili mengajar. Di antara murid-murid As-Singkili yang terkemuka ialah Syeikh Burhanuddin Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat, dan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keduanya merupakan ulama yang nantinya melanjutkan silsilah tarekat Syattariyah sehingga menyebar luas ke berbagai wilayah, khususnya di kampung halaman masing-masing. Syeikh Burhanuddin menjadi khalifah utama bagi semua khalifah tarekat Syattariyah di wilayah Sumatera Barat pada periode berikutnya. Sementara Syeikh Abdul Muhyi melanjutkan mata rantai bagi terhubungnya silsilah tarekat Syattariyah di wilayah Jawa Barat, dan Jawa pada umumnya. Memang banyak murid-murid lainnya dari As-Singkili sebagaimana dicatat oleh Azyumardi Azra 2013:267, seperti: Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Tok Pulau Manis dari Trengganu, Tengku Dawud Al-Fansuri, dan Syeikh Daim bin Syeikh Abdullah Al-Malik. Tanpa mengabaikan kapabalitas dan kharisma para murid As-Singkili yang lain, Syeikh Burhanuddin dan Syeikh Abdul Muhyi merupakan dua murid utama yang mendapatkan otoritas ijazah untuk meneruskan silsilah tarekat Syattariyah di wilayah tempat asalnya. Tommy Christomy 2001:65-66 mencatat pula terdapat sembilan mursyid tarekat yang berpengaruh terhadap silsilah Syattariyah sebelum Syeikh Abdul 85 Muhyi, yaitu: Syeikh Abdullah Asy-Syattari, Syeikh Hidayatullah Sarmat, Muhammad Ghauts, Syeikh Wajhuddin, Hamzah Fansuri, Samsuddin Pasai, Nurruddin Ar-Raniri, dan Syeikh Abdurrauf As-Singkili. Berdasarkan keterangan di atas, maka silsilah masuknya ajaran tarekat Syattariyah ke Jawa Barat dibawa oleh Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan yang merupakan murid langsung dari Syeikh Abdurrauf. Pengikut tarekat Syattariyah di Jawa Barat saat ini sudah tersebar luas, antara lain ke Tasikmalaya, Purwakarata, Ciamis, Kuningan, dan Cirebon. Namun demikian, berdasarkan temuan di lapangan dan literatur yang ada, terdapat perbedaan tentang jalur masuk Tarekat Syattariyah ke Cirebon, khususnya di keraton: 1 Jalur Syeikh Abdul Muhyi; dan 2 Jalur Syeikh Syarif Hidayatullah. Jalur yang pertama, yaitu jalur Syeikh Abdul Muhyi bersambung sampai kepada Syeikh Abdurrauf As-Singkili, Syeikh Ahmad Gauts, Syeikh Ahmad Al-Qusyasyi, dan Syeikh Abdullah Asy-Syattari. Jalur ini didasarkan atas hasil kajian historis filologis dari penelitian Tarekat Syattariyah di Minangkabau Oman Faturrahman, 2004. Hasil kajian tersebut menyatakan bahwa Tarekat Syattariyah masuk ke Cirebon melalui jalur Syeikh Abdul Muhyi yang diteruskan oleh murid-muridnya yang berasal dari Cirebon sampai kepada Raja Ratu Fatimah, Keraton Kanoman. Temuan dari Oman Faturrahman 2004, yang merujuk pada silsilah dari Rama Guru R. Bambang Irianto dalam kitab Ratu Raja Fatimah, yang disebut Oman sebagai Naskah Syattariyah versi Cirebon, silsilahnya sebagai berikut: 86 Nabi Muhammad Saw, Ali bin Abi Thalib r.a, Husein bin Ali r.a, Imam Zainul Abidin, Imam Muhammad Al- Baqir, Imam Ja’far Shodiq, Syeikh Abu Yazid Al- Busthomi, Syeikh Muhammad Al-Maghribi, Syeikh Al- ‘Arabi Yazid Al-Isyqi, Syeikh Abi Al-Muzaffar Al-Tusi, Al-Qutb bin Hasan Al-Hirqani, Syeikh Hadaqili Al- Mawiri, Syeikh Muhammad ‘Ashiq, Sayyid Muhammad ‘Arif, Syeikh ‘Abdullah Asy-Syattari, Imam Qadi Asy-Syattari, Syeikh Hidayatullah Al-Sarmasti, Syeikh Haji Huduri, Syeikh Muhammad Gauts Al-Hindi, Sayyid Sibghatullah, Syeikh Ahmad As-Shinawi, Syeikh Ahmad Al-Qusyasyi, Syeikh Abdurrauf bin Ali As- Singkili, Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, Haji Abdullah Karang Saparwadi, Haji M. Hasanuddin Karang Saparwadi, Kyai Muhammad Soleh Cirebon, Kyai Muhammad Arjain Cirebon, Ratu Raja Fatimah Kanoman Cirebon. Adapun jalur yang kedua, yaitu jalur Syeikh Syarif Hidayatullah. Jalur ini merujuk pada data-data hasil temuan peneliti di lapangan, baik dari hasil wawancara maupun teks-teks sanad milik mursyid yang peneliti temui. Peneliti tidak menemukan sama-sekali mursyid tarekat Syattariyah yang sanadnya sampai ke Syeikh Abdul Muhyi, kecuali sanad tarekat dari Rama Guru R. Bambang Iriyanto. Namun sanad terakhir dari beliau merujuk kepada Ratu Raja Fatimah Kanoman, yang notabene adalah seorang perempuan. Sanad ini dirasa kurang kuat, karena dalam dunia tarekat seorang mursyid tidak boleh perempuan. Hal itu merujuk pada syarat dari seorang mursyid yang harus laki-laki, dan hanya mursyid laki- laki yang boleh membai‟at. Mursyid laki-laki dapat membai‟at perempuan maupun laki-laki, tetapi perempuan tidak boleh menjadi mursyid. Adapun jalur yang kedua, yaitu Jalur Syeikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati didasarkan atas hasil wawancara dengan Rama Guru Pangeran Muhammad Nurbuwat Purbaningrat, dan lembaran sanad milik beliau. Sanad Rama Guru PM. Nurbuwat Purbaningrat ini menyatakan bahwa jalur masuk Tarekat Syattariyah ke Cirebon melalui jalur Syeikh Syarif Hidayatullah yang sampai kepada Pangeran Muhammad Shifuyuddin Kanoman, bukan kepada Ratu 87 Raja Fatimah, hingga kepada PM Nurbuwat Purbaningrat. Berikut adalah silsilah sanad ketarekatan Rama Guru PM Nurbuwat Purbaningrat: Nabi Muhammad Saw., Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Sayyid Muhammad Al- Baqir, Sayyid Ja’far Shodiq, Syeikh Abu Yazid Al-Busthomi, Syeikh Maghribi, Syeikh Arabi, Syeikh Mudhloffar, Syeikh Abu Hanail Al-Harqani, Syeikh Khad Koniyi, Syeikh Muhammad Asyiq, Syeikh Muhammad Arif, Syeikh Abdullah As- Syattari, Syeikh Imam Qadli Syattari, Syeikh Hidayatullah, Syeikh Kutubi Modari Haji, Syeikh Ahmad Ghaut s, Syeikh Qudratul Ulama, Syeikh Sultonul ‘Arifin, Syeikh Ahmad bin Quraisyi Asy- Syanawi, Syeikh ‘Alim Ar-Rabbaniy, Syeikh Khotib Qubbatul Islam, Syeikh Abdul Wahab, Syeikh Imam Tobri Al-Makki, Syeikh Abdullah bin Abdul Qohar, Syeikh Haji Muhammad bin Muktasim, Syeikh Imam Qodli Hidayat, Pangeran Syeikh Muhammad Shofiyyudin Kanoman, Pangeran Adikusuma Adiningrat Kaprabonan, Pangeran M. Appiyah Adikusuma Kaprabonan, Pangeran M. Arifudin Purbaningrat, Pangeran M. Nurbuwat Purbaningrat. Dari silsilah sanad ketarekatan Rama Guru P.M. Nurbuwat Purbaningrat tidak ditemukan silsilah yang sampai kepada Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, ataupun Syeikh Abdurrauf As-Singkili. Memang silsilahnya sampai kepada Syeikh Abdullah Asy-Syathari, Syeikh Ahmad Ghauts, ataupun Syeikh Ahmad Asy-Syanawi, namun jalur tersebut melalui jalur Syeikh Hidayatullah sampai kepada Pangeran M. Shofiyyudin Kanoman, dan Pangeran M. Nurbuwat Purbaningrat. Hal ini didukung bahwa tarekat Syattariyah di Cirebon memang disebarkan oleh Syeikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati karena Islam di Jawa Barat disebarkan melalui pendekatan sufistik yang akulturatif dengan budaya dan tradisi masyarakat. Ini senada dengan ciri khas tarekat Syattariyah yang neo- sufistik, yang menyeimbangkan antara aspek tarekat dan syari‟at secara seimbang. Belum lagi, tarekat Syattariyah memang sangat kental dengan kehidupan keraton dan budaya masyarakat Cirebon yang terlihat dalam berbagai upacara keagamaan dan tradisi masyarakat. 88 Menurut Rama Guru Pangeran Muhammad Nurbuwat Purbaningrat, mursyid di Pengguron Pegajahan: “Nasab tarekat Syattariyah itu kalau di Cirebon dari Sunan Gunung Jati. Beliau menguasai banyak tarekat, mungkin 12 aliran tarekat, tapi yang diwariskan kepada keluarga dan masyarakat itu hanya tarekat Syattariyah karena mungkin lebih mudah diamalkan. Jadi, nasabnyanya itu dari beliau ”. Maka bila dibandingkan antara jalur Syeikh Abdul Muhyi dan Syeikh Syarif Hidayatullah, memang keduanya memiliki perbedaan yang cukup kontras. Jalur pertama sampai kepada Raja Ratu Fatimah Kanoman, sementara jalur kedua sampai kepada PM. Shofiyuddin Kanoman. Memang pada akhirnya kedua jalur tersebut sampai kepada jalur keraton Kanoman, namun jalur kedua dirasa lebih kuat karena jalur ini berasal dari trah laki-laki, yang mana seorang mursyid tarekat memang haruslah seorang laki- laki untuk membai‟at. Selain itu, keterkaitan antara tarekat Syattariyah serta penyebaran Islam di Cirebon dan Jawa Barat masa wali songo abad ke-16 sangat erat dengan sosok Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih diprioritaskan pada Jalur Sunan Gunung Jati karena sanadnya mengikuti jalur laki-laki yang keabsahannya diakui dari segi tarekat. Dengan demikian, jalur masuknya tarekat Syattariyah ke keraton Cirebon dapat dilihat melalui dua jalur dalam naskah yang berbeda, yaitu jalur Syeikh Abdul Muhyi dan Jalur Sunan Gunung Jati. Namun dapat disimpulkan bahwa jalur yang pertama Ratu Raja Fatimah tidak memenuhi kriteria karena beliau adalah perempuan dan tidak berwenang untuk memb ai‟at, sehingga jalur yang kedua, yang sampai melalui trah laki-laki PM. Shofiyuddin dan PM Nurbuwat Purbaningrat memang lebih memenuhi syarat. Ditambah dari jalur yang kedua 89 ajarannya diwariskan oleh Syeikh Syarif Hidayatullah yang notabene adalah penyebar Islam dan tarekat Syattariyah di seluruh tanah Jawa Barat. Maka perkembangan tarekat di Cirebon selanjutnya akan dijelaskan melalui jalur Sunan Gunung Jati Syeikh Syarif Hidayatullah.

C. Pemetaan Tarekat Syattariyah di Cirebon