98
Kriyan, yang bersambung kepada KH. Hasyim Asy‟ari. Jalur Kyai Kriyan ini menjadi temuan baru tentang jalur masuk tarekat Syattariyah ke Cirebon, yaitu
melalui jalur: Syeikh Abdul Muhyi, Sunan Gunung Jati, dan Mbah Kyai Kriyan. Dengan demikian, berdasarkan pemetaan tarekat Syattariyah di Cirebon,
dapat ditarik beberapa hal berkaitan dengan sanad dan persebaran tarekat Syattariyah di Cirebon, antara lain: i tarekat Syattariyah di Cirebon tidak hanya
berkembang di lingkungan keraton, tetapi juga di pesantren-pesantren klasik di pinggiran kota Cirebon, seperti pesantren Buntet dan Benda Kerep; ii jalur
ketarekatan tarekat Syattariyah di lingkungan keraton Cirebon berkembang melalui jalur Syeikh Abdul Muhyi dan jalur Sunan Gunung Jati; dan iii jalur
ketarekatan di pesantren Buntet dan Benda Kerep berkembang melalui jalur Mbah Kyai Kriyan.
C. Ajaran-ajaran Tarekat Syattariyah
Dalam dunia tarekat, khususnya tarekat Syattariyah terdapat suatu proses untuk masuk ke dalam kelompok tarekat, yaitu
bai’at dan talqin. Selain itu, dalam tarekat Syattariyah memiliki ajaran-ajaran khusus yang berkaitan dengan amalan
wiridan, pemahaman, dan filosofi terhadap realitas kehidupan. Berikut adalah berbagai ajaran khas dari tarekat Syattariyah.
1. Bai’at dan Talqin
Menurut Al-Qusyasyi, dalam Sri Mulyati dkk., 2011:174, gerbang pertama bagi seseorang untuk masuk ke dunia tarekat ialah
bai’at dan talqin. Talqin
99
adalah hal yang terlebih dulu dilakukan sebelum seseorang dibai‟at menjadi
anggota tarekat. Untuk menjadi anggota Tarekat Syattariyah, keduanya merupakan syarat utama. Orang yang boleh memberikan talqin adalah
mursyid atau orang yang telah mendapatkan ijazah legalitas yang sah untuk memberikan atau mewariskan wirid dan ajaran Syattariyah. Al-
Qusyasyi juga menjelaskan bahwa di antara tata cara talqin, yaitu calon murid terlebih dahulu menginap di tempat tertentu yang ditunjuk oleh
syeikhnya selama tiga malam dalam seadaan suci berwudhu. Setiap malam ia harus melakukan shalat sunat sebanyak enam rakaat dengan tiga kali
salam. Rinciannya ialah sebagai berikut: a.
Pada shalat dua rakaat pertama, setelah surah al-fatihah, membaca surah al-qadr enam kali kemudian pada rakaat kedua setelah surah al-
fatihah membaca surat al-qadr dua kali. Pahala shalat tersebut dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw. seraya mengharapkan ridho
Allah Swt. b.
Kemudian pada shalat dua rakaat kedua, rakaat pertama membaca surah al-fatihah dan diteruskan surah al-kafirun lima kali, dan pada rakaat
kedua setelah surah al-fatihah membaca surah al-kafirun tiga kali. Pahala shalat tersebut dihadahkan untuk arwah para nabi, keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya. c.
Pada dua rakaat terakhir, rakaat pertama membaca surah al-fatihah, dan diteruskan membaca surah al-ikhlas empat kali, kemudian pada rakaat
kedua membaca surah al-fatihah dan diteruskan surah al-ikhlas dua
100
kali. Pahala dari shalat ini dihadiahkan untuk arwah para guru tarekat, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Rangkaian shalat sunat keenam rakaat tersebut kemudian diakhiri dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebanyak sepuluh kali.
Setelah menjalani talqin, kemudian barulah dilakukan bai’at. Menurut Al-
Qusyasyi dalam Sri Mulyati dkk., 2011:175, bai’at merupakan ungkapan
kesetiaan dan penyerahan diri seorang murid secara khusus kepada syeikhnya, dan secara umum kepada organisasi tarekat yang dimasukinya.
Konsekuensinya, seorang murid yang telah mengikrarkan diri masuk ke dalam suatu kelompok tarekat tidak diperbolehkan untuk keluar dari ikatan
ketarekatan tersebut. Walaupun secara khusus tata-cara
bai’at antar satu tarekat dengan tarekat lain seringkali berbeda, namun prinsipnya secara umum sama. Terdapat tiga
hal yang harus dilakukan dalam proses bai’at:
a. Talqin al-uikr mengulang-ngulang dzikir tertentu, yaitu mengulang-
ulang dzikir laa ilaaha illa Allah; b.
Akhu al-ahad mengambil sumpah, yaitu pengambilan sumpah dari murid terhadap gurunya, yang pada hakikatnya si murid bersumpah
kepada Allah. Untuk rumusan kalimat bai ‟ah berbeda-beda antar satu
guru dengan guru lainnya. Namun demikian, terdapat satu ayat khusus yang tidak terpisahkan dalam pembacaan lafal bai‟ah ayat al-
mubaya’ah, yaitu Q.S. Al-Fath 10:
101
ي ََ عيابي ا َ ك عيابي يذَل َ ف ۚ ْم يدْيأ ْ ف ََ د
ََ هْيلع د ع ا ب ىفْ أ ْ م ۖ ۦهسْ ىلع ثك ي ا َ ف ثكَ
ا ًۭ يظع اًرْجأ هيتْ يسف
Artinya: “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya
akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya
pahala yang besar ”.
c. Libsul Khirqah mengenakan jubah, yaitu di mana syeikh atau mursyid
mengenakan jubah kepada murid yang baru saja mengucapkan ikrar bai’at sebagai tanda masuknya sang murid ke dalam organisasi tarekat.
Dengan demikian, melalui proses bai’at tersebut dapat terjalin hubungan
yang tidak pernah terputus antara murid dan mursyidnya, dan meyakini bahwa mursyidnya adalah wakil Nabi, bahkan mursyid menjadi jembatan
antara hamba dan Tuhannya.
2. Kewajiban dan Larangan atas Murid