108
termasuk ibadah dan mu‟amalah. Dalam konsep ini, tarekat Syattariyah menekankan pada rekonsiliasi syari‟at dan tarekat
tasawuf, dengan memadukan tauhid dan dzikir. Jalan menuju Tuhan ditempuh dengan memadukan kedua aspek tersebut secara seimbang.
Mereka tidak meninggalkan dan tetap mempraktikan syari‟at dengan diiringi dzikir-dizikir tarekat Syattariyah Masyhuri, 2011:293. Dengan
keseimbangan tersebut kaum tarekat berzuhud tanpa meninggalkan kehidupan dunia. Mereka tetap menjalankan aktivitas sosial maupun
keagamaan tanpa harus takut atau meninggalkan dunia.
D. Aktivitas Tarekat Syattariyah
Di tiap-tiap pengguron tarekat Syattariyah ataupun pesantren di Cirebon, aktivitas para penganut tarekat berbeda-beda. Hal itu bergantung pada peran para
mursyid dalam mengatur agenda kegiatanpertemuan dengan para murid. Agenda tersebut ditentukan berdasarkan ototritas mursyid sebagai pemimpin tarekat dan
guru spiritual bagi para salik murid tarekat. Bila para mursyid memilih suatu pola yang cenderung “personal”, maka aktivitas ketarekatan, khususnya dzikir
dijalankan secara individual. Jadi, setelah bai’at, para murid hanya menjalankan
dzikir, wirid, atau hizb-hizb yang diberikan oleh mursyid, dan kembali menjalani kehidupannya sebagaimana biasa, dengan dibekali dzikir dan pakem-pakem
tarekat yang harus ditaati. Setelah itu, para murid kembali menemui mursyidnya untuk berkonsultasi prihal pengalaman spiritual yang telah dialaminya pada waktu
yang tidak rutin.
109
Berbeda bila para mursyid memilih pola hubungan yang bersifat “komunal”,
maka aktivitas ketarekatan dijalankan secara aktif. Mursyid beserta murid- muridnya melakukan tawajuhan tatap muka setiap minggunya, khususnya setiap
kamis malam dengan melakukan dzikir dan pembekalan ajaran tarekat. Pada malam jum‟at kliwon, para murid bersama mursyid rutin melaksanakan kliwonan
berupa pembacaan manaqib dan tawasulan. Mereka juga turut aktif dalam perayaan bulan-bulan Islam seperti acara rajaban, syawalan, muharaman, dan
nisfu sya’ban. Kegiatan-kegiatan tahunan seperti muludan, ‘idul fitri, ‘idul adha, dan haul juga aktif dilaksankan. Oleh karena itu, aktif atau pasifnya aktivitas
tarekat Syattariyah di Cirebon bergantung pada peran mursyid. Sebagaimana telah disinggung, mursyid-mursyid tarekat Syattariyah di
pesantren pesantren Buntet dan Benda Kerep berperan lebih pasif dibandingkan di pengguron-pengguron. Para mursyid seperti Kyai Hasan Benda dan Kyai Babas
Buntet hanya mengadakan kegiatan tawajuhan bertatap muka secara individual pada waktu-waktu tertentu yang tidak rutin. Kegiatan tawajuhan biasanya dihadiri
oleh sekitar 3-5 orang saja, malah ada yang secara privat hanya antara mursyid dan murid saja. Dalam kegiatan tawajuhan ini mursyid biasanya memberikan
„aurod‟, yaitu berupa amalan dzikir atau wirid-wirid yang harus dibaca oleh murid pada waktu-waktu khusus. Selain itu, murid juga diperkenankan untuk
berkonsultasi perihal pengalaman spiritual yang dialami, seperti misalnya bertemu Nabi Muhammad Saw., atau bertemu para wali baik dalam keadaan terjaga
sedang dzikir ataupun dalam mimpinya. Kegiatan tawajuhan itu biasanya dilakukan pada sore atau malam hari, bergantung pada ketentuan dari mursyid.
110
Kegiatan tawajuhan ini memiliki fungsi menguatkan hubungan murid dan mursyid secara terus menerus. Selain itu, dalam kegiatan tersebut si mursyid juga
dapat menentukan sejauh mana tingkatan martabah spritual dari murid melalui pengamalan spiritual dan perubahan personal dari para murid. Bila tingkatan
spiritualnya meningkat, maka para mursyid akan memberikan dzikir-dzikir yang lebih tinggi, sesuai dengan tingkatan masing-masing muridnya.
Dari hasil observasi dan wawancara dari para mursyid di pesantren, peneliti tidak menemukan kegiatan dzikir bersama ataupun perayaan hari-hari raya Islam
yang dilakukan di tempat mursyid yang bermukim di pesantren. Menurut Kyai Hasan Benda Kerep prihal kegiatan tarekat di pondoknya:
Ya ritual berjama’ah di sini tidak ada. Sendiri-sendiri saja. Tarekat kan amalan ya diamalkan.
Paling kalau acara yang ramai itu haul saja. Kalau thoriqot sih sendiri-sendiri. Nanti sesekali mereka balik lagi ke sini. Ya silaturahmi, mulaqqo-
lah, nah nanti saya perhatikan perkembangannya sudah sampai mana tingkatnya.
Berdasarkan komentar dari Kyai Hasan di atas, maka dapat dilihat bahwa perspektif tarekat yang dibangun oleh beliau lebih bersifat individualistik. Tarekat
lebih dimaknai sebagai suatu “amalan” yang harus dijalankan secara individual saja. Akhirnya, aktivitas ketarekatan pun dijalankan secara sendiri-sendiri. Hanya
acara haul peringatan kewafatan pendiri pesantren dan acara muludan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang dilakukan setiap tahun dalam
skala yang besar. Itupun tidak khusus bagi kalangan tarekat saja, bagi kalangan umum, seperti para santri dan masyarakat yang bukan penganut tarekat diizinkan
hadir. Oleh karena itu, hubungan murid dan mursyid di pesantren terjalin secara personal, dan tidak ada kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sekalipun
111
itu kegiatan dzikir berjama‟ah yang khas dari suatu organisasi tarekat, itupun tidak dilakukan oleh para penganut tarekat Syattariyah di pesantren Buntet maupun
Benda Kerep. Berkebalikan dengan fenomena tarekat yang individualistik di pesantren,
kegiatan ketarekatan di pengguron-pengguron sekitar keraton berjalan secara kolektif. Di pengguron-pengguron, terdapat adanya agenda kegiatan rutin
mingguan, bulanan, maupun tahunan bagi para murid tarekat. Memang dari ketujuh pengguron yang aktif saat ini, hanya satu pengguron yang memiliki
aktivitas intens dan terbuka, sementara enam yang lain lebih khusus diperuntukan bagi kalangan tarekat saja di mana masyarakat ataupun peneliti tidak diizinkan
mengikuti kegiatan tersebut. Di antara pengguron yang paling aktif mengadakan kegiatan rutin secara
terbuka, yaitu Pengguron Tarekat Agama Islam Pegajahan. Pengguron pimpinan Rama Guru Pangeran M. Nubuwat Purbaningrat biasa disapa Mama Nung ini,
memiliki kegiatan rutin mingguan, bulanan, maupun tahunan. Dalam hal ini, wakil mursyid di Pengguron Pegajahan, yaitu Pangeran Bagoes Chandra
Kusumaningrat menjelaskan:
Kegiatan di sini itu ada yang mingguan, bulanan, 3 bulanan, dan tahunan. Yang mingguan itu seperti dzikir setiap malam jum’at. Lalu sebulan sekali ada setiap
malam jum’at kliwon. Itu banyak yang datang dari jauh-jauh yang biasa sibuk, biasanya pada datang. Lalu ada juga pengajian triwulanan. Setiap tiga bulan
sekali, pengguron Pegajahan sini diundang, yang ngadain murid-muridnya. Jadi mengundang Rama Guru untuk mengajar khusus tarekat,terutama wilayah Jawa.
Biasanya ada juga tahunan, kaya Muludan, Rajaban, Syawalan, terfokus di sini, di Pegajahan. Jadi murid-murid yang di Jawa Barat, khususnya di Cirebon,
dipusatkan di sini.
112
Berdasarkan penjelasan Pangeran Bagoes biasa disapa Elang Bagoes di atas, terdapat kegiatan mingguan, bulanan, dan tahunan, di mana pengguron ini
menjadi pusat kegiatan dari tarekat Syattariyah se-Jawa Barat. Adapun kegiatan mingguannya, yaitu dzikir
setiap malam Jum‟at kamis Malam. Kegiatan yang dilakukan ialah dzikir bersama, tawasullan, lalu ada pemberian materi. Kegiatan
ini biasanya dihadiri sekitar 20-30 orang, bertempat di tajug mushola Pengguron Pegajahan yang dimulai pada pukul 20.00-22.00. Pertama-tama, para ikhwan
sebutan untuk sesama murid tarekat, melakukan tawasul yaitu pembacaan surat al-fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw., para Nabi, para wali,
Syeikh Abdullah Asy-Syattari, Sunan Gunung Jati, dan para mursyid terdahulu. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan dzikir bersama berupa kalimat laa
ilaaha illallah secara berulang-ulang. Terakhir, yaitu pemberian materi tasawuf dari kitab berbahasa Jawa yang merupakan kitab turun-temurun dari para Rama
Guru sebelumnya. Setelah pemeberian materi selesai, para murid dan mursyid menutup dengan acara sarasehan, makan bersama. Kegiatan mingguan ini
dikhususkan bagi para ikhwan tarekat saja. Bagi masyarakat umum ataupun keluarga keraton yang belum ber-
bai’at tidak diperkenankan ikut.
Selain kegiatan mingguan, Pengguron Pegajahan juga rutin mengadakan kegiatan bulanan, yaitu kliwonan dan triwulanan. Kliwonan dilaksanakan setiap
satu bulan sekali, tepatnya pada malam Jum‟at Kliwon. Kegiatan ini biasa dihadiri sekitar 50-100 orang, yang dimulai dari pukul 20.00-23.00 di tajug Pengguron
Pegajahan. Kliwonan juga boleh dihadiri oleh masyarakat umum ataupun kerabat keraton, sekalipun mereka belum berbai‟at. Kegiatan yang dilakukan ialah
113
tawasul dengan membaca manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani oleh 7 orang „ulama atau sesepuh Masjid Sang Cipta Rasa, yang biasa disebut kaum.
Gambar 3.1 Kegiatan Kliwonan Tarekat Syattariyah di Pengguron Pegajahan
Sumber: Dokumentasi peneliti pada observasi kegiatan kliwonan tanggal 23 April 2015.
Menurut Elang Bagoes:
Kalau yang malam jum’at kliwon itu, ada tawasulan khsusus. Namanya Tawasulan Qadiran. Itu artinya, kita mengagungkan kemuliaan Syeikh Abdul Qadir Jailani
sebagai wali quthub. Ya di dalam doanya tidak hanya ditujukan kepada beliau saja, tatapi juga kepada para Nabi. Tawasulan ke semua, tapi khususnya kepada
Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan Sunan Gunung Jati sebagai pendiri keraton.
Dengan membaca Tawasulan Qadiran tersebut, para penganut tarekat bertujuan untuk ngaleb berkah memohon berkah kepada Allah dengan
mendoakan Para Nabi dan Wali, agar dapat mengikuti dan menapaki jalan yang lurus, sebagaimana jalan mereka. Salah satu hal yang unik dari kegiatan ini yaitu
bahwa kitab manaqib yang dibaca bukan manaqib dari Syeikh Abdullah Asy-
114
Syattari selaku pendiri tarekat Syattariyah, tetapi manaqib dari Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Mengenai hal ini, Kyai Ade menjelaskan:
Kalau thoriqoh Syattariyah, rutinitasnya itu membaca manaqib, tapi bukan manaqibnya Syeikh Syathari, tapi manaqibnya Syeikh Abdul Qadir Jailani. Nah
kenapa yang dibaca manaqib Syeikh Abdul Qadir, bukan manaqib Syeikh Abdullah Asy-Syattari, itu karena sampai saat ini belum ditemukan satu kitab yang khusus
menceritakan tentang riwayat lengkap dari Syeikh Abdullah Asy-Syattari. Satu- satunya kitab yang ada riwayat beliau itu kitab Al-
I’lam dari Syeikh Abdul Hayi bin Fakhruddin Al-Hasani dari India.
Berdasarkan penjelasan Kyai Ade di atas, dapat diketahui bahwa satu- satunya kitab yang menceritakan riwayat Syeikh Abdullah Asy-Syattari ialah
kitab Al- I‟lam, berbahasa Arab karangan Syeikh Abdul Hayi dari India. Oleh
karena itu, pembacaan manaqib menggunakan kitab manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, yang dipercaya kalangan tarekat sebagai wali quthub wali tertinggi.
Selain kliwonan, terdapat pula kegiatan triwulanan, yaitu pengajian khusus tarekat setiap tiga bulan sekali. Triwulanan biasanya diadakan di luar kota,
khususnya di tempat mukim para murid yang kebanyakan berasal dari Purwokerto, Banyumas, daerah sekitar Jawa Tengah. Kegiatan ini termasuk dalam
acara besar, dan murid yang hadir biasanya cukup banyak sekitar 200-300 orang dari berbagai daerah. Kegiatan ini juga tidak diperuntukan bagi masyarakat
umum, dan hanya ikhwan tarekat yang boleh menghadirinya. Tidak seperti pengajian mingguan atau kliwonan yang dilakukan malam hari, waktu kegiatan ini
bisa pagi atau siang hari. Dalam kegiatan ini, bukan mursyid yang mengadakan, tetapi para murid atau ikhwan tarekat yang berinisiatif mengadakan pengajian dan
Mama Nung diundang untuk memberikan pengajian ke tempat mereka. Biasanya
115
pengajian ini diawali dengan bertawasul, berdzikir bersama, dan terakhir diberikan materi perihal tasawuf dan ketarekatan. Selesai acara pokok, kemudian
ditutup dengan pembacaan do‟a. Kemudian para ikhwan dan Rama Guru diperkenankan untuk sarasehan dan makan bersama.
Acara besar lainnya dari Pengguron Pegajahan ialah acara tahunan, yaitu: Rajaban, Syawalan, dan Muludan. Ketiga acara tersebut mengikuti kalender Islam
yang jatuh pada setiap bulan Ra jab, Syawal, dan Rabi‟ul Awal. Ketiga kegiatan
tersebut biasanya dilaksanakan di Pengguron Pegajahan Cirebon, dan dihadiri hampir semua ikhwan yang berjumlah sekitar 1000-3000 orang dari berbagai
daerah. Acara Rajaban dilaksanakan setiap tanggal 1 Rajab kalender Hijriah, setiap setahun sekali, dimulai pukul 20.00-23.00. Pada dasarnya kegiatan ini
untuk memperingati peristiwa Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad Saw. Pada acara ini dibacakan kitab berbahasa Jawa Kuno Kawi Cirebonan, yang menceritakan
tentang perjalanan Nabi Muhammad Saw. untuk Isra‟ berjalan dari Masjid Al-
Haram Mekah ke Masjid Al-Aqsa Palestina. Kitab dibacakan oleh dua orang „ulama dari Masjid Sang Cipta Rasa kaum secara bergantian. Setelah
pembahasan kitab, dilanjutkan acara sarasehan. Dan khusus bagi kalangan ikhwan tarekat terdapat acara shalawatan dari pukul 23.00 malam sampai sekitar pukul
02.00 dini hari. Shalawatan tersebut berupa pembacaan shalawat Nabi Saw. tapi dengan bahasa Jawa Kawi Cirebon. Para ikhwan mengikuti dan mendengarkan
shalawat yang dibacakan oleh para juru shalawat, dengan diiringi oleh tabuhan gendang, rebana, gong, dan alat musik tradisional lainnya. Tim yang biasa
membacakan shalawat merupakan ikhwanmurid yang berasal dari Purwokerto.
116
Gambar 3.2 Kegiatan Shalawatan Tarekat Syattariyah Pada Acara Rajaban
Sumber: Dokumentasi peneliti pada observasi kegiatan shalawatan tanggal 17 Mei 2015
Kemudian kegiatan Syawalan dilaksanakan pada bulan Syawal, yaitu biasanya 7 hari setelah hari raya Idul Fitri, atau tanggal 8 Syawal menurut
kalender Islam. Pada kegiatan ini dilaksanakan shalat isyqi, yang merupakan ritual khas bagi kalangan tarekat Syattariyah setelah hari raya Idul Fitri. Mama
Nung menjelaskan bahwa “Itsqi itu artinya bebas, jadi ibarat kita supaya
dibebaskan dari segala dosa setelah menjalani puasa Ramadhan dan puasa selama 6 hari
”. Sebelum mengadakan kegiatan Syawalan ini, para anggota tarekat berpuasa selama 6 hari, dan pada hari ketujuh mereka melaksanakan shalat isyqi.
Di sekitar Jawa Tengah dan Timur, kegiatan ini dikenal juga sebagai Grebeg Syawal.
117
Terakhir, dari kegiatan Pengguron Pegajahan yaitu Muludan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Rabi‟ul Awal kalender Hijriah. Biasanya para
ikhwan yang berjumlah 300-500 orang telah datang tujuh hari sebelum tanggal acara, secara bergantian. Setiap harinya mereka mempersiapkan perlengkapan dan
kebutuhan baik konsumsi maupun peralatan. Setiap malam juga diadakan shalawatan oleh tim shalawat yang biasa membacakan shalawat pada acara
Rajaban. P ada malam hari tanggal 12 Rabi‟ul Awal, barulah mereka mengadakan
Muludan. Kegiatan ini dimulai setelah shalat Isya berjamaah atau sekitar pukul 20.00-23.00. Pada acara ini, diawali dengan membaca tawasul yang dipimpin oleh
Mama Nung. Kemudian dilanjutkan membaca kitab Barzanji berbahasa Arab kitab riwayat hidup Nabi Muhammad Sa
w., yang dibacakan oleh para „ulama dari Masjid Sang Cipta Rasa.
Gambar 3.3 Kegiatan Muludan Tarekat Syattariyah di Pengguron Pegajahan
Sumber: Dokumentasi kegiatan Muludan Pengguron Pegajahan tanggal 20 Februari 2011.
118
Pembacaan kitab Barzanji ini bertujuan untuk semakin meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw., di mana para ikhwan diharapkan dapat
memetik hikmah-hikmah kehidupan Nabi Saw. Setelah pembacaan kitab Barzanji, lalu ditutup dengan do‟a oleh Mama Nung. Kemudian para ikhwan dan mursyid,
beserta tamu-tamu dan masyarakat umum diperkenan-kan untuk sarasehan, makan bersama berupa hidangan nasi panjang jimat yang sama dengan nasi panjang
jimat di keraton-keraton Cirebon. Jadi kalau di keraton dilaksanakan upacara Panjang Jimat, di pengguron dibacakan kitab Barzanji. Terkadang keluarga
keraton juga turut berpartisipasi dalam kegiatan Muludan ini, ataupun sebaliknya. Demikianlah deskripsi sejarah, perkembangan, ajaran, dan kegiatan tarekat
Syattariyah di Cirebon. Dapat dilihat bahwa tradisi kebudayaan dan tasawuf telah berbaur dalam setiap kegiatan yang dijalankan. Terdapat perpaduan harmonis
akulturasi dan singkretisasi antara tasawuf dan budaya Cirebon. Dari bab ini juga ditemukan bahwa pemetaan tarekat Syattariyah di Cirebon melalui tiga jalur
ketarekatan, yaitu jalur Syeikh Abdul Muhyi, Sunan Gunung Jati, dan Mbah Kyai Kriyan. Jalur tersebut membuktikan bahwa tarekat Syattariyah di Cirebon bukan
hanya melalui jalur Syeikh Abdul Muhyi, tetapi juga jalur Sunan Gunung Jati yang mengikuti trah laki-laki, dan jalur Mbah Kyai Kriyan yang bersambung
sampai kepada Syeikh Hasyim Asy‟ari, Kaliwungu. Dari pola hubungan antar mursyid-murid di pengguron, nampak pula bahwa tradisi kesufian yang terdapat
di pengguron berlangsung lebih aktif dibandingkan di pesantren. Peran mursyid menjadi penentu bagaimana hubungan sosial dan kontribusi anggota tarekat
terhadap perkembangan berbagai institusi di mana mereka berada.
119
BAB IV KONTRIBUSI TAREKAT SYATTARIYAH
TERHADAP PERKEMBANGAN INSTITUSI SOSIAL DI CIREBON
A. Peran Musyid Dalam Perspektif Strukturasi
Untuk memasuki pembahasan tentang kontribusi tarekat Syattariyah terhadap perkembangan institusi sosial di Cirebon, pertama-tama perlu dibahas
tentang peran mursyid dalam sebuah organisasi tarekat. Pembahasan tentang peran mursyid ini menjadi penting mengingat dalam organisasi tarekat mursyid
merupakan sosok sentral dari segala aktivitas dan praktik-praktik sosial para murid dan institusi sosial di mana mereka berada. Oleh karena itu, peran mursyid
sebagai agency pelaku tindakan sosial dari perspektif strukturasi akan dikomparasikan dengan peran mursyid dari perspektif tarekat.
Dari perspektif tarekat, mursyid dalam dunia tarekat merupakan “pembimbing atau guru spiritual yang diyakini oleh para muridnya sebagai
pewaris ajaran Nabi, yang menuntun para murid menapaki jalan spiritual menuju kedekatan ilahiah” Fathurrahman, 2008:151. Berdasarkan definisi ini, mursyid
berperan sebagai guru spiritual yang memiliki otoritas penuh dalam membimbing para muridnya dan mengarahkan segala perilaku dan pandangan para muridnya.