54
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum KotaKabupaten Cirebon
Penelitian ini berlokasi di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Cirebon, provinsi Jawa Barat. KotaKabupaten Cirebon dikenal juga dengan sebutan Kota
Udang, yang mana dahulu memang masyarakat kebanyakan bekerja sebagai nelayan yang mencari udang sebagai bahan baku pembuatan terasi dan petis.
Adapula yang menyebutnya sebagai Kota Wali, karena memang pada masa Wali Songo, Cirebon merupakan basis penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat dan
sekitarnya. Selain itu kota Cirebon disebut juga dengan Caruban Nagari atau Grage kerajaan yang besar, karena memang dahulu pernah berdiri kesultanan
Cirebon yang dipimpin oleh Syeikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Sesepuh Keraton Kasepuhan, Bapak Her. Mungal menjelaskan:
Kalau Cirebon ini awalnya bernama Caruban, dalam Purwaka Caruban Nagari PCN itu, caruban artinya campuran, karena penduduk awal yang berada di Caruban, atau
disebutnya Kebon Pesisir, berada di pantai, pesisir. Nah kemudian, campuran karena berasal dari berbagai bangsa yang datang ke tempat ini, yaitu pedagang yang berasal dari
India, Cina, Sumasi, Champa, Kamboja, Arab, dan sebagainya, mereka berdagang di Jawa
khususnya Cirebon
.
Kemudian, dari Caruban itu menjadi Cirebon. Kemudian waktu itu karena perkembangan Cirebon itu pesat, makanya disebut Negara Gede, atau Grage, yang
sekarang dipakai jadi nama mall. Lalu dari Cirebon, zaman Belanda itu disebut, Cheirbhon. Nah terus jadi Cirebon sekarang.
55
Jadi, penamaan nama Cirebon sendiri berasal dari kata sarumban desa, yang dahulu merupakan sebuah dukuh kecil percampuran penduduk dari berbagai
daerah. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban carub dalam bahasa Cirebon artinya
bersatu padu. Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya
bangsa Arab, agama, bahasa, dan adat istiadat. Kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cerbon.
Selain karena faktor penamaan tempat, penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah
nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon udang kecil di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut belendrang yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon
bahasa sunda:air rebon, yang kemudian menjadi cirebon. Pada masa Belanda pelafalan Cirebon menjadi Cheirbon, dan sekarang dibakukan menjadi Cirebon.
Secara geografis, wilayah Kabupaten Cirebon bagian utara merupakan dataran rendah pesisir, sedangkan bagian barat daya berupa pegunungan, yakni
lereng Gn.Ciremai. Letak daratannya memanjang dari barat laut ke tenggara. Wilayah Kabupaten Cirebon sebelah utara dibatasi Kota Cirebon dan Laut Jawa;
sebelah barat daya dengan Kabupaten Majalengka; sebelah barat dengan Kabupaten Indramayu; sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuningan; dan sebelah
timur dengan Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
56
Wilayah administrasi Kabupaten Cirebon sendiri terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas 412 desa dan 12 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten
Cirebon terletak di Kecamatan Sumber, yang berada di sebelah selatan Kota Cirebon. Tiga kecamatan yang baru terbentuk pada tahun 2007 adalah Kecamatan
Jamblang Pemekaran dari Kecamatan Klangenan sebelah timur, Kecamatan Suranenggala Pemekaran dari Kecamatan Kapetakan sebelah selatan, dan
Kecamatan Greged Pemekaran dari Kecamatan Beber sebelah timur. Gambar 2.1 Peta Kota Cirebon
57
Cirebon juga merupakan salah satu kabupaten terpadat di Provinsi Jawa Barat. Menurut hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, Kecamatan Sumber
merupakan wilayah dengan jumlah penduduknya paling banyak yaitu sebesar 80.914 jiwa dan berikutnya adalah Kecamatan Gunung Jati yaitu sebanyak 77.712
jiwa. Sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit di Kabupaten Cirebon adalah Kecamatan Pasaleman yaitu sebanyak 24.912 jiwa dan Kecamatan
Karangwareng sebanyak 26.554 jiwa. Sesuai dengan data kependudukan terbaru Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Disdukcapil Kabupaten Cirebon, jumlah
penduduk per 30 April 2013 berjumlah 2.957.257 jiwa. Penduduk Cirebon di bagian utara umumnya menggunakan bahasa Cirebon
sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Cirebon merupakan bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya, bahasa Cirebon memiliki
wyakarana tata-bahasa sendiri yang tidak mengikuti pola tata bahasa Jawa. Bahasa ini dituturkan di bagian barat dan timur Kabupaten Cirebon. Sementara di
wilayah pedalaman seperti Kecamatan Pasaleman, Ciledug, Beber, dan sekitarnya yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan atau wilayah pedalaman lainnya
yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Brebes
,
dipergunakan bahasa Sunda Cirebon dengan beragam dialeknya. Bahasa Jawa juga bercampur dengan
bahasa Cirebon dan bahasa Sunda Cirebon di beberapa wilayah yang berbatasan dengan Brebes
,
antara lain: Kecamatan Losari, Pabedilan, dan Ciledug. Adapun kebudayaan yang melekat pada masyarakat Cirebon merupakan
perpaduan berbagai budaya yang datang, seperti Cina, Arab, dan India, yang kemudian membentuk perpaduan yang khas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
58
pertunjukan masyarakat Cirebon, seperti: Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung, dan Sandiwara Cirebonan. Kota ini juga memiliki beberapa
kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan, dan Batik. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon adalah motif batik Mega
Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama. Motif tersebut didapat dari pengaruh
keraton-keraton di Cirebon, karena pada awalnya seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang di Cirebon, batik motif mega mendung
telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir. Pusat industri batik di
Cirebon saat ini terpusat di wilayah desa Trusmi, sehingga disebut juga sebagai desa batik Trusmi.
Memang banyak keunikan lain yang terdapat di kota pesisir ini, baik dari aspek budaya, bahasa, sejarah, maupun agama masyarakat Cirebon. Khususnya
dari aspek sejarah, kota yang berjuluk kota wali ini, menjadi saksi dinamika penyebaran Islam di Jawa Barat sejak masa wali songo hingga sekarang.
Kesultanan Cirebon yang dahulu dipimpin Sunan Gunung Jati telah menorehkan sejarah bagi perkembangan agama Islam Nusantara. Bahkan, telah menciptakan
perubahan sosial dengan mengislamkan masyarakat di tanah-sunda Pajajaran yang terbentang dari Cirebon sampai ke Banten dari beragama Hindu ke Islam.
Berbagai peninggalan sejarah dan institusi-institusi sosial yang dahulu berperan penting masih lestari hingga saat ini. Keraton, masjid Sang Cipta Rasa,
Astana pemakaman Gunung Jati dan Gunung Sembung, pondok-pondok
59
pesantren, serta pengguron-pengguron tarekat yang terdapat di Cirebon, mencerminkan kota ini kental dengan tradisi ke-Islaman yang bersifat sufistik.
Tarekat Syattariyah yang menjadi fokus peneleitian ini, telah berasosiasi dengan berbagai institusi sosial tersebut. Filosofi, ajaran, dan pola kehidupan sufistik
telah meresap ke sendi-sendi kehidupan masyarakat Cirebon. Berikut akan dipaparkan beberapa lokasi yang memiliki kaitan dengan tarekat Syattariyah di
Cirebon sebagai lokasi penelitian ini.
B. Keraton dan Pengguron di Cirebon