sengketa melalui arbitrase. Artinya apabila para pihak menggunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketa, walaupun putusannya dijatuhkan di wilayah
hukum Indonesia, putusan tersebut tetap merupakan putusan arbitrase internasional.
51
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa yang menjadi ciri putusan arbitrase internasional didasarkan pada faktor wilayah atau territory dan penggunaan pilihan
hukum dalam proses arbitrase. Sehingga dapat dikatakan bahwa, putusan arbitrase nasional adalah putusan arbitrase yang diputuskan oleh jenis arbitrase ad hoc maupun
institusional yang dijatuhkan di wilayah hukum Indonesia dan mempergunakan hukum yang berlaku di Indonesia.
B. Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase, dapat dilaksanakan sesuai dari jenis putusan arbitrase yaitu putusan arbitrase nasional atau arbitrase internasional, yang
akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional Pada pelaksanaan putusan arbitrase nasional, para pihak harus memenuhi
apa yang telah diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi:
a. Dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal
putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
panitera pengadilan negeri.
51
Gatot Sumartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h. 70
b. Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh panitera pengadilan negeri dan
arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran.
c. Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada panitera pengadilan negeri.
d. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. e.
Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaram dibebankan kepada para pihak.
Jadi, agar putusan arbitrase dapat dilaksanakan harus memenuhi pasal 59 yakni dengan mendaftarkan putusan arbitrase berupa lembar asli atau salinan
otentik, dalam waktu paling 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, kepada panitera pengadilan negeri.
Putusan arbitrase pada dasarnya harus dilakukan secara sukarela, namun jika tidak putusan dilaksanakan berdasarkan peritah ketua pengadilan negeri atas
permohonan salah satu pihak sebagaimana yang disebutkan pada pasal 61, namun dengan memenuhi pasal 62 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi: 1.
Perintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 diberikan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari setelah permohonan eksekusi
didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri. 2.
Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih
dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan pasal 4 dan Pasal 5, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum.
3. Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2, Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan Ketua
Pengadilan Negeri tersebut tdak terbuka upaya hukum apa pun.
4. Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan
dari putusan arbitrase. Pelaksanan putusan arbitrase yang didasarkan atas permohonan salah satu
pihak agar dapat dapat dieksekusi atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, Pada permohonan tersebut, harus diperiksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase
memenuhi kriteria, sebagai berikut:
52
1. Para pihak menyutujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan
melalui arbitrase. 2.
Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan.
4. Sengketa lain yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang tidak
bertentangan dengan kesusilan dan ketertiban umum. Jika permohonan memenuhi ketentuan tersebut, perintah Ketua
Pengadilan dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun,
apabila pada putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 62 ayat 2, Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan pelaksanaan eksekusi,
atas penolakan yang menjadi putusan Ketua Pengadilan Negeri tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.
52
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian sengketa; Arbitrase nasional Indonesia dan Internasional. h. 71.
2. Pelaksanaan putusan arbitrase internasional
Semua pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di Indonesia didasarkan pada ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pada
perkembangannya Indonesia telah meratifikasi konvensi New York dan telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 34
Tahun 1981 dan diterbitkannya Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
Sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958, dan selanjutnya mengenai pengaturan tentang pelaksanaan arbitarase internasional di Indonesia
terdapat di dalam pasal 65 s.d pasal 69 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
53
Kewenangan untuk menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Permohonan pelaksanaan dapat dilakukan setelah putusan arbitrase internasional diserahkan dan didaftarkan ke Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan
disertai dengan hal-hal yang tercantum dalam pasal 67 angka 2 yang bersifat administratif. Tetapi sebelum itu perlu diketahui syarat-syarat yang diperlukan
atas putusan arbitrase internasional, untuk dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia sesuai pasal 66 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi, sebagai berikut:
53
Tim pengkaji, Masalah Hukum Arbitrase Online, Jakarta: BPHN- KEMENKUMHAM RI, 2010, h.27
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai
pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia
setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf
a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh
eksekuatur dari mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Setelah didaftarkannya putusan arbitrase Internasional kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, selanjutnya dapat diajukan permohonan
pelaksanaan arbitrase internasional ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan
putusan arbitrase Internasional tidak dapat ajukan upaya hukum banding atau kasasi. Namun, apabila permohonan pelaksanaaan di tolak untuk diakui dan
dilaksanakan, terbuka upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung dengan jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sejak permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung. Namun, eksekusi terhadap pelaksanaan putusan arbitrase internasional di
Indonesia sering kali dapat penolakan dari pengadilan sehingga putusan arbitrase masih sulit untuk dilaksanakan di Indonesia, walaupun Undang-Undang No.30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur dengan tegas. Menurut M. Husseyn Umar, yang merupakan wakil ketua Badan
Arbitrase Nasional Indonesia BANI Masalah utama yang sering dipersoalkan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sehingga mendapat penolakan
dari pengadilan adalah dengan adanya alasan bahwa putusan bertentangan dengan public policy atau ketertiban umum, namun menurutnya penerapan kriteria
tersebut secara konkret tidak selalui jelas dan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum.
54
Sehingga Indonesia masih sering menuai kritik dari dunia internasional mengenai pelaksanaan putusan arbitrase internasional dan memberikan kesan
umum bahwa Indonesia masih merupakan “an arbitration unfriendly country”
dimana sulit untuk dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia.
C. Pembatalan Putusan Arbitrase