Pembatalan Putusan Arbitrase PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE

Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur dengan tegas. Menurut M. Husseyn Umar, yang merupakan wakil ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI Masalah utama yang sering dipersoalkan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sehingga mendapat penolakan dari pengadilan adalah dengan adanya alasan bahwa putusan bertentangan dengan public policy atau ketertiban umum, namun menurutnya penerapan kriteria tersebut secara konkret tidak selalui jelas dan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. 54 Sehingga Indonesia masih sering menuai kritik dari dunia internasional mengenai pelaksanaan putusan arbitrase internasional dan memberikan kesan umum bahwa Indonesia masih merupakan “an arbitration unfriendly country” dimana sulit untuk dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia.

C. Pembatalan Putusan Arbitrase

Pada dasarnya putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, atau merupakan putusan pada tingkat terakhir serta mengikat para pihak sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Namun menurut Yahya Harahap, mengenai putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat tersebut, terdapat pengecualian atas alasan yang sangat eksepsional sehingga dapat diajukan perlawanan atau plea dalam bentuk 54 M. Husseyn Umar, Pokok-pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia, artikel diakses 25 April 2015 http:www.hukumonline.comberitabacalt4bbd785494fc7pokokpokok-masalah-pelaksanaan- putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-br-oleh-m-husseyn-umar-. permintaan annulment atau pembatalan putusan, 55 hal tersebut senada dengan pernyataan dari Bambang Sutiyoso dalam bukunya penyelesaian sengketa bisnis, bahwa pada putusan arbitrase dapat dilakukan pembatalan jika terdapat hal-hal yang bersifat luar biasa. 56 Akibat dari adanya pembatalan putusan arbitrase adalah putusan tersebut sudah dianggap lenyap secara keseluruhan wujud fisik maupun nilai yuridisnya, atau seolah-olah sengketa tersebut belum pernah diproses dan diputus dan secara mutlak putusan arbitrase tersebut dianggap belum pernah ada. 57 Mengenai pembatalan putusan arbitrase, tentunya tak semudah yang dikira karena harus memenuhi unsur-unsur yang dianggap patut untuk dijadikan alasan terhadap pembatalan. Menurut ketentuan Reglement of de rechtsvordering, Staatsblaad 1847:52 R.V yang berlaku, sebelum berlakunya Undang-undang No.30 Tahun1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang merupakan pedoman beracara bagi pemeriksaan sengketa melalui lembaga arbitrase di Indonesia, alasan-alasan yang dapat dipakai oleh para pihak untuk mengajukkan bantahan atau perlawanan terhadap putusan arbitrase lebih bervariasi. Menurut pasal 643 R.v., putusan arbitrase hanya dapat dilawan atau dibantah sebagai tidak sah dalam hal-hal sebagai berikut : 58 55 Yahya Harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata RV, Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute ICSID, UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, h.277. 56 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis Yogyakarta: Citra Media, 2006 h. 141. 57 Yahya Harahap, h.332. 58 BANI, Buletin Triwulan Arbitrase Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Jakarta: BANI Arbitration Center Badan Arbitrase Nasional Indonesia, 2009. h.14-15 1. Apabila putusan itu telah diberikan melewati batas-batas persetujuan; 2. Apabila putusan itu diberikan berdasarkan suatu persetujuan yang batal atau telah lewat waktunya; 3. Apabila putusan itu telah diberikan oleh sejumlah arbiter yang tidak berwenang memutus tanpa hadirnya arbiter-arbiter yang lain; 4. Apabila dalam putusan telah diputus tentang hal-hal yang tidak telah dituntut atau putusan telah mengabulkan lebih daripada yang dituntut; 5. Apabila putusan arbiter itu mengandung putusan-putusan yang satu sama lain bertentangan: 6. Apabila para arbiter telah melalaikan untuk memberikan putusan tentang satu atau beberapa hal yang menurut persetujuan telah diajukan kepada mereka untuk diputus; 7. Apabila para wasit telah melanggar formalitas-formalitas hukum acara yang harus diturut atas ancaman kebatalan; tetapi ini hanya berlaku apabila menurut ketentuan-ketentuan yang tegas dimuat dalam persetujuan, para arbiter diwajibkan mengikuti hukum acara biasa yang berlaku di muka pengadilan; 8. Apabila telah diberikan keputusan berdasarkan surat-surat yang setelah keputusan itu diberikan, diakui sebagai palsu atau telah dinyatakan sebagai palsu; 9. Apabila, setelah putusan diberikan, surat-surat yang menentukan, yang dahulu disembunyikan oleh para pihak, ditemukan lagi. 10. Apabila putusan kemudian diketahui bahwa putusan tersebut didasarkan pada kecurangan atau itikad jahat, yang dilakukan selama berjalannya pemeriksaan. Sedangkan setelah adanya Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengenai pembatalan putusan arbitrase hanya dapat diajukan, jika putusan arbitrase diduga mengandung unsur- unsur yang telah diatur dalam pasal 70 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi sebagai berikut: “Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan pemohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengadung unsur- unsur antara lain sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa Selanjutnya penjelasan Pasal 70 mengenai unsur pembatalan putusan arbitrase, yang berbunyi : “Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. alasan-alasan pembohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan” Upaya untuk dapat membatalkan putusan arbitrase di Indonesia menurut Munir Fuady Hanya terbatas pada Pasal 70 Undang-undang No.30 Tahun 1999, 59 yang menurut Ramlan ginting, Pasal 70 tersebut bersifat alternatif, artinya masing- masing alasan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase. 60 Namun masih terjadi ketidakseragaman pemahaman pasal 70 dalam prakteknya, menurut Gatot Sumartono ketidakseragaman pemahaman penafsiran pasal 70, akibat dari rumusan kata “antara lain” dalam Pasal 70 tersebut sehingga banyak dimanfaatkan oleh pengacara dan hakim untuk mencari-cari tambahan alasan bagi pembatalan putusan arbitrase, dengan pencampuradukan berbagai alasan, akhirnya sulit dibedakan antara alasan-alasan yang seharusnya digunakan untuk menolak “mengakui dan melaksanakan” putusan arbitrase Misal: alasan bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum dan alasan-alasan untuk 59 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesian Sengketa Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000 h.112 60 Ramlan ginting, Transaksi binis dan Perbankan Internasional Jakarta: Salemba Empat, 2007 h.176 membatalkan putusan arbitrase. Dengan kata lain, frasa “antara lain” menimbulkan penafsiran bahwa atas unsur-unsur yang dapat membatalkan putusan arbitrase tidak terbatas hanya pada ketiga unsur yang tercantum dalam pasal 70, artinya putusan arbitrase dapat dibatalkan dengan unsur diluar pasal 70 tersebut. Atas kemungkinan pembatalan putusan arbitrase di luar pasal 70 juga disampaikan oleh Hikmahanto Juwana yang menyebut bahwa berdasar dari kewenangan prosedur pengambilan putusan yang antara lain dalam proses pemilihan arbiter hingga pemberlakuan hukum yang dipilih oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa, lazim dipergunakan sebagai dasar pembatalan putusan arbitrase. 61 Selanjutnya, menurut Priyatna Abdurrasyid, Pembatalan putusan arbitrase dapat diajukan atas putusan dengan kewenangan yang berlebihan dalam hal ini putusan dapat dikesampingkan dan sebagian yuridiksi yang berlebihan. 62 Penafsiran yang berbeda timbul tidak hanya dari kata “antara lain” tapi berasal kata “dapat” dalam pasal 70, Menurut Erman Rajagukguk kata “dapat” tersebut dapat diartikan bahwa para pihak tidak wajib mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang telah dijatuhkan karena kata dapat sendiri mengandung makna tidak memaksa atau imperatif sehingga terhadap hak para pihak untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase 61 Hikmahanto Juwana, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan Nasional, Jurnal hukum Bisnis, Vol.21, Oktober-November 2002. h.68 62 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Sengketa APS, Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2011, h.122 nasional yang telah ditentukan oleh pasal 70 dapat dikesampingkan, dasarnya adalah pasal 1338 KUH Perdata. 63 Selain ketidakseragaman penafsiran pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pasal 70 tersebut pun tidak menyebut dan menjelaskan apakah pembatalan putusan arbitrase tersebut berlaku pula terhadap putusan arbitrase internasional. Namun, mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional, Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI menegaskan bahwa pasal V New York Convention 1958 yang telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden No.34 Tahun 1998 telah menyebut syarat- syarat penolakan atas putusan arbitrase internasional. Adapun pembatalan putusan arbitrase internasional merupakan kewenangan negara dimana putusan arbitrase itu dijatuhkan termasuk beberapa pilihan hukum yang disepakati para pihak dan arbiter. 64 Sehingga, dapat diketahui bahwa putusan arbitrase internasional yang dapat dibatalkan di Indonesia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, adalah putusan arbitrase yang dijatuhkan di wilayah indonesia. Selanjutnya, mengenai mekanisme upaya pembatalan putusan arbitrase yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan 63 Erman Rajagukguk, Arbitrase Kepastian Hukum, artikel diakses pada tanggal 17 April 2015 dari http:nasional.sindonews.comread99042418arbitrase-kepastian-hukum-14292353101 64 Hukum Online, Pengadilan Tak Bisa Batalkan Putusan Arbitrase Internsional .Artikel diakses pada tanggal 12 April 2015 dari http:m.hukumonline.comberitabacalt553641aea376dpengadilan-tak-bisa-batalkan-putusan- arbitrase-internasional Alternatif Penyelesaian Sengketa pada bab VII pada pasal 70 s.d pasal 72 tentang Pembatalan Putusan Arbitrase, akan diuraikan sebagai berikut: 1. Memenuhi alasan pembatalan menurut Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang selengkapnya berbunyi: “Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur antara lain sebagai berikut : a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Mengenai unsur-unsur pembatalan pasal 70, menurut penjelasan pasal 70 tersebut harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang menetapkan terbukti atau tidaknya alasan yang menjadi dasar pembatalan dapat digunakan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan. Terhadap penjelasan pasal 70 tersebut, telah diajukan pengujian materil di Mahkamah Konstitusi, dan merupakan objek analisis dalam penelitian ini, dan penjelasan pasal 70 oleh Mahkamah Kontitusi yang pada putusannya bersifat final dan binding telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan penjelasan pasal 70 telah dinyatakan pula tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tigapuluh hari terhitung sejaak hari penyerahan dan pendaftaran ptusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. 3. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak permohonan diajukan. 4. Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Pengadilan Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. 5. Terhadap putusan pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus pada tingkat pertama dan terakhir. permohonan banding dilakukan hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase yang didasarkan pada ketiga alasan pembatalan pasal 70 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 6. Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding atas putusan pembatalan arbitrase yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari setelah permohonan banding tersebut, diterima oleh Mahkamah Agung. 53

BAB IV UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE