diputuskan oleh arbitrase.
46
Akta kompromis pada dasarnya sebuah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbulnya perselisihan antara para pihak dalam
sebuah perjanjian tertulis yang telah ditandatangani oleh para pihak atau dibuat dalam bentuk akta notaris. Mengenai akta kompromis telah diatur dalam pasal 9
ayat 1 s.d 4 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, berdasarkan ayat 3 mengenai persyaratan
dalam hal pembuatan akta kompromis harus memuat : a.
Masalah yang dipersengketakan; b.
Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; c.
Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase; d.
Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e.
Nama lengkap sekretaris; f.
Jangka waktu penyelesaian sengketa; g.
Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan h.
Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui
arbitrase;
Persyaratan dalam hal pembuatan akta kompromis ini, bersifat wajib dan jika tidak dipenuhi akan batal demi hukum berdasarkan pasal 9 ayat 4 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
G. Kewenangan Arbitrase
Kewenangan arbitrase pada dasarnya lahir dari suatu perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak sehingga menghapuskan kewenangan dari pengadilan
untuk menyelesaikan setiap perselisihan atau yang sengketa yang timbul dari
46
Gatot soemartono, h. 32
perjanjian yang memuat klasusula arbitrase tersebut atau yang telah timbul sebelum ditandatanganinya perjanjian arbitrase oleh para pihak.
47
Hal tersebut senada dengan pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi: “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk
mengadili sengketa para pihak yang telah teri kat dalam perjanjian arbitrase.”
Mengenai objek sengketa arbitrase, dalam hal ini telah diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, yang berbunyi: Pasal 5 ayat 1: “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
ya ng bersengketa”.
Pasal 5 ayat 2: “Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian” Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan antara lain: perniagaan,
perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual.
48
Jadi, suatu sengketa bidang perdagangan, dan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan suatu sengketa yang dapat diadakannya perdamaian, dapat diselesaikan melalui
arbitrase jika telah disepakati melalui perjanjian arbitrase yang mereka buat. Dengan demikian telah lahir kewenangan arbitrase dan menghapuskan kewenangan
pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul.
47
Gunawan Widjaja, h. 117
48
Tim Pengkaji, Masalah Hukum Arbitrase Online, h. 22.
Namun, dalam penyelesaian melalui arbitrase, pengadilan mempunyai beberapa keterkaitan yakni dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mencantumkan beberapa keterkaitan serta peranan pengadilan untuk memperkuat proses arbitrase
dari awal proses arbitrase dimulai sampai pelaksanaan putusan arbitrase.
49
Keterkaitan diawali dengan kewenangan arbitrase dengan penegasan pengadilan wajib menolak dan tidak turut campur dalam penyelesaian sengketa,
yang termaktub dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan dalam proses
Pemilihan arbiter khususnya untuk arbitrase ad hoc yang diatur dalam pasal 13 ayat 1 dan pasal 15 ayat 4, serta diatur pula pada pasal Pasal 22 Sampai dengan Pasal
25 untuk arbitase ad hoc mengenai hak ingkar. Peranan lain dari pengadilan dalam arbitrase yaitu pengadilan merupakan tempat pendaftaran putusan arbitrase dalam
rangka pelaksanaan putusan arbitrase nasional yang dinyatakan dalam pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan khusus untuk pelaksanaan putusan arbitrase internasional, tempat pendaftaran pelaksanaan putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketengahkan bahwa kewenangan arbitrase
dilandasi oleh pada perjanjian arbitrase dengan objek sengketa bidang perdagangan.
49
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa – Arbitrase Nasional Indonesia
Internasional, Jakarta: Sinar Grafika,2011 h.65.
Dengan adanya perjanjian arbitrase tersebut menghapus kewenangan pengadilan, namun penyelesaian arbitrase tetap terkait dengan pengadilan dalam hal pelaksanaan
atau pengeksekusian dari putusan arbitrase.
39
BAB III PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE