bertindak aktif dalam lingkungan serta mampu mengadakan perubahan di lingkungannya.
b Merasa diterima oleh kelompoknya, individu merasa kelompok atau orang lain mengakuinya, tidak berlebihan dalam bertindak,
dan tidak mementingkan diri sendiri, serta merasa puas atas dirinya dan atas kebersamaan dalam kelompoknya.
c Memiliki ketenangan sikap, individu tidak guup dalam melakukan atau mengatakan sesuatu, mampu bekerja secara efektif, memiliki
perencanaan dan tujuan yang jelas untuk menghadapi masa depan serta cukup toleran terhadap situasi.
c. Percaya Diri dalam Matematika
Margono membagi rasa percaya diri seseorang terhadap matematika menjadi tiga komponen
23
. Tiga komponen yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1. Kepercayaan terhadap pemahaman dan kesadaran diri terhadap kemampuan matematikanya, yaitu dalam menghadapi kegagalan
atau keberhasilan dan dalam bersaing dan dibandingkan dengan teman-temannya.
2. Kemampuan untuk menentukan secara realistik sasaran yang ingin dicapai dan menyusun rencana aksi sebagai usaha untuk meraih
sasaran yang telah ditentukan, yaitu tahu keterbatasan diri dalam menghadapi persaingan dengan teman-temannya dan tahu
keterbatasan diri dalam menghadapi matematika. 3. Kepercayaan terhadap matematika itu sendiri, yaitu matematika
sebagai sesuatu yang abstrak, matematika sebagai sesuatu yang sangat berguna, matematika sebagai suatu seni, intuisi, analisis,
dan rasional, serta matematika sebagai kemampuan bawaan.
23
Gaguk Margono, Pengembangan Instrumen Pengukur Rasa Percaya Diri Mahapeserta didik terhadap Matematika, JURNAL ILMU PENDIDIKAN, Jilid 12, Nomor 1, Februari 2005.
h. 48
Pendapat Margono tentang indikator kepercayaan diri dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut
24
:
Tabel 2.1 Indikator Kepercayaan Diri
No. Faktor
Indikator 1.
Kepercayaan terhadap pemahaman dan kesadaran diri terhadap kemampuan
matematikanya a. Percaya diri dalam menghadapi
kegagalan dan keberhasilan b. Percaya diri dalam bersaing dan
dibandingkan dengan
teman- temannya
2. Kemampuan untuk menentukan secara
realistik sasaran yang ingin dicapai dan menyusun rencana aksi sebagai usaha
untuk meraih
sasaran yang
telah ditentukan
a. Tahu keterbatasan diri dalam menghadapi persaingan dengan
teman-temannya. b. Tahu keterbatasan diri dalam
menghadapi matematika
3. Kepercayaan terhadap matematika itu
sendiri. matematika sebagai ilmu a. Matematika sebagai sesuatu yang
abstrak. b. Matematika sebagai sesuatu yang
sangat berguna. c. Matematika sebagai suatu seni,
analitis, dan rasional. d. Matematika
sebagai suatu
kemampuan bawaan.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rasa Percaya Diri
Rasa tidak percaya diri dapat terjadi melalui proses panjang yang dimulai dari faktor pendidikan keluarga. Menurut Thursan dan
Rini
25
, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri antara lain sebagai berikut:
24
Ibid, h. 48
25
Thursan Hakim, op.cit,. h. 121
1 Rasa percaya diri sangat dipengaruhi oleh pendidikan keluarga, sebab dari keluarga terbentuk berbagai aspek kepribadian.
2 Lingkungan juga mempengaruhi terbentuknya rasa percaya diri seseorang sehingga dalam kehidupan sosialnya dapat terlihat antara
individu yang memiliki percaya diri dan yang tidak memiliki percaya diri.
3 Pemahaman terhadap lingkungan diri sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri seseorang. Bila
individu mempunyai pemahaman negatif terhadap diri sendiri justru akan memperkuat rasa tidak percaya diri. Namun, apabila
individu memandang positif terhadap diri sendiri maka akan memperkuat rasa percaya diri.
Dari penjelasan
di atas,
maka faktor-faktor
yang mempengaruhi rasa percaya diri ada tiga, yaitu faktor keluarga, faktor
lingkungan, dan faktor pemahaman akan kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
2. Hakikat Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan.
Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Menurut Gagne dikutip oleh Ratna Wilis Dahar, “belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
26
Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan. Perubahan ini tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan
26
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Erlangga, 2011. h. 2
penyesuaian diri. Sebagaimana yang dikatakan Slameto, “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”.
27
Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, baik itu mengarah kepada yang lebih baik atau
pun yang kurang baik. Belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, yang didalamnya terjadi hubungan-hubungan antara
stimulus-stimulus dan respons-respons yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Menurut Riyanto, “belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi
juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi”.
28
Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah
tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Sehingga pengalaman yang diberikan dan
dialami siswa menghasilkan perubahan yang relatif permanen pada tingkah laku potensial bila dibandingkan tingkah laku sebelumnya.
Pendapat lain dikemukakan Hamalik bahwa “belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan,
persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain dan cita-cita”.
29
Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang
27
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2010. h. 2
28
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009. h.6
29
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 2000. h.45