Hubungan Faktor Manajemen Dan Tenaga Pelaksana Ukgs Dengan Cakupan Pelayanan UKGS Serta Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid Sekolah Dasar Di Kab. Aceh Tamiang Tahun 2009

(1)

HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN DAN TENAGA

PELAKSANA

UKGS DENGAN CAKUPAN PELAYANAN UKGS SERTA

STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT MURID

SEKOLAH DASAR DI KAB. ACEH TAMIANG

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

NUR AMANIAH

077012017/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN DAN TENAGA

PELAKSANA

UKGS DENGAN CAKUPAN PELAYANAN UKGS SERTA

STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT MURID

SEKOLAH DASAR DI KAB. ACEH TAMIANG

TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NUR AMANIAH

077012017/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN DAN TENAGA

PELAKSANA

UKGS DENGAN CAKUPAN PELAYANAN UKGS SERTA

STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT MURID

SEKOLAH DASAR DI KAB. ACEH TAMIANG

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2009

(Nur Amaniah) 077012017/IKM


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN FAKTOR MANAJEMEN DAN TENAGAPELAKSANA UKGS DENGAN

CAKUPAN

PELAYANAN UKGS SERTA STATUS KESEHATAN GIGI DAN MULUT MURID SEKOLAH DASAR DI KAB. ACEH TAMIANG TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Nur Amaniah Nomor Induk Mahasiswa: 077012017

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM) (dr. Fauzi, SKM) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

Tanggal lulus: 31 Agustus 2009

Telah diuji pada


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM Anggota : dr. Fauzi, SKM Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K)

ABSTRAK

Sampai saat ini, karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di negara berkembang termasuk di Indonesia. Program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan bentuk kegiatan untuk meminimalkan masalah kesehatan gigi dan mulut pada siswa sekolah dasar. Data Profil Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Aceh Tamiang 2006 menunjukkan bahwa cakupan UKGS dari tahun 2004 sampai 2007 terlihat menurun hampir di seluruh puskesmas. Pada tahun 2004 terlihat bahwa cakupan sekolah yang menjalankan kegiatan UKGS sebesar 44,57%, sedangkan pada tahun 2007 hanya 27,70%.

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan studi potong lintang untuk menganalisis hubungan faktor manajemen dan tenaga pelaksana dengan cakupan pelayanan UKGS dan status kesehatan gigi mulut murid sekolah dasar di Kabupaten Aceh Tamiang. Populasi penelitian terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok tenaga kesehatan gigi dan kelompok guru Orkes, murid dan orangtua. Sampel tenaga kesehatan berasal dari 4 puskesmas, 8 guru Orkes dari 8 sekolah dasar, orangtua dan murid, masing-masing 240 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dibantu kuesioner dan angket untuk orangtua murid serta dilakukan pemeriksaan gigi. Analisis data dilakukan dengan uji statistik chi-square dan one-way ANOVA.

Hasil penelitian menunjukkan DMFT 1,50±2,13, sekstan gusi sehat 5,15±1,55, mendekati target pencapaian gigi sehat WHO 2010 yaitu DMFT tidak lebih dari 1 pada usia 12 tahun dan mempunyai >3 sekstan gusi sehat. Rerata OHIS siswa 1,11±0,80 termasuk kategori baik. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara sarana/prasarana dan tenaga pelaksana dengan cakupan pelayanan UKGS. Tidak ada hubungan antara sarana/prasarana dengan rerata DMFT, namun ada hubungan dengan rerata status periodontal dan OHIS. Peran tenaga kesehatan dan guru mempunyai hubungan bermakna dengan rerata DMFT dan rerata status periodontal (p<0,05) serta sangat bermakna dengan OHIS (p<0,001). Ada hubungan antara peran orangtua dengan status kesehatan gigi mulut (rerata DMFT, status periodontal dan OHIS) (p<0,05).

Disarankan pihak pengelola program pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang agar bekerja sama dengan pihak terkait lainnya dalam menyusun Kebijakan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang terintegrasi dengan Usaha Kesehatan


(6)

Sekolah (UKS) dalam upaya pengembangan program peningkatan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada siswa sekolah dasar.


(7)

ABSTRACT

Up to now, dental caries and gingivitis are the most common oral health problem among children in the developing countries including Indonesia. The program of Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) is the activities done to minimize the problem of oral and dental health developing in primary school students. The data that the obtained from the Profile of Aceh Tamiang Disctrict Health Office 2006 showed that the coverage of the UKGS from 2004 to 2007 decreased in almost all health center. In 2004, the coverage of the schools which implemented the UKGS program was 44.57% while in 2007 it was only 27.70%.

The purpose of this study with cross-sectional design is to analyze the relationship between management factors and UKGS officers and UKGS coverage and the dental health status of primary school students in Aceh Tamiang Regency. The population of this study consisted of two groups comprising the group of dental health workers and the group of physical education teachers, primary school students, and parents. The samples for this study were the health workers from 4 health center, 8 physical education teachers from 8 primary schools, 240 parents and 240 primary school students. The data for this study were obtained through interviews using questionaires and anquette distributed in the primary school students’ parents, and the result of dental examination done. The data obtained were analyzed through Chi-squares test and one-way ANOVA.

The results of univariate analysis showed that the DMFT 1.50±2.13, healthy gum sextant 5.15±1.55, approaching the target of healthy teeth achievement set by WHO for 2010 stating that, for the children of 12 years old, the DMFT cannot be more than 1 and haved more than 3 healthy gum sextant. The average OHIS of the primary school children belonged to good category (1.11 ± 0.80). The result of statistical analysis showed that there was relationship between facility/infra structure and the UKGS service covered. There was no relationship between facility/infra structure and the average DMFT, but there was a relationship between average periodontal status and OHIS. The role of dental health workers and teachers had a significant relationship with the average DMFT and the average periodontal status (p<0,05) and a very significant relationship with OHIS (p<0,001). There were relationship between the role of parents and the oral and dental health status (average DMFT, periodontal status and OHIS) (p<0,05).

It is suggested that the program manager of Aceh Tamiang District Health Officer to cooperate with the other related agencies in making the policy for the UKGS which is integrated to Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) in the attempt of the development of oral and dental health care improvement program for the primary school students.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Dengan mengucap syukur Alhamdullillah atas berkat rahmat dan ridho yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul “Hubungan Faktor Manajemen dan Tenaga pelaksana UKGS Dengan Cakupan Pelayanan UKGS Serta Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kab. Aceh Tamiang Tahun 2009”.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini selain atas upaya penulis, juga tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, MSi selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM, selaku ketua komisi Pembimbing dan dr. Fauzi, SKM, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Trimurni Abidin, drg., M. Kes., Sp. KG (K) dan Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K), selaku


(9)

komisi pembanding yang telah memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada drg. Ida Sophia, MKes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, keluarga besar puskesmas Karang Baru, Kuala Simpang, Manyak Payed dan Bendahara, Kepala Sekolah, guru dan murid-murid SD Muka Sungai Kuruk, SDN Lhok M Ara, SDN Glg Merak, SDN Kuta Lintang, SDN K. Simpang, SDN KP Pahlawan, SDN Matang Tepah, dan SDN Tugu Upah dan semua pihak yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua saya Alm. M. Yusuf Ririmasse dan Alm. Hj. Syafiah sebagai narasumber kehidupan saya dan kepada suami tercinta Novelly Harahap, yang selalu mendampingi, memberikan bantuan baik moril maupun materiil serta doanya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada anak-anakku M. Habib Octanial Hrp, Ovie Vellycia Hrp, Sheyna Audrie Hrp, dan M. Hafiz Hrp, atas dukungan, pengertian dan doa-doanya.

Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekhilafan selama mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara ini. Semoga amalan yang telah diberikan kepada penulis dapat diberikan balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Agusuts 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nur Amaniah, lahir pada tanggal 28 Oktober 1963 di Medan, anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda Alm. H. M. Yusuf Ririmasse dan ibu Alm. Hj. Syafiah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Swasta Medan Putri di Medan, selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Swasta di Nasional Khalsa di Medan, selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Atas Negeri 4 di Medan, selesai tahun 1983 dan melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan, selesai tahun 1994.

Penulis mulai bekerja sebagai dokter gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT) tahun 1995-1998 di Puskesmas Kota Datar, Kab. Deli Serdang, Sumut dan tahun 1999-2002 sebagai dokter gigi di Puskesmas Tanjung Langkat, Kab. Langkat, Sumut. Tahun 2003 diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Nanggroe Aceh Darussalam, ditempatkan sebagai staf di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang.

Pada tanggal 1 November 1987 penulis menikah dengan Novelly Harahap, anak dari Alm. M. Said Harahap dan Nasmi Diana Lubis dan sudah dikaruniai dua orang putera dan dua orang puteri.

Tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S-2 Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... ... v DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Hipotesis ... 7

1.5Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah ... 9

2.2 Manajemen UKGS ... 13

2.3 Kinerja Program UKGS ... 15

2.4 Status Kesehatan Gigi dan Mulut ... 20

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Gigi ... 22

2.6 Landasan Teori ... 26

2.7 Kerangka Konsep Penelitian ... 30


(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.6 Metode Pengukuran ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.2 Karakteristik Responden ... 44

4.3 Manajemen UKGS ... 46

4.4 Peran Tenaga Pelaksana UKGS ... 48

4.5 Cakupan Pelayanan UKGS ... 53 4.6 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar .. 54

4.7 Hubungan Sarana/Prasarana dengan Cakupan Pelayanan

UKGS ... 56

4.8 Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Cakupan

Pelayanan UKGS ... 57

4.9 Hubungan Faktor Sarana/Prasarana dengan Status Kesehat- an Gigi ... 58

4.10Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Status Kesehat- an Gigi ... 60

4.11Hubungan Peran Orangtua dengan Status Kesehatan Gigi

dan Mulut ... 62


(13)

5.1 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar

di Kabupaten Aceh Tamiang ... 64

5.2 Hubungan Faktor Sarana/Prasarana dengan Cakupan

Pelayanan UKGS ... 64

5.3 Hubungan Faktor Sarana/Prasarana dengan Status

Kesehatan Gigi dan Mulut ... 65

5.4 Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Cakupan

Pelayanan UKGS ... 66

5.5 Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Status

Kesehatan Gigi dan Mulut ... 67

5.6 Hubungan Peran Orangtua dengan Status Kesehatan

Gigi dan Mulut ... 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kriteria Penilaian Indeks Oral Debris ... 19

2.2. Kriteria Pengukuran Indeks Kalkulus ... 20

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten

Aceh Tamiang tahun 2009 ... 45

4.2. Distribusi Responden Orangtua Murid Berdasarkan Pendidikan

Terakhir di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009 ... 45

4.3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana UKGS di Puskesmas Kabupaten

Aceh Tamiang ... 46

4.4. Kategori Ketersediaaan Sarana dan Prasarana UKGS di Puskesmas

Kabupaten Aceh Tamiang ... 46

4.5. Ketersediaan Biaya Operasional untuk Pelaksanaan UKGS di Pus-

kesmas Kabupaten Aceh Tamiang ... 47

4.6. Kategori Ketersediaan Biaya Operasional UKGS di Puskesmas

Kabupaten Aceh Tamiang ... 47

4.7. Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan UKGS di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang ... 49

4.8. Kategori Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan

UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang ... 50


(15)

Di Kabupaten Aceh Tamiang ... 51

4.10. Kategori Peran Guru Orkes di Sekolah dalam Pelaksanaan Kegiat-

an UKGS di Kabupaten Aceh Tamiang ... 52

4.11. Peran Orangtua dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak di

Kabupaten Aceh Tamiang ... 52

4.12. Kategori Peran Orangtua dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak

di Kabupaten Aceh Tamiang ... 53

4.13. Kategori Cakupan Pelayanan UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh

Tamiang ... 54

4.14. Rerata DMFT Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang .. 55

4.15. Rerata Status Periodontal Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh

Tamiang ... 55

4.16. Rerata Status Kebersihan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kabupaten

Aceh Tamiang ... 56

4.17. Hubungan Sarana/Prasarana dengan Cakupan Pelayanan UKGS di

Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang ... 57

4.18. Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Cakupan Pelayanan

UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang ... 58

4.19. Hubungan Sarana/Prasarana dengan Rerata DMFT Murid

Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 59

4.20. Hubungan Sarana/Prasarana dengan Status Periodontal Murid

Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 59


(16)

Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 60

4.22. Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Rerata DMFT Murid

Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 60

4.23. Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Status Periodontal

Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 61

4.24. Hubungan Peran Tenaga Pelaksana dengan Status Kebersihan

Mulut Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 62

4.25. Hubungan Peran Orangtua dengan Rerata DMFT Murid Sekolah

Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 62

4.26. Hubungan Peran Orangtua dengan Status Periodontal Murid

Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 63

4.27. Hubungan Peran Orangtua dengan Status Kebersihan Mulut Murid

Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tamiang ... 63

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Hubungan 3 Komponen dalam Status Kesehatan Gigi Anak

(Wright, 1987) ... 23 1.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 30


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner untuk Petugas Kesehatan Gigi

(Puskesmas yang Ada Dokter Gigi) ... 77

2. Kuesioner Cakupan Pelayanan UKGS ... 79

3. Kuesioner untuk Guru Orkes ... 80

4. Angket untuk Orangtua ... 81

5. Kuesioner untuk Murid ... 82

6. Kuesioner untuk Petugas Kesehatan Gigi

(Puskesmas yang Tidak Ada Dokter Gigi) ... 84

7. Kuesioner Cakupan Pelayanan UKGS ... 86

8. Kuesioner untuk Guru Orkes... 87

9. Angket untuk Orangtua ... 88

10. Kuesioner untuk Murid ... 89

11. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas... 91

12. Master Data Responden... 92


(18)

13. Output SPSS (Deksriptif) ... 109

14. Output SPSS (Chi-square dan Anova) ... 117

15. Output Uji Validitas dan Reliabilitas ... 128

16. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 133

17. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang ... 134


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% anak mengalami karies dan 80% menderita gingivitis. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota dan pada anak-anak golongan ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh pada derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka (Irmawati & Satiti, 2001, DepKes RI, 2000).

Di Indonesia, berbagai penelitian kesehatan gigi dan mulut menunjukkan tingginya prevalensi dan keparahan penyakit karies dan penyakit periodontal. Data penelitian morbiditas dan disabilitas menunjukkan prevalensi pengalaman karies (DMFT) cenderung meningkat dengan bertambahnya umur yaitu 43,9% umur 12 tahun dengan DMFT 1,1 sampai mencapai 80,1% pada usia 35-44 tahun dengan DMFT 4,7 (SKRT, 2001). Data SKRT (2004) menyatakan bahwa prevalensi karies sudah mencapai 90,06%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMFT 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun (Riskesdas, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triapnya (cit. Utoyo) pada anak usia 12 tahun di Denpasar menunjukkan bahwa 82% anak mengalami gingivitis ringan, 12% mengalami gingivitis sedang dan 6% gingivitis berat. Persentase karies gigi pada anak


(20)

usia 6-14 tahun Panti Karya Pungal di Binjai, Sumatera Utara yang dilakukan oleh Octiara (2001) dilaporkan sebesar 64,59% dengan DMFT rata-rata 1,6 dan indeks OHIS 2,37 yang termasuk kriteria sedang. Hal ini mungkin disebabkan karena masih rendahnya persentase anak-anak menyikat gigi dengan waktu yang tepat yaitu hanya 4,16% yang menyikat gigi sesudah sarapan dan 10,41% yang mempunyai kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur malam.

Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan Oral Health Global Indicators for year 2025, yang salah satunya adalah nilai DMFT pada anak usia 12 tahun tidak boleh lebih dari 1 (Axelsson, 1999). Ketetapan ini dianut oleh Departemen Kesehatan yang telah membuat indikator kesehatan gigi dan mulut dengan melihat status kesehatan gigi anak usia 12 tahun yang disesuaikan dengan target pada tahun 2010 yaitu rerata DMF = 1, prevalensi karies gigi <50% dan nilai Indeks Performed Treatment (PTI) = 50% (Depkes RI, 1999).

UKGS adalah upaya kesehatan yang sangat relevan dalam pelaksanaan upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut. UKGS ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh peserta didik di sekolah yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi peserta didik yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut (DepKes RI, 2004). Pemerintah juga telah mencanangkan ”Indonesia Sehat 2010” sebagai paradigma baru, yaitu paradigma sehat melalui pendekatan promotif dan preventif dalam mengatasi permasalahan kesehatan di masyarakat termasuk kesehatan gigi dan mulut. Mengingat hakekat upaya kesehatan yaitu tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah


(21)

satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional, sudah selayaknya kita sebagai tenaga kesehatan bertanggung-jawab penuh untuk mewujudkan program UKGS sebagai salah satu program pemerintah (DepKes RI, 2000; DepKes RI, 2004).

Usaha untuk mengatasi masalah karies dan gingivitis melalui kegiatan UKGS di puskesmas belum dapat meminimalkan masalah kesehatan gigi di Indonesia, malah diperkirakan peningkatan kasus karies dan gingivitis akan terus terjadi sejalan dengan kenaikan konsumsi gula, adanya faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, dan faktor perilaku kesehatan gigi masyarakat Indonesia. Walaupun tidak menimbulkan kematian, kerusakan gigi dan jaringan pendukung gigi dapat menurunkan tingkat produktivitas seseorang, karena dari aspek biologis akan dirasakan sakit atau gigi goyang, sehingga aktivitas belajar, makan dan tidur terganggu. Selain itu, dari aspek estetispun dapat menimbulkan masalah psikososial. Apabila tidak segera dilakukan upaya pencegahan, dengan meningkatnya umur, kerusakan gigi dan jaringan pendukungnya akan menjadi lebih berat, bahkan dapat mengakibatkan terlepasnya gigi pada usia muda, sehingga diperlukan biaya perawatan gigi yang semakin mahal (WHO Oral Health Report 2003).

Menurut Debnath (2002) ada empat faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan program kesehatan gigi yaitu melakukan seleksi orang-orang yang akan bertanggung jawab dalam pendidikan kesehatan gigi, mengikut-sertakan orangtua yang dapat memberikan bantuan latihan kesehatan gigi di rumah, mengidentifikasi dan menggunakan sumber daya kesehatan masyarakat dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program.


(22)

Robinson (cit. Debnath, 2002) mengidentifikasi bahwa orang tua adalah variabel intervensi yang paling persuasif dalam program kesehatan gigi di sekolah. Ia juga menyatakan bahwa orangtua mempunyai pengaruh langsung terhadap kebiasaan berperilaku sehat sehingga harus dilibatkan dalam program tersebut. Perry dkk.(cit. Debnath, 2002) telah membuktikan efektivitas kerjasama sekolah (dalam hal ini guru), orang tua dan tenaga kesehatan terhadap perubahan perilaku kesehatan anak.

Salah satu keuntungan sekolah berbasis program kesehatan adalah memberi kesempatan untuk menjangkau lebih banyak anak selama masa awal perkembangan yaitu pada saat pola kesehatan masih dapat dirubah atau dimodifikasi. Keadaan sekolah juga memberikan suasana yang mendukung untuk belajar (learning) dan menguatkan (reinforcement) sehingga guru dapat menggunakan strategi/metode baru untuk mengajak anak-anak berpartisipasi dalam tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut (Debnath, 2002).

Pada dasarnya, manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan termasuk kegiatan UKGS di mana orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa manajemen maka semua usaha ataupun kegiatan untuk mencapai tujuan akan sia-sia belaka. Dalam pelaksanaannya, program penyelenggaraan UKGS juga harus didukung oleh manajemen (sarana/prasarana dan biaya operasional) yang memadai agar rangkaian kegiatan UKGS berjalan secara sistematis untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien (DepKes RI, 2004). UKGS harus didukung oleh sarana/prasarana yang minimal dapat menunjang pelaksanaan prevensi primer dan peralatan pemeriksaan gigi untuk screening sedangkan biaya yang dimaksudkan adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan


(23)

atau memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Masalah kesehatan gigi seperti yang diuraikan di atas cenderung relatif merata di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Aceh Tamiang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan kabupaten baru yaitu pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Sejak tanggal 2 Juli 2002, Kabupaten Aceh Tamiang resmi menjadi kabupaten otonom yang terus berbenah dengan segala sarana dan prasarana yang dimiliki untuk mendukung terlaksananya pemerintahan. Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang dilaporkan sebanyak 223.904 jiwa terdiri atas 8 kecamatan dengan 10 puskesmas dan sarana penunjang kesehatan, 1 rumah sakit dan 1 buah klinik swasta.

Data Profil Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Aceh Tamiang 2006 menunjukkan bahwa cakupan UKGS dari tahun 2004 sampai 2007 terlihat menurun hampir di seluruh puskesmas. Pada tahun 2004 terlihat bahwa cakupan sekolah yang menjalankan kegiatan UKGS sebesar 44,57%, sedangkan pada tahun 2007 hanya 27,70%. Tidak berjalannya kegiatan UKGS secara merata di puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya operasional) dan tenaga pelaksana program UKS/UKGS yaitu keterlibatan petugas kesehatan, guru dan orang tua.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan UKGS yaitu manajemen (sarana/prasarana dan biaya operasional) dan tenaga pelaksana UKGS dalam hubungannya dengan cakupan pelayanan UKGS. Penilaian cakupan pelayanan UKGS ditentukan oleh status kesehatan gigi dan mulut peserta didik sehingga penelitian ini juga ditujukan untuk


(24)

melihat hubungannya dengan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar di Kabupaten Aceh Tamiang.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, hal berikut ini menjadi latar belakang permasalahan yaitu:

1. Apakah ada hubungan faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya) dan tenaga pelaksana UKGS dengan cakupan pelayanan UKGS?

2. Apakah ada hubungan faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya) dan tenaga pelaksana UKGS dan orangtua dengan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor manajemen (sarana/prasarana, biaya) dan peran tenaga pelaksana UKGS dan orangtua dalam menjalankan program UKGS.

2. Menganalisis cakupan pelayanan UKGS (sekolah yang melaksanakan sikat gigi masal, siswa terpilih yang mendapat mendapat perawatan dan frekuensi kunjungan petugas kesehatan ke sekolah) dan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar (DMFT, status periodontal dan OHIS). 3. Menganalisis hubungan faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya)


(25)

4. Menganalisis hubungan faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya), tenaga pelaksana UKGS dan orangtua dengan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar (DMFT, status periodontal dan OHIS).

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya) dan tenaga pelaksana dengan cakupan pelayanan UKGS.

2. Ada hubungan antara faktor manajemen (sarana/prasarana dan biaya), tenaga pelaksana UKGS dan orangtua dengan status kesehatan gigi dan mulut (DMFT, status periodontal dan OHIS) murid sekolah dasar.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang dalam mengambil kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah.

2. Sebagai masukan atau sumber informasi bagi pengelola program dalam membuat rencana intervensi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di seluruh puskesmas di wilayah kerjanya.

3. Memperkaya pengembangan konsep di bidang Ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, secara khusus dalam pengembangan pola kesehatan.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gigi dan mulut mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, walaupun demikian, masih banyak orang yang tidak tahu bahwa rongga mulut adalah organ yang berperan penting bagi kesehatan tubuh. Beberapa ahli menyatakan bahwa kesehatan rongga mulut merupakan bagian integral dari kesehatan umum (Peterson, 2003; Richmond et al., 2007). Rongga mulut dikatakan sehat tidak hanya bila mempunyai susunan gigi yang cantik, rapi dan teratur saja tetapi juga harus bebas dari bau mulut, rasa sakit oro-fasial kronis, kanker, lesi oral dan penyakit atau gangguan lain yang melibatkan gigi, mulut dan sistem stomatognasi. Selain berfungsi untuk berkomunikasi secara efektif, rongga mulut yang sehat memungkinkan seseorang menikmati berbagai jenis makanan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang dalam domain yang saling berkaitan meliputi gejala rasa sakit di rongga mulut, fungsi fisik, psikis dan fungsi sosialnya (Naito, 2006). Namun sayangnya, masalah kesehatan gigi dan mulut masih menjadi prioritas kedua terutama bagi masyarakat Indonesia.

Kesehatan gigi dan mulut harus dipelihara sejak dini terutama pada anak-anak. Karies dan penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang dilaporkan mempunyai prevalensi yang tinggi pada anak-anak sehingga perlu mendapat perhatian. Apabila tidak ditangani segera, penyakit ini lama kelamaan dapat menimbulkan nyeri dan rasa sakit, kehilangan gigi bahkan menjadi pemicu timbulnya


(27)

berbagai penyakit berbahaya. Beberapa studi melaporkan adanya hubungan antara penyakit gigi dengan penyakit jantung koroner, aterosklerosis, pneumonia, diabetes dan kelahiran prematur. Hal ini menunjukkan pentingnya tindakan pencegahan dan perawatan kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat terhindar dari komplikasi penyakit gigi yang membahayakan (Panjaitan, 1997; DepKes RI, 2000).

Kesehatan gigi anak memegang peranan pada pertumbuhan dan kesehatan anak. Apabila timbul penyakit gigi dan mulut pada anak, maka proses tumbuh kembang anak juga berpengaruh. Selain itu, kemampuan belajar juga menurun sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar (Media Online, 2001).

2.1. Pendekatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)

Dalam upaya pembinaan kesehatan dan pengembangan IPTEK bidang kesehatan menuju ‘Paradigma Sehat 2010’, aspek kesehatan gigi mulut tidak dapat diabaikan. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah suatu komponen Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang merupakan suatu paket pelayanan asuhan sistematik dan ditujukan bagi semua murid sekolah dasar dalam bentuk paket promotif, promotif-preventif dan paket optimal. Upaya promotif dan promotif-promotif-preventif paling efektif dilakukan pada anak sekolah dasar karena upaya peningkatan kesehatan harus sedini mungkin dan dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan. Di samping itu, kelompok ini juga lebih mudah dibentuk mengingat anak sekolah dasar selalu di bawah bimbingan dan pengawasan para guru sehingga pada kelompok ini sangat potensial untuk ditanamkan kebiasaan berperilaku hidup sehat (DepKes RI, 2000). Dalam SK MenKes RI no. 128/MKes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat DepKes RI dinyatakan bahwa UKGS merupakan program


(28)

pengembangan yang mana segala upaya peningkatan dan pengembangan kesehatan di sekolah diupayakan melalui Tim Pembina UKS Pusat dan Tim Pembina UKS di daerah secara berjenjang. Hasil penelitian maupun pengamatan yang dilakukan empat departemen terkait dalam program UKS (Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri) menyimpulkan bahwa secara umum prinsip hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik belum mencapai tingkat yang diharapkan yang salah satunya ditinjau dari aspek kesehatan gigi (Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah, 2003).

Program UKGS dimulai tahun 1951 dan ditujukan tidak hanya untuk anak usia sekolah di lingkungan sekolah saja tetapi juga menjangkau mereka yang berada di luar lingkungan sekolah (tidak sekolah) maupun anak cacat fisik dan mental di usia tersebut. Pada awalnya, sasaran UKGS di lingkungan sekolah anak sekolah di tingkat pendidikan dasar (STPD) yaitu dari usia 6-14 tahun, namun sejak Pelita IV diperluas sampai usia 18 tahun. Untuk pemerataan jangkauan UKGS, penerapan UKGS disesuaikan dengan paket-paket UKS yaitu: UKGS Tahap I/Paket Minimal UKS diselenggarakan oleh guru orkes dan guru Pembina UKS, UKGS Tahap II/Paket Standar UKS diselenggarakan oleh guru dan tenaga kesehatan puskesmas dan UKGS Tahap III/Paket Optimal UKS yang diselenggarakan oleh guru, tenaga puskesmas dan tenaga kesehatan gigi (DepKes RI, 2004).

Untuk pemerataan jangkauan UKGS dan adanya target kesehatan gigi dan mulut tahun 2010 yang harus dicapai, maka diterapkan strategi pentahapan UKGS yang disesuaikan dengan paket-paket UKS sebagai berikut (DepKes RI, 2004):


(29)

1. UKGS tahap I/Paket Minimal UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD dan MI yang belum ter- jangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi. Tim Pelaksana UKS di SD/MI melaksanakan kegiatan yaitu:

a. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru penjaskes/guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku. b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat

gigi masal minimal untuk kelas I, II, dan III dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali sebulan.

2. UKGS tahap II/Paket Standar UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD dan MI sudah terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang terbatas. Kegiatannya meliputi:

a. Pelatihan kepada guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut secara terintegrasi.

b. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru Orkes/Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut untuk murid SD/MI dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi masal pada kelas I, II dan III dengan pasta mengandung fluor minimal 1 kali sebulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal.


(30)

f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan. g. Rujukan bagi yang memerlukan.

3. UKGS tahap III/Paket Optimal UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid yang sudah terjangkau tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai. Pada tahap ini digunakan sistem incremental dan pemeriksaaan ulang status kesehatan gigi setiap 2 tahun sekali untuk gigi tetap kelas III dan V. Kegiatannya meliputi:

a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut secara terintegrasi.

b. Pendidikan dan Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru penjaskes/guru Pembina UKS sesuai kurikulum yang berlaku.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut untuk murid SD/MI dengan melaksanakan sikat gigi masal kelas I–VI dengan memakai pasta gigi mengandung fluor minimal 1 kali sebulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk murid kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal.

e. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I-VI (care on demand).

f. Pelayanan medik gigi dasar pada kelas terpilih sesuai kebutuhan untuk kelas I, III, V dan VI (treatment need).


(31)

2.2. Manajemen UKGS

Menurut Susilo (cit. Pintauli, 2003), manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi tidak terkecuali puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi yang fungsional. Tanpa manajemen maka semua usaha ataupun kegiatan untuk mencapai tujuan akan sia-sia belaka. Pada dasarnya, manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan organisasi dimana orang-orang bekerja sama dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

2.2.1. Sarana dan Prasarana

Untuk dapat melakukan pekerjaan pengorganisasian dengan baik perlu dipahami berbagai prinsip pokok yang terdapat dalam organisasi antara lain mempunyai pendukung. Menurut Depkes RI (2000), UKGS harus didukung oleh sarana/prasarana yang minimal dapat menunjang pelaksanaan prevensi primer dan peralatan pemeriksaan gigi sederhana yang secara bertahap akan ditingkatkan sesuai dengan mutu pelayanan. Selain itu, harus tersedia alat peraga untuk kegiatan promotif. Berdasarkan penelitian Lubis (2005), disimpulkan bahwa keterbatasan sumber daya puskesmas untuk pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dan UKGS menyebabkan kurang berjalannya program UKGS.

2.2.2. Biaya Operasional

Biaya operasional juga diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program UKGS sehingga dapat meminimalkan kegiatan program. Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan


(32)

kesehatan. Dalam pelaksanaan UKGS, biaya dapat diperoleh dari pemerintah dan sumber lain yang tidak mengikat berupa dana sehat, sistem asuransi atau swadana dari masyarakat (DepKes RI, 2004).

Untuk dapat melakukan kegiatan pelayanan kesehatan gigi promotif dan preventif dengan baik melalui kerjasama yang saling menguntungkan antara tenaga petugas UKGS dengan komite sekolah, ada tahapan yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan sebagai pelaksana yaitu organisasi, perencanaan dan persiapan. Banyak pelaku usaha berpandangan bahwa kesuksesan sebuah organisasi usaha tergantung pada modal dan aset yang dimiliki, namun yang paling penting adalah sumber daya manusia yang memiliki kemampuan prima dan relevan dengan bidang dan profesinya (Buletin Pengembangan & Pemberdayaan SDM Kesehatan, 2004), sedangkan untuk mengembangkan kegiatan pelayanannya, pada hakekatnya meliputi dua aspek yaitu:

1. Aspek peningkatan mutu

Pola pengembangan pelayanan melalui peningkatan mutu pada dasarnya adalah melakukan perbaikan terhadap pelaksanaan UKGS yang meliputi unsur-unsur kegiatan operasional administratif dan teknis antara lain perbaikan mutu tenaga, alat dan bahan serta pembiayaan opersional untuk program itu sendiri.

2. Aspek peningkatan cakupan

Untuk memperluas cakupan pelayanan dapat dilakukan dengan cara perbaikan terhadap hubungan lintas sektor dan lintas program terkait, sehingga pelaksanaan UKGS di SD/MI dapat dikembangkan ke SMP yang berdekatan. Aspek peningkatan cakupan terdiri atas pembinaan (administrasi, teknik dan sosial) dan monitoring serta


(33)

evaluasi sebagai kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terus menerus untuk melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Evaluasi minimal dilakukan pada setiap semester dengan melakukan analisis monitoring terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk program UKGS diharapkan adalah sesuai dengan target yang ditetapkan oleh DepKes (1999) yang meliputi laporan cakupan sikat gigi masal, laporan cakupan SD binaan dan laporan cakupan siswa selektif yang mendapat perawatan.

Evaluasi merupakan bagian terpenting dari proses manajemen, karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik terhadap suatu program dari suatu kegiatan termasuk program kesehatan gigi. Tanpa adanya evaluasi, sulit diketahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan telah mencapai tujuan atau belum. Menurut Notoatmojo, evaluasi adalah membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoatmojo, 1997). Untuk upaya kesehatan gigi dan mulut digunakan isitlah pemantauan dan evaluasi atau penilaian. Evaluasi juga diartikan sebagai pengukuran pencapaian tujuan dan target mulai dari kebijaksanaan dan perencanaan yang hakekatnya merupakan hasil pelaksanaan dari perencanaan itu sendiri.

2.3. Kinerja Program UKGS

Kinerja program UKGS dapat dianalisis berdasarkan pendekatan cakupan pelayanan UKGS dan pendekatan status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar.


(34)

2.3.1 Cakupan Pelayanan UKGS

Cakupan pelayanan UKGS diharapkan sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Depkes (1999) yang meliputi cakupan sekolah yang melaksanakan UKGS, cakupan sekolah yang melaksanakan sikat gigi masal, cakupan siswa selektif yang mendapat perawatan dan cakupan frekuensi pembinan petugas UKGS ke sekolah.

2.3.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit masyarakat yang dapat menyerang semua golongan umur. Apabila tidak dirawat/diobati dapat menjadi semakin parah karena adanya sifat progresif. SKRT 2001 menginformasikan bahwa pengalaman karies anak usia 10 tahun sebesar 5,3. Ini berarti bahwa jumlah kerusakan gigi rata-rata per orang 5 gigi mengalami kerusakan dan akan meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Status kesehatan gigi meliputi pemeriksaan karies dan kondisi penyakit periodontal oleh karena kedua penyakit ini yang terbanyak dialami masyarakat di Indonesia (DepKes RI, 2004).

Berdasarkan pemeriksaan klinis dijumpai persentase dan rata-rata gigi berlubang lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang sudah ditambal (F), persentase dan rata-rata gigi indikasi cabut (Mi) lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang sudah dicabut (Me), di samping itu kondisi penyakit periodontal terlihat sekstan sehat >3 persentasenya masih rendah menurut hasil penelitian Ramola (2006).

1. Indeks DMFT

Untuk mengetahui kinerja program UKGS maka dilakukan pemeriksaan terhadap murid- murid yang berusia 12 tahun yaitu kelas 6 yang ditentukan sebagai indikator derajat kesehatan gigi dan mulut tahun 2010 adalah apabila indeks


(35)

DMFT<2. Keadaan klinis dan keparahan penyakit karies gigi dapat ditunjukkan melalui indeks karies. DMF rata-rata adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa.

Index Decayed, Missing dan Filled Teeth (DMFT) terdiri atas:

a. Komponen D (decayed) yang meliputi gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal.

b. Komponen M (missing) terdiri atas Mi (Missing indicated) yaitu gigi tetap dan lesi karies yang tak dapat ditambal lagi dan harus dicabut, Me (missing extracted) yaitu gigi tetap dengan lesi karies yang tak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

c. Komponen F (filled) yaitu gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal sempurna.

2. Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN)

Gambaran tingkat kondisi jaringan periodontal, baik macam maupun besarnya kebutuhan perawatan dapat diketahui melalui indeks CPITN. Ada beberapa prinsip kerja CPITN yaitu:

a. Indikator

Ada tiga indikator untuk status periodontal yang digunakan untuk penilaian: 1. Ada/tidaknya perdarahan gusi

2. Kalkulus supra atau sub-gingiva

3. Saku periodontal, terbagi atas dangkal (4-5 mm) dan dalam (6 mm atau lebih)


(36)

Digunakan suatu sonde yang dirancang khusus, ringan dengan ujung berbentuk bola dengan garis tengah 0,5 mm, yang mempunyai garis hitam terletak antara 3,5 dan 5,5 mm dari ujung bola disebut WHO periodontal Examining Probe.

b. Sekstan

Terdapat sekstan yang meliputi 6 buah sekstan yaitu: Sekstan 1: gigi 4,5,6,7 kanan rahang atas

Sekstan 2: gigi 1,2,3 kanan rahang atas dan gigi 1,2,3 kiri rahang atas Sekstan 3: gigi 4,5,6,7 kiri rahang atas

Sekstan 4; gigi 4,5,6,7 kanan rahang bawah

Sekstan 5: gigi 1,2,3 kanan rahang bawah dan gigi 1,2,3 kiri rahang bawah Sekstan 6: gigi 4,5,6,7 kiri rahang bawah

Suatu sekstan hanya diperiksa bilamana di sekstan tersebut terdapat dua gigi atau lebih dan tidak indikasi pencabutan. Bila tinggal sebuah gigi saja pada suatu sekstan, gigi tersebut dimasukkan ke sekstan di dekatnya.

c. Gigi Indeks

Untuk orang-orang muda sampai dengan 19 tahun hanya enam gigi yang diperiksa yaitu gigi molar atas kanan (16), insisivus atas kanan (11), molar atas kiri (26), molar bawah kiri (36), insisivus bawah kiri (31), dan molar bawah kanan (46). Hal ini untuk mencegah tercatatnya saku gusi palsu (false pocket) sehubungan dengan erupsi gigi molar kedua. Untuk alasan yang sama bilamana pemeriksaan dilakukan pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, maka tidak dilakukan pencatatan, dalamnya saku gusi/poket, hanya dilakukan pencatatan atas ada/ tidaknya pendarahan atau karang gigi saja.


(37)

3. Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)

Indeks oral higiene dapat ditentukan dari jumlah gigi yang diperiksa yaitu hanya 6 buah gigi tertentu dengan permukaan yang diperiksa tertentu pula.

bukal labial bukal 6 1 6 6 1 6 lingual labial lingual

Apabila salah satu gigi tersebut di atas tidak ada, dapat diganti dengan gigi tetangganya. Indeks oral higiene ini dapat diukur bila paling sedikit ada 2 gigi dari 6 gigi yang ditentukan. Gigi yang diperiksa/diukur adalah gigi-gigi yang sudah erupsi sempurna.

Indeks oral higiene terdiri atas indeks oral debris dan indeks kalkulus.

a. Indeks Oral Debris

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat diatas permukaan gigi yang terdiri atas musin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Kriteria Penilaian Indeks Oral Debris

Skor Kriteria

0 Tidak ada debris atau stain

1 Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Ada extrinsik stain tang tidak tergantung pada luas permukaan gigi yang ditutupi walaupun tanpa debris

2 Debris menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 Debris menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi


(38)

b. Indeks Kalkulus

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati.

Ada dua macam kalkulus :

1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat disebelah oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. 2. Kalkulus subgingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual

dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur dengan darah.

Tabel 2.2.Kriteria Pengukuran Indeks Kalkulus

Skor Kriteria

0 Tak ada karang gigi

1 Karang gigi supra gingiva yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 Karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 1/3 tapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau adanya bercak karang gigi sub gingiva yang tidak melingkari leher gigi.

3 Karang gigi supra gingiva yang menutupi lebih dari 2/3 dari permukaan gigi dan/atau karang gigi sub gingiva yang dengan tidak putus-putus mengelilingi bagian leher gigi.

2.4. Status Kesehatan Gigi dan Mulut

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit masyarakat yang dapat menyerang semua golongan usia, yang mempunyai sifat progresif bila tidak


(39)

dirawat/diobati akan makin parah. Hasil studi morbiditas SKRT-Susenas 2001 menunjukkan dari prevalensi 10 kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat, maka penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama (SKRT 2001, DepKes, 2004).

Hasil studi SKRT 2001 menyatakan 52,3% penduduk usia 10 tahun ke atas mengalami karies gigi yang belum ditangani. Prevalensi karies umur 10 tahun ke atas adalah 71,2% dengan catatan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada umur lebih tinggi, pendidikan lebih rendah, serta status ekonomi lebih rendah. Hal yang memprihatinkan dalam SKRT 2001 adalah motivasi untuk menambal gigi masih sangat rendah yaitu 4-5%, sementara besarnya kerusakan yang belum ditangani di mana memerlukan penambalan dan atau pencabutan mencapai 82,5%. Berdasarkan SKRT 2001, rata-rata 16 gigi dicabut pada umur 65 tahun ke atas.

Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok 12 tahun merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran pengalaman karies yang menurut WHO dinyatakan dengan indeks DMFT. Profil Kesehatan Gigi di Indonesia (2001) memperlihatkan skor DMFT pada kelompok anak usia 12 tahun adalah 2,69. Selain DMFT, WHO juga menjadikan indikator status kesehatan gigi di suatu negara dengan prevalensi penyakit periodontal anak usia 8-14 tahun. Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Republik Indonesia diperoleh angka 60% pada anak usia 8 tahun dan 90% pada anak usia 14 tahun. Selain itu dilaporkan pada penduduk usia 10 tahun ke atas, 46% mengalami penyakit periodontal, dan prevalensi ini semakin tinggi pada umur yang lebih tinggi. Kondisi ini dihubungkan dengan perilaku terhadap


(40)

kesehatan gigi yang kurang baik. Apa yang diuraikan di atas mencerminkan minimnya derajat kesehatan gigi dan mulut anak Indonesia.

Status kesehatan gigi dan mulut dapat digambarkan dengan indikator sebagai berikut (WHO, 1997):

1. Indeks pengalaman karies (DMFT) merupakan indikator dari keadaan gigi yang mengalami kerusakan, hilang atau ditambal akibat adanya karies.

2. Indeks penyakit periodontal merupakan indeks CPITN (WHO) untuk mengukur kondisi jaringan periodontal serta perkiraan kebutuhan perawatannya.

3. Indeks kebersihan mulut yang merupakan indikator untuk melihat kebersihan mulut dengan melihat ada tidaknya debris dan kalkulus.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Gigi

Menurut Murphy, faktor perilaku merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang (Health Bulletin, 2004). Perilaku kesehatan terdiri atas perilaku tertutup seperti pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, dan perilaku terbuka berupa tindakan atau praktek kesehatan seperti menyikat gigi. Mengubah perilaku manusia bukanlah usaha yang mudah. Hal ini disebabkan manusia merupakan individu yang mempunyai sikap, kepribadian dan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Untuk itu, diperlukan kesungguhan dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam mengubah perilaku (Herijulianti dkk, 2002).

Pernyataan ini mendukung apa yang telah diuraikan oleh Wright (1987) dalam kaitannya dengan status kesehatan gigi anak dengan terlibatnya 3 komponen yaitu anak, orangtua/guru dan tenaga kesehatan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk


(41)

segitiga sama sisi yang disebut dengan Paedodontic Treatment Angle.

1. Peran Orangtua

Dalam hubungannya dengan perilaku kesehatan, maka anak-anak mempunyai hubungan yang dekat dengan orangtua terutama ibunya. Umumnya pemeliharaan kesehatan anak-anak bergantung pada ibunya. Kedekatan hubungan ibu dengan anaknya telah dikemukakan oleh Fukuta seperti yang dikutip Budiharto (1998) yang menyatakan bahwa perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dapat digunakan untuk meramalkan status kesehatan gigi anaknya. Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi baik, dapat diramalkan bahwa status kesehatan gigi dan gusi anaknya juga baik. Kebiasaan baik yang ditanamkan oleh ibu kepada anaknya dalam keluarga seperti menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur malam merupakan contoh yang dilakukan dalam lingkungan keluarga dan kebiasaan ini akan menjadi perilaku yang sifatnya menetap pada si anak. Oleh karena itu, dalam komite sekolah sudah seharusnya keterlibatan orangtua diperhitungkan sehingga perubahan perilaku dapat

Anak

Guru/orang tua Tenaga kesehatan


(42)

menjadi tanggung jawab ketiga komponen sumber daya termasuk tenaga keseahatan dan guru (Budiharto, 1998).

2. Peran Guru

Sekolah adalah lembaga formal yang di dalamnya terdapat kurikulum, guru, siswa, metode belajar, media belajar dan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan kegiatan belajar. Diharapkan keterlibatan sekolah dalam pelaksanaan program UKGS khususnya dalam hal ini keterlibatan kepala sekolah/guru. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini dalam pelaksanaan UKGS hanya dilakukan oleh guru bidang olah raga. Kepala sekolah/guru merupakan tokoh yang disegani dan panutan di sekolah sehingga keterlibatannya dalam pelaksanaan UKGS sangat mempengaruhi kesediaan murid dan para orang tua murid dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut di rumah, sekolah dan puskesmas (Astoeti, 2006; Herijulianti dkk, 2002). Ciri-ciri perubahan perilaku yang teridentifikasi dari belajar antara lain (Herijulianti dkk, 2002):

a. Bahwa perubahan itu intensional, yaitu pengalaman atau latihan dilakukan dengan sengaja dan disadari, bukan secara kebetulan.

b. Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan atau berhasil baik dipandang dari segi siswa maupun guru.

c. Bahwa perubahan itu efektif, artinya membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa.

d. Bahwa perubahan itu mempunyai tujuan atau arah sehingga perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai.


(43)

e. Bahwa perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku yaitu perubahan pengetahuan, sikap maupun ketrampilan.

Dalam proses belajar tentu terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Hubungan yang terjalin sebaiknya tidak kaku, guru dapat menempatkan diri secara tepat dan bijak, sehingga guru dapat mengetahui sampai sejauh mana pemahaman materi yang disampaikan serta guru dapat mengetahui kelemahan siswa sekaligus penyebabnya.

3. Peran Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang dilibatkan dalam UKGS adalah dokter gigi dan perawat gigi. Peran tenaga kesehatan dalam pendidikan kesehatan gigi juga dapat merubah perilaku masyarakat dari perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalankan perannya, tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan masyarakat termasuk kepada anak-anak tentang permasalahan yang terjadi dan memberi penjelasan mengenai sebab-sebab timbulnya masalah dan cara mengatasinya. Dalam pelaksanaan UKGS tahap II/paket standar UKS, pelayanan kesehatan gigi dan mulut murid-murid SD/MI sudah harus terjangkau oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan diharapkan dapat melaksanakan kegiatan:

1. Menyusun rencana kegiatan, menentukan target tahunan serta jadwal kegiatan bulanan dan memonitoring program kegiatan UKGS.

2. Membina integrasi dengan unit terkait di tingkat kecamatan, lurah, dan PKK.


(44)

3. Mensosialisasikan program UKGS kepada orang tua murid kelas I 4. Pengarahan kepada dokter kecil dan orang tua murid.

5. Perawat gigi melakukan persiapan lokakarya mini untuk guru SD. 6. Pelayanan medik gigi dasar dan rujukan.

2.6. Landasan Teori

Menurut Debnath (2002), keberhasilan program kesehatan gigi ditentukan dengan melakukan seleksi pada orang-orang yang akan bertanggung jawab dalam pendidikan kesehatan gigi. Robinson (cit. Debnath, 2002) mengidentifikasi bahwa orang tua mempunyai pengaruh langsung terhadap kebiasaan berperilaku sehat sehingga harus dilibatkan dalam program kesehatan gigi di sekolah. Perry dkk.(cit. Debnath, 2002) telah membuktikan efektivitas kerjasama unit sekolah (dalam hal ini guru), orang tua dan tenaga kesehatan terhadap perubahan perilaku kesehatan anak.

Pernyataan ini mendukung apa yang telah diuraikan oleh Wright (1987) dalam kaitannya dengan status kesehatan gigi anak ada 3 peran yang mempengaruhi perilaku anak yaitu:

1. Peran Orangtua

Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi baik, dapat diramalkan bahwa status kesehatan gigi dan gusi anaknya juga baik. Kebiasaan baik yang ditanamkan oleh ibu kepada anaknya dalam keluarga seperti menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur malam merupakan contoh yang dilakukan dalam lingkungan keluarga dan kebiasaan ini akan menjadi perilaku yang sifatnya menetap pada si anak. Oleh karena itu, dalam unit sekolah sudah seharusnya keterlibatan orang tua diperhitungkan


(45)

sehingga perubahan perilaku dapat menjadi tanggung jawab ketiga komponen sumber daya termasuk tenaga kesehatan dan guru.

2. Peran Guru.

Dalam proses belajar tentu terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Hubungan yang terjalin sebaiknya tidak kaku, guru dapat menempatkan diri secara tepat dan bijak, sehingga guru dapat mengetahui sampai sejauh mana pemahaman materi yang disampaikan serta guru dapat mengetahui kelemahan siswa sekaligus penyebabnya.

3. Peran tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan yang dilibatkan dalam UKGS adalah dokter gigi dan perawat gigi. Peran tenaga kesehatan dalam pendidikan kesehatan gigi juga dapat merubah perilaku masyarakat dari perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalankan perannya, tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan masyarakat termasuk kepada anak-anak tentang permasalahan yang terjadi dan memberi penjelasan mengenai sebab-sebab timbulnya masalah dan cara mengatasinya.

Dalam Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992 disebutkan bahwa penyelenggaraan kesehatan sekolah ditujukan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan


(46)

pokok puskesmas yang bersifat menyeluruh dan terpadu melalui Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (DepKes RI, 2004).

Pelaksanaan UKGS sangat tergantung pada adanya sumber daya di puskesmas, yang meliputi tenaga pelaksana, sarana/prasarana dan sumber biaya dan berjalannya fungsi manajemen puskesmas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi atau penilaian (DepKes RI, 1999). Tenaga pelaksana di puskesmas meliputi dokter dan perawat gigi atau tenaga kesehatan lain yang telah dilatih sedangkan tenaga di sekolah meliputi guru Orkes dan dokter kecil yang telah dilatih tentang kesehatan gigi dan mulut (DepKes RI, 2004).

Biaya operasional yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Dalam pelaksanaan UKGS, biaya dapat diperoleh dari pemerintah dan sumber lain yang tidak mengikat berupa dana sehat, sistem asuransi atau swadana dari masyarakat (DepKes RI, 2004).

Pelaksanaan program UKGS dihubungkan dengan kinerja program UKGS yang terdiri atas pendekatan cakupan pelayanan UKGS serta pendekatan status kesehatan gigi dan mulut murid SD berdasarkan ada tidaknya dokter gigi di puskesmas. Dengan menerapkan manajemen kesehatan gigi maka derajat kesehatan gigi dan mulut dapat tercapai. Penilaian cakupan pelayanan UKGS ditentukan oleh variabel:

1. Cakupan sekolah yang melaksanakan sikat gigi masal 2. Cakupan sekolah yang melaksanakan UKGS


(47)

3. Cakupan siswa jenjang kelas selektif yang mendapat perawatan. 4. Frekuensi kunjungan petugas ke sekolah dasar

Status kesehatan gigi dan mulut menurut Depkes RI (2000), antara lain ditetapkan berdasarkan indikator status karies gigi, penyakit periodontal dan kebersihan rongga mulut. Status kesehatan gigi dan mulut murid SD diambil berdasarkan sekolah dasar yang ada di wilayah puskesmas yang ada dan tidak ada dokter giginya meliputi pemeriksaan karies gigi dengan indeks DMFT, pemeriksaan status periodontal dengan indeks CPITN, serta pemeriksaan oral debris dan kalkulus dengan indeks OHIS.


(48)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

Manajemen UKGS

- Sarana/prasarana Kit UKGS Alat peraga Bahan dan obat- obatan

- Biaya operasional Dari pemerintah Sumber lain

Tenaga pelaksana UKGS

- Tenaga kesehatan gigi Kepala puskesmas Petugas UKGS - Unit sekolah

Kepala sekolah Guru Orkes

Cakupan pelayanan UKGS a. Sekolah yang

melaksanakan sikat gigi masal

b. Siswa yang terpilih (selektif) mendapat perawatan

c. Frekuensi kunjungan petugas ke sekolah

Orang tua dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah

Status kesehatan gigi dan mulut:

a. DMF-T b. CPITN c. OHIS


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara studi epidemiologi analitik dengan menggunakan desain cross-sectional atau potong lintang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah puskesmas dan sekolah dasar yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang. Penelitian ini diperkirakan selama 4 bulan mulai bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian terdiri atas 2 kelompok, kelompok pertama adalah petugas kesehatan gigi (dalam hal ini kepala puskesmas dan pelaksana UKGS) sedangkan kelompok kedua adalah unit sekolah yang meliputi kepala sekolah dan guru Orkes, murid sekolah dasar dan orangtuanya (ibu).

Pengambilan sampel dilakukan secara 4 tahap:

Tahap I, seluruh puskesmas di Kabupaten Aceh Tamiang diteliti menurut laporannya berdasarkan ada tidaknya dokter gigi yang melaksanakan kegiatan UKGS.

Tahap II, secara purposif diambil 2 puskesmas yang ada dokter giginya dan 2 puskesmas tidak ada dokter giginya dalam pelaksanaan UKGS, oleh karena itu ada 4 puskesmas yang menjadi sampel.


(50)

Tahap III, Pada masing-masing puskesmas yang terpilih diambil masing-masing 2 sekolah dasar yang menjadi sampel sehingga diperoleh 8 sekolah dasar.

Sampel subjek yang menjadi responden adalah sebagai berikut:

a. Responden tenaga kesehatan yaitu pelaksana UKGS dari setiap puskesmas berjumlah 4 orang

b. Responden dari unit sekolah adalah guru Orkes sehingga jumlah sampel unit sekolah 8 orang.

c. Responden orangtua/ibu mewakili orangtua murid kelas V sejumlah murid sekolah yang menjadi sampel.

d. Murid sekolah dasar yaitu murid kelas V

Pemilihan sampel seharusnya dilakukan pada murid kelas V dan VI, Mengingat bahwa kelas V termasuk salah satu kelas pilihan dalam pelaksanaan UKGS dan jadwal pelaksanaan penelitian yang bertepatan dengan masa ujian murid kelas VI sehingga agar tidak mengganggu, dalam penelitian ini sampel yang diambil hanya murid kelas V saja.

Pengambilan sampel murid dilakukan dengan rumus perhitungan besar sampel sebagai berikut:

P1 x (100-P1) + P2 x (100-P2)

n = --- x f (g, ) (P2-P1)2

di mana:

P1 = persentase prevalensi karies gigi anak umur 12 tahun sebesar 43,90% (SKRT, 2001) yang mendapat pelayanan UKGS

P2 = persentase prevalensi karies gigi anak umur 6-14 tahun sebesar 64,59% (Octiara, 2001) yang tidak mendapat pelayanan UKGS


(51)

g = biasanya disebut type I error (kesalahan tipe I) yaitu kemungkinan untuk mendeteksi ada perbedaan yang bermakna (hipotesis nol ditolak)

= biasanya disebut type II error (kesalahan tipe II) yaitu kemungkinan untuk mendeteksi tidak ada perbedaan yang bermakna (hipotesis nol diterima)

(43,9 x 56,1) + (64,59 x 35,41)

n = --- x 10,5 (64,59-43,90)2

2462,79 + 2287,13

n = --- x 10,5 (20,69)2

4749,92

n = --- x 10,5 428,07

n = 11,09 x 10,5 n = 116,44

Sampel minimum yang diperoleh adalah 116 orang, dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 120 orang murid pada kelompok puskesmas yang mempunyai dokter gigi dan 120 orang murid pada kelompok puskesmas yang tidak mempunyai dokter gigi, jadi jumlah sampel 240 orang. Oleh karena 8 sekolah dasar terpilih, maka sampel di tiap sekolah diambil sebanyak 240/8 = 30 orang, dengan demikian sampel orang tua juga sebanyak jumlah sampel murid.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. 1. Data primer

Data primer meliputi potensi sumber daya yaitu pelaksana UKS/UKGS di Puskesmas, guru Orkes, orang tua murid (ibu) dan murid kelas V. Data primer dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan responden tenaga kesehatan di


(52)

puskesmas menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang manajemen (sarana dan prasarana serta sumber pembiayaan) dan responden unit sekolah dalam menyelenggarakan program UKGS. Data status kesehatan gigi dan mulut murid SD diperoleh dengan cara pemeriksaan gigi secara langsung dalam rongga mulut dibantu kuesioner yang dilakukan oleh peneliti didampingi pencatat data sedangkan data orang tua diperoleh dari angket yang diberikan melalui murid.

2. Data sekunder

Data sekunder meliputi profil puskesmas dan profil sekolah diperoleh dari dokumen yang tersedia di puskesmas, Dinas Kesehatan dan sekolah.

Pengujian validitas dan reabilitas instrumen digunakan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur yang dapat mengukur dengan valid dan realibel dalam arti kesamaan data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya pada objek yang diteliti. Untuk melihat validitas, nilai yang dilihat adalah nilai yang ada dalam kolom corrected item total correlation kemudian dibandingkan dengan r tabel. Dari hasil penelitian diperoleh nilai r hitung pada semua variabel lebih besar dari nilai r tabel. Sedangkan untuk melihat reliabilitas, nilai yang dilihat adalah cronbach/s alpha if item deleted (Situmorang, 2001). Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach’s alpha > 0,60. Pada penelitian ini, nilai cronbach’s alpha 0,80-0,90.


(53)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

Manajemen UKGS adalah pengelolaan UKGS yang sistematik dengan sarana/prasarana dan biaya yang cukup.

1. Sarana dan prasarana adalah ketersediaan alat medis maupun non medis yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program UKGS. Indikator penelitian untuk sarana dan prasarana meliputi adanya:

a. UKGS Kit berupa seperangkat alat kedokteran gigi (pinset, sonde, kaca mulut, micromotor, sterilisator, tang, amalgam pistol, burnisher dan stopper) yang diperlukan untuk pelaksanakan program UKGS.

b. Sarana alat peraga berupa poster, model gigi dan sikat gigi besar.

c. Bahan dan obat-obatan yaitu yang diperlukan dalam pelaksanaan UKGS seperti bahan tambalan (amalgam dan ART), bahan anastesi (pehacain), obat penghilang rasa sakit pada gigi dan antibiotika.

2. Biaya operasional adalah sumber dana yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan UKGS baik dari pemerintah ataupun sumber lain. Indikator penelitian adalah ada tidaknya dana yang berasal dari pemerintah untuk biaya operasional dalam pelaksanaan UKGS, sedangkan sumber lain adalah ada tidaknya dana untuk operasional selain biaya pemerintah.

3. Tenaga pelaksana UKGS adalah sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan UKGS yaitu tenaga kesehatan gigi dan guru Orkes).

a. Tenaga kesehatan gigi adalah sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan UKGS di puskesmas yaitu pelaksana program UKGS di


(54)

puskesmas dalam hal:

1) Menyusun rencana kegiatan

2) Membina integrasi dengan unit terkait

3) Mensosialisasikan program UKGS kepada orang tua murid 4) Pengarahan kepada dokter kecil

5) Persiapan lokakarya mini tentang UKGS 6) Pelayanan medik gigi dasar

7) Menerima rujukan

8) Mendapat pelatihan UKGS

b. Unit sekolah adalah sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan UKGS di sekolah yaitu guru olah raga kesehatan (Orkes) dalam hal:

1) Membantu tenaga kesehatan gigi dalam penjaringan

2) Memberikan pendidikan kesehatan gigi mulut pada jadwal pelajaran Orkes 3) Pembinaan dokter kecil

4) Membina kerja sama dengan petugas kesehatan (dalam hal sikat gigi bersama dan memelihara kesehatan lingkungan jajan, warung sekolah) 5) Mengajar cara menggosok gigi

6) Melakukan rujukan

7) Mendapat pelatihan UKS/UKGS

4.Orang tua murid adalah mitra kerja unit sekolah yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak di rumah yaitu dalam hal:

1) Mengajar anak menyikat gigi,


(55)

3) Menyediakan dan mengganti sikat gigi anak, 4) Menyediakan pasta gigi

5) Mengawasi jajanan anak

6) Melakukan pemeriksaan sederhana pada gigi anak 7) Merujuk anak ke dokter gigi bila ada keluhan.

3.5.2. Variabel terikat

Cakupan pelayanan UKGS adalah jumlah SD yang melaksanakan sikat gigi masal, jumlah murid kelas selektif yang mendapat perawatan dan frekuensi kunjungan petugas kesehatan ke sekolah.

1. SD yang melakukan sikat gigi masal adalah frekuensi kegiatan sikat gigi masal dibawah asuhan/bimbingan tenaga pelaksana UKGS.

a. Baik, apabila frekuensi sikat gigi bersama dan kumur-kumur fluor mencapai 9-12 kali dalam setahun

b. Cukup, apabila frekuensi sikat gigi bersama dan kumur-kumur fluor mencapai 7-8 kali dalam setahun

c. Kurang, apabila frekuensi sikat gigi bersama dan kumur-kumur fluor <7 kali dalam setahun

2. Murid kelas selektif yang mendapat perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah banyaknya murid kelas V dari kelas selektif yang memerlukan perawatan dan mendapat perawatan melalui penjaringan dan pemeriksaan gigi dan mulut.

a. Baik, apabila >80% murid kelas V yang memerlukan perawatan mendapatkan perawatan kesehatan gigi dan mulut.


(56)

b. Cukup, apabila 60%-80% murid kelas V yang memerlukan perawatan mendapatkan perawatan kesehatan gigi dan mulut

c. Kurang, apabila <60% murid kelas V yang memerlukan perawatan men- dapatkan perawatan kesehatan gigi dan mulut.

3. Frekuensi kunjungan pelaksana UKGS ke sekolah adalah banyaknya jumlah kunjungan ke sekolah untuk pemeriksaan gigi.

a. Baik, apabila pelaksana UKGS melakukan kunjungan pemeriksaan gigi ke SD >2 kali pertahun.

b. Cukup, apabila pelaksana UKGS melakukan kunjungan pemeriksaan gigi ke SD 2 kali pertahun.

c. Kurang, apabila pelaksana UKGS melakukan kunjungan pemeriksaan gigi ke SD <2 kali pertahun.

4. Status kesehatan gigi dan mulut siswa adalah kondisi derajat kesehatan gigi dan mulut yang diukur berdasarkan DMFT, status periodontal dan OHIS dengan menghitung rata-ratanya.

a. DMFT adalah pengalaman karies siswa yang meliputi decay, missing, dan filling berdasarkan indeks karies WHO, yang mana:

1) Decay adalah gigi dengan diagnosis lubang, tambalan dengan lubang, tambalan sementara, warna hitam pada pit dan fisur, dan sonde tersangkut.

2) Missing adalah gigi dengan diagnosis gigi hilang karena karies. 3) Filling adalah gigi dengan diagnosis tambalan tanpa lubang.

b. Indeks CPITN adalah pemeriksaan kondisi jaringan periodontal berdasar-kan indeks periodontal (WHO) dalam enam sektan dengan memeriksa gigi indeks.


(57)

c. OHIS yaitu indeks oral higiene (Green dan Vermillion) yang merupakan penjumlahan dari indeks oral debris dan indeks kalkulus.

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Variabel bebas

Aspek pengukuran variabel bebas meliputi manajemen UKGS (sarana/prasarana dan sumber biaya operasional), peran tenaga pelaksana UKGS di puskesmas dan sekolah, dan peran orang tua.

No Variabel Kriteria Skala

Ukur Keterangan 1 Sarana/Prasarana: UKGS kit Alat peraga Bahan/Obat2an Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila semua sarana/ prasarana (UKGS kit, alat peraga dan bahan serta obat-obatan) tersedia

Cukup, bila salah satu dari UKGS kit, alat peraga, dan bahan serta obat-obatan tidak tersedia.

Kurang, bila dua dari sarana/prasarana (UKGS kit, alat peraga, bahan atau obat-obatan) tidak tersedia.

2 Sumber biaya: Dari pemerintah Dari masyarakat Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila ada sumber dana dari pemerintah dan masyarakat Cukup, bila salah satu sumber dana tersedia

Kurang, bila tidak ada sumber dana sama sekali

No Variabel Kriteria Skala

Ukur

Keterangan

3 Peran tenaga

kesehatan

(pelaksana UKGS)

Baik (skor 3) Cukup

Ordinal Baik, bila 6-8 item dilaksa-nakan


(58)

dilaksa-(skor 2) Kurang (skor 1)

nakan

Kurang, bila 1-3 item dilaksa-nakan

4 Peran unit sekolah ( guru Orkes)

Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila 6-7 item dilaksa-nakan

Cukup, bila 4-5 item dilaksa-nakan

Kurang, bila 1-3 item dilaksa-nakan

5 Peran orang tua Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila 6-7 item dilaksa-nakan

Cukup, bila 4-5 item dilaksa-nakan

Kurang, bila 1-3 item dilaksa-nakan

3.6.2. Variabel terikat

1. Pengukuran cakupan pelayanan UKGS menggunakan skala ordinal yang dikategorikan dalam kategori baik, cukup dan kurang.

No Variabel Kriteria Skala

Ukur

Keterangan

6 Cakupan pelayanan UKGS

a. Frekuensi SD yang melaksanakan sikat gigi masal Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila frekuensi SD 9-12 kali per tahun

melaksanakan sikat gigi masal

Cukup, bila frekuensi SD 7-8 kali per tahun

melaksanakan sikat gigi masal

Kurang, bila frekuensi SD <7 kali per tahun

melaksanakan sikat gigi masal

No Variabel Kriteria Skala

Ukur

Keterangan

7 b. Siswa kelas selektif Baik (skor 3)

Ordinal Baik, bila banyaknya siswa >80% mendapat perawatan


(59)

Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Cukup, bila banyaknya siswa 60-80% mendapat perawatan

Kurang, bila banyaknya siswa <60% mendapat perawatan

8 c. Frekuensi kunjung- an pelaksana UKGS ke

sekolah untuk pemeriksaan gigi

Baik (skor 3) Cukup (skor 2) Kurang (skor 1)

Ordinal Baik, bila frekuensi

kunjungan pemeriksaan gigi ke sekolah >2 kali

Cukup, bila frekuensi kunjungan pemeriksaan gigi ke sekolah 2 kali

Kurang, bila frekuensi kunjungan pemeriksaan gigi ke sekolah <2 kali

2. Pengukuran status kesehatan gigi dan mulut yaitu menghitung rata-rata DMF-T, CPITN dan OHIS.

a. Indeks pengukuran DMFT

Pemeriksaan DMFT dilakukan dengan menggunakan sonde dan kaca mulut pada semua gigi dengan menuliskan kondisi gigi berdasarkan kode:

0 = gigi sehat

D = decayed (lobang) Mi = gigi indikasi cabut

Me = gigi sudah dicabut karena alasan lain F = gigi dengan tambalan sempurna/sealant

Fd = gigi dengan tambalan dan ada karies primer/sekunder X = gigi belum tumbuh


(60)

Pemeriksaan kondisi periodontal dilakukan dengan menggunakan sonde khusus (periodontal probe) dengan kriteria:

0 = kondisi periodontal sehat

1 = pendarahan, tampak secara langsung atau dengan kaca mulut setelah perabaan dengan sonde

2 = terdapat karang gigi, diraba dengan sonde terasa adanya karang gigi Gigi dibagi atas 6 sekstan dan yang diperiksa adalah gigi indeks yaitu:

16 11 26 46 31 36 *untuk anak-anak usia di bawah 19 tahun

c. Indeks pengukuran oral higiene (OHIS, Greene & Vermillion)

Indeks oral higiene adalah kebersihan gigi dan mulut anak yang diukur dari skor indeks debris dan kalkulus.

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS v.15 untuk Windows, sebelumnya dilakukan proses pengolahan data untuk memeriksa kebenaran, kelengkapan pengisian dan kejelasan jawaban yang meliputi:

a. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.

b. Coding, pemberian kode dan skoring pada tiap jawaban untuk memu-dahkan proses entri data.


(61)

komputer.

d. Cleaning, pengecekan dan perbaikan terhadap data yang sudah masuk.

Analisis data dilakukan untuk melihat distribusi variabel yang diteliti dengan menggunakan:

1. Analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari tiap variabel guna mendapatkan gambaran umum masing-masing variabel.

2. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan faktor manajemen dan peran tenaga kesehatan dengan cakupan pelayanan UKGS menggunakan chi-square test. Untuk menguji ada tidaknya hubungan faktor manajemen (sarana.prasarana) dan peran tenaga pelaksana (tenaga kesehatan dan guru), dan orangtua dengan status kesehatan gigi digunakan uji Anova.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara garis besar kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah dataran rendah dan perbukitan yang sangat cocok untuk daerah perkebunan dan persawahan. Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan mayoritas dari penduduk Aceh Tamiang sebagai petani. Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang (2005) dilaporkan sebanyak 229.209 jiwa dengan persentase lebih banyak perempuan (50,9%) daripada laki-laki (49,1%). Sebagai kabupaten baru yaitu pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang terdiri atas 8 kecamatan dengan 10 puskesmas dengan sarana penunjang kesehatan, 1 rumah sakit dan 1 buah klinik swasta. Kesepuluh puskesmas tersebut adalah puskesmas Manyak Payed, Bendahara, Sungai Iyu, Seruway, Karang Baru, Kuala Simpang, Kejuruan Muda, Rantau, Sapta Jaya dan Tamiang Hulu. Penelitian ini dilakukan di empat puskesmas terpilih yaitu puskesmas Karang Baru dan Kuala Simpang mewakili puskesmas yang ada dokter giginya sebagai pelaksana UKGS dan puskesmas Manyak Payed dan Bendahara mewakili puskesmas yang tidak ada dokter giginya.

4.2. Karakteristik Responden

Responden meliputi tenaga pelaksana UKGS, guru, orangtua dan murid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden tenaga pelaksana UKGS di keempat puskesmas yang ada atau tidak ada dokter gigi adalah perempuan (100%). Responden


(63)

guru Orkes berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan pada puskesmas tidak ada dokter gigi (75%) dan (25%), sedangkan pada puskesmas yang ada dokter giginya responden guru perempuan mempunyai persentase yang sama dengan laki-laki (masing-masing 50%). Responden murid kelas V lebih banyak laki-laki pada puskesmas tidak ada dokter gigi yaitu 62,50% sedang pada puskesmas yang ada dokter giginya lebih banyak perempuan yaitu 57,50% (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Puskesmas Tidak ada dokter gigi

Puskesmas Ada dokter gigi Responden

Laki-laki (%) Perempuan (%) Jlh (%) Laki-laki (%) Perempuan (%) Jlh (%) Total Tenaga ke-sehatan gigi - 2 (100) 2 (100) - 2 (100) 2 (100) 4 Guru Orkes 3 (75) 1 (25) 4 (100) 2 (50) 2 (50) 4 (100) 8

Murid 75

(62,50) 45 (37,50) 120 (100) 51 (42,50) 69 (57,50) 120 (100) 240 Responden orangtua semuanya diwakili ibu dengan latar belakang pendidikan ibu lebih banyak pada kelompok tamat SD/SLTP baik di puskesmas yang ada atau tidak ada dokter gigi yaitu masing-masing 56,7% dan 47,5% (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Distribusi Responden Orangtua Murid berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Wilayah Puskesmas Tidak ada dokter gigi

Wilayah Puskesmas Ada dokter gigi Pendidikan ibu

N % N % Jlh Tidak tamat SD/ Tidak sekolah 29 24,2 18 15,0 47

Tamat SD/SLTP 68 56,7 57 47,5 125

Tamat SLTA/D1 20 16,7 37 30,8 57

Tamat D3/S1/S2 3 2,5 8 6,7 11


(64)

4.3. Manajemen UKGS

Manajemen puskesmas meliputi sarana/prasarana yang dimiliki dan pemerolehan dana operasional untuk pelaksanaan kegiatan UKGS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan sarana/prasarana yang lengkap meliputi KIT, alat peraga (poster, model gigi, sikat gigi) dan bahan pakai serta obat-obatan dimiliki oleh semua (100%) puskesmas yang ada dokter giginya sedangkan di puskesmas yang tidak ada dokter gigi hanya KIT yang dimiliki semua puskesmas (100%) sedangkan 50% masih belum mempunyai alat peraga dan bahan atau obat-obatan (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Puskesmas Tidak ada dokter gigi

Puskesmas Ada dokter gigi

Total Sarana/ Prasarana Ada (%) Tidak ada (%)

Jumlah Ada (%)

Tidak ada (%)

Jumlah Ya Tidak

KIT 2

(100)

- 2 2

(100)

- 2 4

(100) - Alat peraga 1 (50) 1 (50) 2 2 (100)

- 2 3

(75) 1 (25) Bahan &obat2an 1 (50) 1 (50)

2 2

(100)

- 2 3

(75)

1 (25) Bila dikelompokkan dalam kategori, maka 3 puskesmas dikategorikan baik dan 1 puskesmas kategori kurang (Tabel 4.4).

Tabel 4.4. Kategori Ketersediaan Sarana dan Prasarana UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Puskesmas Tidak ada dokter gigi (N=2)

Puskesmas Ada dokter gigi (N=2) Kategori

sarana/prasarana N % N %

Jumlah %

Baik 1 50 2 100 3 75

Cukup - - -

Kurang 1 50 - - 1 25


(65)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun baik di puskesmas yang ada atau tidak ada dokter gigi yang memperoleh dana pelaksanaan kegiatan UKGS dari pemerintah. Selain itu, mereka juga tidak memperoleh dana operasional dari swasta, tetapi memperolehnya dari sumber lain seperti Jamkesmas (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Ketersediaan Biaya Operasional untuk Pelaksanaan UKGS

di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Puskesmas Tidak ada dokter gigi

Puskesmas Ada dokter gigi

Total Biaya

Operasio-nal UKGS Ada (%)

Tidak ada (%)

Jumlah Ada (%)

Tidak ada (%)

Jumlah Ada (%)

Tidak Ada

(%)

Pemerintah - 2

(100)

2 - 2

(100)

2 - 4

(100)

Swasta - 2

(100)

2 - 2 (100)

2 - 4

(100) Sumber Lain: Jamkesmas 2 (100)

- 2 2

(100)

- 2 4

(100) -

Bila dikategorikan, dana operasional semua puskesmas dikategorikan kurang (Tabel 4.6).

Tabel 4.6. Kategori Ketersediaan Biaya Operasional UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009

Puskesmas Tidak ada dokter gigi (N=2)

Puskesmas Ada dokter gigi (N=2) Kategori biaya

operasional N % N %

Jumlah %

Baik - - -

Cukup - - -

Kurang 2 100 2 100 4 100

Jumlah 2 100 2 100 4 100


(66)

4.4. Peran Tenaga Pelaksana UKGS

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua (100%) responden tenaga kesehatan gigi baik di puskesmas yang ada atau tidak ada dokter gigi membuat rencana kerja kegiatan UKGS, 75% menjawab pernah membina integrasi dengan pihak terkait seperti Poli Umum dan Unit Kesehatan Anak, melakukan pelayanan medik gigi dasar seperti penambalan gigi, pencabutan gigi susu, pembersihan karang gigi dan trepanasi, menerima rujukan dari sekolah dan melakukan pembinaan kepada dokter kecil. Untuk lokakarya mini UKGS, hanya 1 puskesmas yang ada dokter gigi yang melaksanakannya sedangkan puskesmas yang tidak ada dokter giginya tidak melaksanakannya. Selain itu, tidak satupun responden tenaga kesehatan gigi yang pernah melakukan sosialisasi kepada orangtua siswa kelas 1 dan mendapat pelatihan tentang UKGS baik pada puskesmas yang ada dokter gigi maupun tidak ada dokter giginya (Tabel 4.7).

Tabel 4.7. Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan UKGS di Puskesmas Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009


(67)

Puskesmas Tidak ada dokter gigi (N=2)

Puskesmas Ada dokter gigi (N=2)

Total Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Peran

Tenaga Kesehatan

N % N % N % N % N % N % Membuat

rencana kerja

2 100 - - 2 100 - - 4 100 - - Membina

integrasi dengan unit terkait

2 100 - - 1 50 1 50 3 75 1 25

Menerima rujukan dari sekolah

2 100 - - 1 50 1 50 3 75 1 25 Pembinaan

dokter kecil

1 50 1 50 2 100 - - 3 75 1 25 Melakukan

pelayanan medik gigi dasar

2 100 - - 1 50 1 50 3 75 1 25

Lokakarya mini puskesmas

- - 2 100 1 50 1 50 1 25 3 75 Sosialisasi

kepada orangtua murid kls 1

- - 2 100 - - 2 100 - - 4 100

Pelatihan tentang UKGS

- - 2 100 - - 2 100 - - 4 100

Tenaga kesehatan pada puskesmas yang ada dokter giginya mempunyai peran baik dan kurang masing-masing 50%, sedangkan pada puskesmas yang tidak ada dokter giginya, keduanya (100%) pada kategori cukup (Tabel 4.8).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid Dan Pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah Pada Sekolah Dasar Negeri 060880 Dan 060890 Kecamatan Medan Polonia Tahun 2009

1 49 57

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid

0 75 1

Peran Petugas Kesehatan, Guru Dan Orang Tua Dalam Pelaksanaan UKGS Dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2009

7 92 144

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid SMU Di Kabupaten Langkat Tahun 2004

4 82 135

PERBEDAAN KASUS KARIES GIGI PADA MURID SEKOLAH DASAR YANG MEMILIKI KEGIATAN UKGS DAN TIDAK MEMILIKI KEGIATAN UKGS DI KECAMATAN ENGGAL BANDAR LAMPUNG

12 50 63

EVALUASI PENERAPAN MANAJEMEN USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS) DALAM PENGETAHUAN MERAWAT GIGI MULUT

4 70 183

GAMBARAN PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SERTA STATUS KEBERSIHAN GIGI DNA MULUT SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI KARANGANYAR TURI SLEMAN PADA PELAKSANAAN PROGRAM UKGS

0 4 61

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH ( UKGS) Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Di PUSKESMAS Colomadu I Tahun 2013.

0 2 14

LATAR BELAKANG Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Di PUSKESMAS Colomadu I Tahun 2013.

0 2 5

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS) DI PUSKESMAS Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Di PUSKESMAS Colomadu I Tahun 2013.

0 1 14