Unsur-unsur Dakwah a. Subyek da’i dakwah Kompetensi Substantif :

a. Menurut Ki Moesa A. Machfoeld, dalam bukunya yang disunting oleh Nawawi Ismail, bahwa dakwah adalah: Dakwah berarti panggilan, tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT, upaya ini bersifat ekspansif yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berada di jalan- Nya, sedangkan yang menjadi obyek panggilan adalah : Manusia yang berada diluar jalan Allah atau, yang meninggalkan jalan-Nya, atau mereka yang sudah berada dijalan-Nya namun baru masuk satu kaki yaitu mereka yang masuk dalam kategori abangan atau belum menjalankan agama dengan benar, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Hakikat dakwah adalah memanggil atau mengajak kembali manusia kepada agama. Hal ini karena pada hakikatnya semua manusia dilahirkan dalam keadaan bertuhan atau beragama, manusia adalah makhluk religius. 20 b. Sedangkan menurut Didin Hafiduddin, menyatakan bahwa dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah SWT, secara bertahap menuju peri kehidupan yang Islami. 21 c. Toha Yahya Oemar, mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka didunia dan akhirat. 22

2. Unsur-unsur Dakwah a. Subyek da’i dakwah

Subyek dakwah atau da’i yang dimaksud disini adalah orang yang melaksanakan aktivitas dakwah baik secara lisan, tulisan, ataupun perbuatan, baik sebagai individu, kelompok, atau berbentuk organisasi atau kelompok. 23 Dalam kegiatan dakwah peranan da’i sangatlah esensial, sebab tanpa adanya da’i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat. 20 Ki Moesa A. Machfoeld – Nawawi Ismail peny, Filsafat Dakwah ilmu dakwah dan penerapannya Jakarta: Bulan Bintang, 2004 h. 15-16 21 Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual Jakarta: Gema Insani Press, 1998, h. 77 22 Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaya,1983 h. 41 23 Ali Azis, Moh, Dr. M.Ag, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004 h.60 “Biar bagaimanapun baiknya ideologi Islam yang harus disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai ide, ia akan tetap sebagai cita-cita yang tidak akan terwujud jika tidak ada manusia yang menyebarkannya.” 24 Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangat ditentukan oleh kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis:

1. Kompetensi Substantif :

a. Memahami agama Islam secara konverhensif, tepat dan benar. b. Memiliki al-akhlaq al- kariimah, seorang pribadi yang menyampaikan ajaran yang mulia, dan mengajak oang menuju kemuliaan, tentula seorang da’i memiliki akhlaq mulia yang terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya, seorang da’i harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, dan sifat-sifat mulia lainnya, lebih dari itu kunci utama keberhasilan da’i adalah satu kata dan perbuatan. Allah mengancam seorang da’i atau siapa saja yang perkatannya tidak sejalan dengan perbuatannya , atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat. Allah AWT berfirman: L 9: ij ldD E 0 m = `  op . ? 1YB  oq R .  rD E `  op = . ? 12B Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan, Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu”. Q.S. Ash-Shaf 61: 2-3 25 24 Hamzah Ya’qub, Publistik Islam dan Teknik Dakwah, Jakarta: Diponegoro, 1998 h. 37 c. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang relatif luas, yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah cakupan ilmu pengetahuan yang paling tidak terkait dengan pelaksanaan dakwah, antara lain, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, teknologi informasi baik cetak maupun elektronik, ilmu patologi sosial dan lain-lain. d. Memahami hakikat dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan prubahan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits, artinya perubahan yang bersifat normatif, sebagai contoh : Perubahan dari kebodohan kepada kepintaran, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang betul kepada keyakinan yang benar, dari tidak faham agama Islam menjadi faham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam, dan Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk dapat berubah kecuali kalau manusia berjuang dengan keikhlasan, tekat yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman : sf u: 6Av . w Bix - f . h f ?.m sf + y`z? { 2 rD |= dD op  A  , - 5c}U.f E  A  L~`?+ - D• .H G CD €, - • F 3 oz H sf 5 I3 h f + 3H [‚ 1B Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. Q.S. ar-Ra’d 13: 11 26 25 Yayasan Penyelenggara Penerjemah, alQur’an; hal. 928. 26 . Yayasan Penyelenggara Penerjemah, al-Qur’an, h. 370. e. Mencintai objek dakwah mad’u dengan tulus, mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi seorang da’i dalam berdakwah, rasa cinta dan kasih sayang terhadap mad’u akan membawa ketenangan dalam berdakwah, seorang da’i harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apapun, walaupun dalam keadaan objek dakwah menolak pesan yang disampaikan atau meremehkan bahkan membeci, kecintaan da’i terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian, hati da’i boleh prihatin dan dibalik keprihatinan tersebut seyogyanya da’i dengan ikhlas hati mendo’akan agar mad’u mendapat petunjuk dari Allah SWT karena demikian yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. f. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. Da’I harus memahami latar belakang kondisi social, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah, paling tidak mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum, agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u. g. Memiliki kejujuran dan rasa ikhlas, karena keihklasan dan kejujuran merupkan factor yang sangat prinsip, dan menentukan diterimanya amal ibadah oleh Allah SWT, dan aktifitas dakwah yang dilaksanakan secara ikhlas akan selalu mendapat pertolongan dari Allah SWT.

2. Kompetensi Metodologis :