Perbandingan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung dan Minyak Curah dengan Metode Iodometri
PERBANDINGAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK JAGUNG DAN MINYAK CURAH
DENGAN METODE IODOMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH :
Marshinta Romarta Uly Hutabalian
NIM 122410081
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERBANDINGAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK JAGUNG DAN MINYAK CURAH
DENGAN METODE IODOMETRI
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara
OLEH :
MARSHINTA ROMARTA ULY HUTABALIAN
NIM 122410081
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya oleh kasih karunia dan penyertaan-Nya lah penulis mampu menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.
Penulisan Tugas Akhir ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: Perbandingan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung dan Minyak Curah dengan Metode Iodometri. Penulisan Tugas Akhir ini didasarkan pada hasil Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh pada 02 – 13 Februari 2015 di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-Rempah, UPT. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak menghadapi kendala dan masalah. Akan tetapi atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
(5)
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
4. IbuDra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir. 5. Ibu Dra. Nazlinywati, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik penulis. 6. IbuIr. Novira Dwi Shanty Artsiwi selaku pembimbing lapangan selama
penulis melaksanakan PKL di UPT. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.
7. Ibu Darwati, selaku Penyelia Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-Rempah beserta pegawai di UPT. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis selama PKL.
Terlebih kepada orangtua penulis, Amri Hutabalian/ Rosmida br. Siboro, saudara kandung penulis dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan doa, dorongan semangat dan materil dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April2015 Penulis,
Marshinta R. U. H. NIM 122410081
(6)
PERBANDINGAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK JAGUNG DAN MINYAK CURAH
DENGAN METODE IODOMETRI ABSTRAK
Minyak selalu dibutuhkan oleh manusia misalnya: untuk memasak. Oleh sebab itu mutu minyak harus diperhatikan.Mutu minyak ditentukan oleh rasa, aroma dan ketengikan.Nilai ketengikan dinyatakan dengan bilangan peroksida. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara titrasi iodometri yang mempergunakan larutan natrium tiosulfat 0,01 N sebagai pentiter. Prinsip dari bilangan peroksida adalah senyawa dalam lemak akan dioksidasi oleh KI dan lod yang dilepaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat. Semakin tinggi bilangan peroksida semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak.
Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah bilangan peroksida dari minyak jagung dan minyak curah memenuhi persyaratan bilangan peroksida yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan untuk membandingkan kualitas minyak jagung dan minyak curah dari nilai bilangan peroksida sebelum proses penggorengan.
Hasil analisis menuniukkan bahwa minyak jagung 2,6327 mek O2/kgdan
minyak curah 4,9724 mek O2/kg. Minyak atau lemak apabila mengalami oksidasi
maka senyawa peroksida yang dihasilkan akan meningkat dan semakin banyak jumlah ml NaS2O3 yang digunakan,maka semakin besar pula nilai bilangan
peroksida yang didapatkan. Hasil penentuan bilangan peroksida minyak jagung dan minyak curah memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 10 mek O2/kg dan dengan membandingkan nilai bilangan peroksida
kedua minyak maka minyak jagung mempunyai kualitas lebih baik daripada minyak kelapa sawit (minyak curah).
Kata kunci :Minyak, Minyak Jagung, Minyak Curah, Bilangan Peroksida, Iodometri
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Jagung ... 4
2.1.1 Sejarah Tanaman Jagung ... 4
2.1.2 Sistematika Tanaman Jagung ... 5
2.1.3 Morfologi Tanaman Jagung ... 5
2.1.4 Komposisi Kimia Biji Jagung ... 6
2.2 Kelapa Sawit ... 7
(8)
2.2.2 Sistematika Tanaman Kelapa Sawit ... 8
2.2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit ... 8
2.3 Minyak ... 10
2.4 Minyak Goreng ... 11
2.5 Minyak Jagung ... 13
2.5.1 Komposisi Minyak Jagung ... 15
2.5.2 Sifat Fisiko-Kimia ... 15
2.5.3 Daya Guna dan Nilai Gizi ... 16
2.6 Minyak Kelapa Sawit ... 16
2.6.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 17
2.6.2 Sifat Fisiko-Kimia ... 18
2.6.3 Standar Mutu ... 19
2.7 Bilangan Peroksida ... 19
2.8 Metode Iodometri ... 21
BAB III METODE PENGUJIAN ... 23
3.1 Tempat dan Waktu Pengujian ... 23
3.2 Alat ... 23
3.3 Bahan ... 23
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 23
3.5 Prosedur Pengujian ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Hasil ... 27
(9)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan Standarisasi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N ... 33
2. Perhitungan Penentuan Bilangan Peroksida ... 34
3. Pengujian Minyak Jagung ... 36
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi Biji Jagung Kering ... 7
2.2 Parameter Syarat Mutu Minyak Jagung ... 14
2.3 Komposisi Minyak Jagung ... 15
2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Inti Kelapa Sawit ... 17
2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Inti Sawit ... 18
4.1 Data Penentuan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung ... 27
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.Minyak Jagung ... 36
2. Indikator Amilum ... 36
3. Erlenmeyer Berisi Hasil Standarisasi Na2S2O3 0,01 N ... 37
4. Erlenmeyer Berisi Blanko ... 37
5. Erlenmeyer Berisi Minyak Jagung Dan Pelarut ... 38
6. Erlenmeyer Berisi Minyak Jagung Hasil Titrasi ... 38
7. Minyak Kelapa Sawit ... 39
8. Erlenmeyer Berisi Minyak Curah Dan Pelarut ... 39
(13)
PERBANDINGAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK JAGUNG DAN MINYAK CURAH
DENGAN METODE IODOMETRI ABSTRAK
Minyak selalu dibutuhkan oleh manusia misalnya: untuk memasak. Oleh sebab itu mutu minyak harus diperhatikan.Mutu minyak ditentukan oleh rasa, aroma dan ketengikan.Nilai ketengikan dinyatakan dengan bilangan peroksida. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara titrasi iodometri yang mempergunakan larutan natrium tiosulfat 0,01 N sebagai pentiter. Prinsip dari bilangan peroksida adalah senyawa dalam lemak akan dioksidasi oleh KI dan lod yang dilepaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat. Semakin tinggi bilangan peroksida semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak.
Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah bilangan peroksida dari minyak jagung dan minyak curah memenuhi persyaratan bilangan peroksida yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan untuk membandingkan kualitas minyak jagung dan minyak curah dari nilai bilangan peroksida sebelum proses penggorengan.
Hasil analisis menuniukkan bahwa minyak jagung 2,6327 mek O2/kgdan
minyak curah 4,9724 mek O2/kg. Minyak atau lemak apabila mengalami oksidasi
maka senyawa peroksida yang dihasilkan akan meningkat dan semakin banyak jumlah ml NaS2O3 yang digunakan,maka semakin besar pula nilai bilangan
peroksida yang didapatkan. Hasil penentuan bilangan peroksida minyak jagung dan minyak curah memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 10 mek O2/kg dan dengan membandingkan nilai bilangan peroksida
kedua minyak maka minyak jagung mempunyai kualitas lebih baik daripada minyak kelapa sawit (minyak curah).
Kata kunci :Minyak, Minyak Jagung, Minyak Curah, Bilangan Peroksida, Iodometri
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan, misalnya keripik kentang, kacang dan sebagainnya yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel.Kurang lebih 290 juta lemak dan minyak dikonsumsi tiap tahun untuk kripik kentang saja. Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur (Ketaren, 1986).
Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.Lemak yang baik digunakan adalah lemak babi, oleo stearin atau lemak nabati dihidrogenasi dengan titik cair 35 – 40 OC, minyak kelapa, kacang tanah, kelapa sawit (Ketaren, 1986).
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak terjadi proses oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren, 1986).
Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang- ulang dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran pencernaan,
(15)
pembengkaan organ tubuh, diare, kanker dan depresi pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Gunawan, 2003).
Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Gunawan, 2003).
Minyak jagung kaya akan kalori yaitu sekitar 250 kalori per ons. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).
Kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986).
Perlunya pengawasan mutu adalah untuk menjamin bahwa minyak jagung dan minyak kelapa sawit hasil produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Berangkat dari permasalahan akan pentingnyapengawasan terhadap mutu minyak goreng maka penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir “Perbandingan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung Dan Minyak Curah Dengan Metode Iodometri”. Pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.
(16)
1.2 Tujuan
Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah bilangan peroksida dari minyak jagung dan minyak curah memenuhi persyaratan bilangan peroksida yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan untuk membandingkan kualitas minyak jagung dan minyak curah dari nilai bilangan peroksida sebelum proses penggorengan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penentuan bilangan peroksida pada minyak jagung dan minyak curah adalah agar dapat mengetahui bahwa produk minyak goreng tersebut yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan bilangan peroksidamenurut Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dipasarkan dan dikonsumsi serta untuk memberikan perbandingan kualitas minyak jagung dan minyak curah dari nilai bilangan peroksida sebelum proses penggorengan.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
2.1.1 Sejarah Tanaman Jagung
Jagung adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah, tetapi karena penemuan baru di dunia, tanaman ini telah menyebar ke berbagai daerah tropis dan sub-tropis lainnya.Di Amerika Serikat hampir seperempat dari areal tanaman dikhususkan untuk budidaya jagung, terutama untuk biji-bijian.Tanaman jagung pada umumnya digunakan untuk pakan ternak (Vaughan, 1970).
Tanaman jagung (Zea maysL) di Indonesia merupakan tanaman pangan yang penting setelah padi dan terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia.Umumnya jagung sebagian besar masih digunakan sebagai bahan pangan penduduk serta sebagai sumber minyak. Penyebaran daerah tanaman jagung di Indonesia tidak merata karena adanya pengaruh iklim, keadaan tanah, keadaan hama serta fluktuasi harga jagung (Ketaren, 1986).
Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Disamping sebagai bahan pangan, komoditi ini juga sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Menurut data yang dihimpun oleh Biro Pusat Statistik, penggunaan jagung untuk bahan pangan menurun dari 78% pada tahun 1975 menjadi 49% pada tahun 1985. Sebaliknya, penggunaan untuk pakan ternak dan industri meningkat dari 15% pada tahun 1975 menjadi 38% pada tahun 1985 (Najiyati, 1999).
(18)
Di Amerika dan negara-negara lain yang lebih maju, jagung kebanyakan digunakan sebagai makanan ternak serta bahan baku pembuatan minyak jagung, sirup dan hanya sebagian digunakan sebagai makanan pokok (Ketaren, 1986).
2.1.2 Sistematika Tanaman Jagung
Tanaman jagung memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae Genus : Zea
Spesies : Zea mays L. (Subekti, 2015).
2.1.3 Morfologi Tanaman Jagung
a. Batang
Batangnya berbentuk bulat atau agak pipih, beruas-ruas dan umumnya tidak bercabang (Najiyati, 1999).
b. Akar
Sistem perakaran jagung terdiri atas akar primer, akar lateral, akar horizontal dan akar udara (Najiyati, 1999).
(19)
c. Daun
Daun jagung tumbuh disetiap ruas batang. Daun ini berbentuk pipa, mempunyai lebar 4 - 15 cm dan panjang 30 - 150 cm, serta didukung oleh pelepah daun yang menyelubungi batang (Najiyati, 1999).
d. Bunga
Bunga jantan tumbuh di ujung batang.Bunga betina tersusun dalam tongkol.Bunga ini muncul dari ketiak daun yang terletak pada pertengahan batang (Najiyati, 1999).
e. Tongkol dan Biji
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah.Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti, 2015).
2.1.4 Komposisi Kimia Biji Jagung
Jagung sebagai bahan makanan, mengandung nilai gizi yang cukup tinggi jika dibanding dengan bahan pangan lainnya, terutama jagung kuning yang banyak mengandung vitamin A (Ketaren, 1986).
Biji jagung terdiri dari empat bagian utama yaitu bagian kulit ari, endosperm, lembaga dan gluten.Kulit ari terdiri dari serat kasar yang membungkus bagian endosperm dan embrio, beratnya 5 - 6 persen dari berat butiran biji jagung.Endosperm mempunyai lapisan aleuron yang mengandung zat putih telur dan lemak (Ketaren, 1986).
(20)
Lemak terdapat pada bagian bawah dari butiran biji jagung beratnya sekitar 9 - 12 persen dari berat butiran. Karbohidrat terdapat pada endosperm sekitar 73 - 79 persen, kadar protein dalam endosperm sekitar 10 - 19 persen dan 22,4 persen pada kulit ari (Ketaren, 1986).
Komposisi biji jagung kering dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Biji Jagung Kering
Komponen Jumlah (%) Protein kasar 9,29 Lemak (ekstrak dari ester) 3,97 Serat kasar 2,03 Ekstrak N bebas 68,35
Abu 1,37
Energi (kal/gr) 3,81
2.2 Kelapa Sawit
2.2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, yakni Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di Hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika.Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1848.Ketika itu hanya ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Réunion atau Mauritius dan Hortus Botanicus Amsterdam yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Fauzi, 2002).
Tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dan menjadi tanaman usaha perkebunan pada tahun 1911.Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
(21)
dirintis oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia.Ia membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di daerah Sungai Liput (Pantai Timur Aceh) dan daerah Pulu Raja (Asahan). Luas areal perkebunan kelapa sawit pertama sudah mencapai 3.250 ha (Fauzi, 2002).
2.2.2 Sistematika Tanamana Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut (Mangoensoekarjo, 2000).
Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales
Famili : Palmae (Arecaceae) Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
2.2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil.Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon.Bagian tanaman kelapa sawit dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu bagian generatif dan vegetatif.Bagian generatif sebagai alat perkembangbiakan meliputi bunga dan buah, sedangkan bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun (Mangoensoekarjo, 2000).
(22)
a. Akar
Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuarterner (Mangoensoekarjo, 2000).
b. Batang
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil maka batangnya tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang.Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa petumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan.Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m,sedangkan di alam mencapai 30 m (Mangoensoekarjo, 2000).
c. Daun
Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5-9 m. Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat (Mangoensoekarjo, 2000).
d. Buah
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah.Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600, berbentuk lonjong sampai bulat.Panjang buah 2-5 cm, beratnya sampai 30 gram(Mangoensoekarjo, 2000).
(23)
Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya.Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam.Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna merah kuning (jingga)(Mangoensoekarjo, 2000).
e. Bunga
Tanaman kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur 12-14 bulan.Tanaman ini merupakan bunga tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan betina yang masing-masing terangkai dalam satu tandan(Mangoensoekarjo, 2000).
f. Biji
Waktu proses perkecambahan berlangsung, embrio mengembang (volumenya bertambah), bakal batang dan bakal akar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut (germ pore) dan berkembang selanjutnya menjadi batang, daun dan akar (Mangoensoekarjo, 2000).
2.3 Minyak
Minyak dan lemak merupakan bagian dari lipid yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam apakah berada dalam bentuk cairan (minyak) atau padatan (lemak) dalam suhu kamar.Sifat fisika ini terutama tergantung pada asam lemak yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan lemak hewani adalah padat, sementara minyak nabati adalah cair, meskipun demikian ada minyak nabati yang bersifat padat yang dikenal dengan namabutter (mentega) (Rohman, 2013).
(24)
Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida (lebih dari 80 – 85% lipid) merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Sudarmadji, 1989).
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna yang tergolong zat warna alamiah yaitu zat warna yang secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan
antosianin, zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan,kehijau-hijauan dan kemerahan-merahan (Ketaren, 1986).
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh.Jika minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang.Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi.Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Ketaren, 1986).
2.4 Minyak Goreng
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan. Prosesnya diawali dengan memasukkan
(25)
minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian dipanaskan, selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel, yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas (local over heating of fat), aerasi pada lemak, kontak lemak dengan logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh (Ketaren, 1986).
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Minyak goreng ketika digunakan untuk menggoreng akan mengalami proses hidrolisis gliserol. Di mana gliserol oleh panas akan dihidrolisis menjadi akrolein dan air. Dalam beberapa hal hidrolisis ini akan mengalami oksidasi menjadi asam lemak teroksidasi yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Budiyanto, 2009).
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang
(26)
tidak terlalu tinggi.Pada umumnya suhu penggorengan adalah 177 – 221oC (Winarno, 1997).
Lemak dan minyak yang baik digunakan untuk minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil, lemak babi (lard), atau lemak nabati yang dihidrogenasi dengan titik cair 35 - 40 oC. Oleo stearin dan oleo oil diperoleh dari lemak sapi yang diproses dengan cararendering pada suhu rendah (Winarno, 1997).
Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Gunawan, 2003).
2.5 Minyak Jagung
Minyak jagung sebagai minyak makanan adalah minyak yang diperoleh dari lembaga biji jagung (Zea mays L) dan telah mengalami proses pemurnian dengan atau tanpa penambahan yang diizinkan (SNI, 1998).
Minyak jagung diperoleh dengan jalan mengekstrak bagian lembaga.Sistem ekstraksi yang digunakan biasanya sistem pres (pressing) atau kombinasi sistem press dan pelarut menguap (pressing and solvent extraction) (Ketaren, 1986).
Meskipun jagung merupakan salah satu tanaman utama di Amerika Serikat, hanya sebagian kecil dari itu digunakan untuk mendapatkan minyak jagung.Sebagian besar minyak jagung yang dihasilkan adalah produk sampingan dari produksi tepung jagung (Lawson, 1985).
(27)
Tabel 2.2 Parameter Syarat Mutu Minyak Jagung (SNI 01-3394-1998) No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keadaan
1.1Bau dan Rasa 1.2 Warna
Air dan Kotoran Bilangan iod
Bilangan peroksida
Asam lemak bebas (sebagai asam oleat), b/b : Komposisi asam
6.1 Asam Laurat (C 12: 0) 6.2 (C14 : 0)
6.2 Asam Palmitat(C16 :0) 6.3 (C16 : 1)
6.4 (C16 : 0 ) 6.5 (C18 : 1) 6.6 (C18 : 2) 6.7 (C18 : 3) 6.8 C20: 0) 6.9 (C20: 0) 6.10(C22: 0) 6.11 (C24 : 0) Bahan Tambahan Makanan
Cemaran mikroba 7.1Angka lempeng total Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb) 8.2 Timah (Sn) 8.3 Seng (Zn) 8.4 Besi (Fe) 8.5 Tembaga (Cu) 8.6 Raksa
Cemaran Arsen ( As )
- - % g iod/100 g
mek O2/kg
% % % % % % % % % % % % % Koloni/ml mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Normal Kuning Maks 0,20 103-28 Maks 10 Maks 0,2 < 0,3 < 0,3 9-14 < 0,5 0,5- 4,0 24-42 34-62 <2,0 <1,0 <0,5 <0,5 <0,5
Sesuai SNI 01-0222-1995 dan perauran Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1998 Maks 10 Maks 0,1 Maks 40,0/250,0 Maks 40,0 Maks 1,5 Maks 0,1 Maks 0,05 Maks 0,1
(28)
2.5.1 Komposisi Kimia Minyak Jagung
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.Komposisi minyak jagung dapat dilihat pada table 2.3 (Ketaren, 1986).
Tabel 2.3 Komposisi Minyak Jagung
No. Komponen Jumlah (%) 1. Total gliserida 98,6
2. Bahan tidak tersabunkan : total
sitosterol
1,26 – 1,63 0,92 – 1,08 3. Asam lemak (persen dari total asam)
a. Asam lemak jenuh palmitat
stearat
b. Asam lemak tidak jenuh linoleat oleat 13 10 3 86 56 30
2.5.2 Sifat Fisiko – Kimia
Minyak jagung berwarna merah gelap dan setelah dimurnikan akan berwarna kuning keemasan. Bobot jenis minyak jagung sekitar 0,918-0,925, sedangkan nilai indeks biasanya pada suhu 25 OC berkisar antara 1,4657-1,4659. Kekentalan minyak jagung hampir sama dengan minyak-minyak nabati lainnya yaitu 58 sentipois pada suhu 25 OC. Minyak Jagung larut di dalam etanol, isopropil alkohol dan furfural, sedangkan nilai transmisinya sekitar 280 - 290 (Ketaren, 1986).
(29)
2.5.3 Daya Guna dan Nilai Gizi
Biji jagung mempunyai kegunaan yang sangat luas.Jagung memenuhi persyaratan sebagai bahan pangan karena bernilai gizi tinggi.Selain mudah diolah juga harganya pun cukup murah, sehingga merupakan bahan makanan tambahan bagi sebagian penduduk Indonesia (Ketaren, 1986).
Minyak jagung kaya akan kalori yaitu sekitar 250 kalori per ons. Minyak jagung merupakan minyak goreng yang stabil (tahan terhadap ketengikan) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).
Dengan proses winterisasi, minyak jagung dapat diolah menjadi minyak salad dan sebagai hasil sampingannya adalah mentega putih (shortening). Minyak salad yang ditambah garam dan rempah-rempah akan menghasilkan mayonnaise (Ketaren, 1986).
Dalam minyak jagung terdapat sitosterol yang fungsinya sama dengan kolesterol pada lemak hewan, yaitu dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah karena adanya ion Ca++. Adanya asam-asam lemak esensial itu dapat mengurangi pembentukan kompleks Ca dengan sitosterol, sehingga minyak jagung jauh lebih baik bila dibandingkan dengan sumber minyak yang lain, apalagi bila dibandingkan dengan lemak yang berasal dari hewan (Ketaren, 1986).
2.6 Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah
(30)
inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan (Ketaren, 1986).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit (Ketaren, 1986).
2.6.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis.Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 %.Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.4 (Ketaren, 1986).
Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Inti Kelapa Sawit Asam lemak Minyak Kelapa Sawit
(%)
Minyak inti kelapa sawit (%)
Asam kaprilat - 3 – 4
Asam kaproat - 3 – 7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam stearate 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam olcat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2
Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3%. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih dalam minyak dari jenis tenera
(31)
kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 1986).
2.6.2 Sifat Fisiko-Kimia
Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair, titik didih (boiling point), titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.5 (Ketaren, 1986).
Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit Dan Minyak Inti Sawit Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu
kamar
0,900 0,900 – 0,913 Indeks bias D 40oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415 Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20 Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 245
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak (Ketaren, 1986).
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone(Ketaren, 1986).
(32)
Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren, 1986).
2.6.3 Standar Mutu
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).
2.7 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Ketaren, 1986).
Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baikdengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian.Di samping itu dapat
(33)
terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodide dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).
Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform ( 2 : 1 ) kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai natrium tiosulfat (Winarno, 1997).
Sebagai ukuran oksidasi lemak untuk pemanas, bilangan peroksida berguna untuk menentukan kualitas lemak setelah pengolahan. Dengan lemak atau minyak diproses dengan benar dan cepat dari minyak berkualitas baik, nilai peroksida segar akan praktis nihil. Peroksida akan mengembangkan sampai batas tertentu dengan kuantitas tergantung pada waktu, suhu, paparan cahaya dan udara. Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat perlahan-lahan selama periode induksi, kemudian dengan cepat, mencapai puncaknya.Nilai peroksida yang tinggi menunjukkan oksidasi maju, tetapi nilai peroksida yang rendah mungkin tidak berarti bebas dari oksidasi (Lawson, 1985).
Pada suhu penggorengan, peroksida berkembang, tetapi juga menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada suhu tinggi.Bilangan peroksida adalah sedikit atau tidak ada nilai dalam menilai kondisi bekas menggoreng lemak atau
frylife (Lawson, 1985).
Bilangan peroksida akan memecah ikatan karbonil dan aldehid pada saat menggoreng dikarenakan suhu yang tinggi, udara dan cahaya. Reaksi ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara.Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida (Gaman, 1994).
(34)
2.8 Metode Iodometri
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodide berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Rohman, 2007)
Peroksida dapat ditentukan dengan titrasi iodometri.Metode iodometri termasuk salah satu metode yang paling akurat dalam analisis titrimetri karena dalam kondisi yang sesuai, keberadaan satu bpj dapat dideteksi dengan menggunakan larutan indikator kanji (Putisar, 2015).
Kegunaan banyak dari iodometri didasarkan pada kerja oksidasi iod dan sebaliknya kerja reduksi iodide. Jika suatu senyawa dioksidasi oleh iod, maka iod sendiri tereduksi menjadi iodida :
I2 + 2e 2I
-Dalam larutan asam iodida bekerja mereduksi oksidator kuat dan iodidanya sendiri dioksidasi menjadi iod :
2I I2 + 2e
Oleh karena itu reaksi iodometri adalah suatu proses redoks, yang dapat dinyatakan dengan menyatukan kedua persamaan :
(35)
Arah dari reaksi redoks ini tergantung dari potensial redoks pasangan reaksinya dan harga pH larutan titrasi (Putisar, 2015).
Cara yang sering digunakan pada penentuan bilangan peroksida berdasarkan pada reaksi anatara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan oksigen sebagai peroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
ROOH + 2 I- + 2 H+ I2 + ROH + H2O
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
(36)
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pengujian
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung Baru, Medan 20146 pada tanggal 2 sampai 13 Februari 2015.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian yaitu neraca analitik (mettle toledo), Erlenmeyer 250 ml – 300 ml (pyrex), pipet gondok 20 ml (pyrex), labu ukur 100 ml (pyrex), gelas ukur (pyrex), batang pengaduk, spatula, pipet tetes, buret mikro (pyrex)dan botol semprot.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak jagung, minyak curah, kloroform pro analisis, asam asetat glasial pro analisis, kalium iodide pra kristal, natrium tiosulfat 0,1 N, air suling bebas CO2 dan indikator larutan kanji 0,5%.
3.4 Pembuatan Pereaksi
Pembuatan pereaksi yang digunakan pada pengujian minyak jagung dan minyak kelapa sawit adalah
(37)
Dibuat campuran asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan 3 : 2 (v/v)
b. Larutan kalium iodida jenuh
Larutkan kalium iodida dalam air suling hingga kondisi jenuh (adanya kristal KI yang tidak larut).
c. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N
Timbang 24,9 g Na2S2O3.5H2O, larutkan ke dalam labu ukur satu liter
dengan air suling bebas CO2 kemudian tera.
Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N
Larutkan 10 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N (dengan pipet) dalam labu ukur 100 ml lalu isi dan tera labu ukur sampai tanda garis dengan air suling bebas CO2.
d. Standarisasi natrium tiosulfat 0,01 N
− Keringkan kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam oven pada suhu 103oC ± 2 o
C selama 2 jam, dinginkan dalam desikator
− Timbang 0,014 g ke dalam erlenmeyer
− Larutkan dengan 25 ml air suling, tambahkan 5 ml asam klorida (HCl) pekat dan 10 ml larutan kalium iodida 10%. Kocok dan simpan dalam tempat gelap selama 5 menit
− Tambahkan 50 ml air suling, titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,01 N sampai warna kuning muda
− Tambahkan 1 sampai 2 tetes larutan indicator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang
(38)
e. Indikator larutan kanji 1%
Timbang 1 g serbuk kanji didihkan dengan 100 ml air suling selama 3 menit
3.5 Prosedur Pengujian
Prinsip : Larutan contoh dalam asam asetat glasial dan kloroform direaksikan dengan larutan KI. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standard natrium tiosulfat.
Prosedur pengujian penentuan bilangan peroksida pada minyak jagung dan minyak curah sebagai berikut :
a. Timbang dengan teliti 5 ± 0,05 g (W) contoh
b. Tambahkan 50 ml larutan asam asetat glasial-kloroform, tutup Erlenmeyer dan aduk hingga larutan homogen
c. Tambahkan 0,5 ml larutan kalium iodida jenuh dengan menggunakan pipet ukur, kemudian kocok selama 1 menit
d. Tambahkan 30 ml air suling kemudian tutup Erlenmeyer dengan segera. Kocok dan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang, kemudian tambahkan indikator kanji 0,5 ml dan lanjutkan titrasi, kocok kuat untuk melepaskan semua iod dari lapisan pelarut hingga warna biru hilang
e. Lakukan penetapan duplo f. Lakukan penetapan blanko
(39)
Perhitungan :
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai miliekivalen O2 per kg lemak yang
dihitumg menggunakan rumus :
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� ) ��
� � 1000
Keterangan :
V1 = volume larutan natrium tiosulfat 0,01 N yang diperlukan untuk titrasi
contoh minyak (ml)
Vo = volume larutan natrium tiosulfat 0,01 N yang diperlukan untuk titrasi
blanko (ml)
N = normalitas natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi (N) W = berat contoh minyak yang diuji (g)
(40)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Pengujian Minyak Jagung
Hasil pengujian penentuan bilangan peroksida pada minyak jagung dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Penentuan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung
Berat Sampel Volume Blanko Volume Titrasi Bilangan Peroksida 5,0482 g
0,4 ml 1,8 ml 2,7733 mek O2/kg 5,0159 g 1,65 ml 2,4921 mek O2/kg
Rata-rata bilangan peroksida 2,6327 mek O2/kg
b. Pengujian Minyak Kelapa Sawit
Hasil pengujian penentuan bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Penentuan Bilangan Peroksida Minyak Kelapa Sawit
Berat Sampel Volume Blanko Volume Titrasi Bilangan Peroksida 5,0428 g
0,4 ml 2,8 ml 4,7593 mek O2/kg 5,0140 g 3 ml 5,1855 mek O2/kg
(41)
4.2 Pembahasan
Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1982).
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.minyak goreng ketika digunakan untuk menggoreng akan mengalami proses hidrolisis gliserol. Di mana gliserol oleh panas akan dihidrolisis menjadi akrolein dan air. Dalam beberapa hal hidrolisis ini akan mengalami oksidasi menjadi asam lemak teroksidasi yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Lemak dan minyak yang baik untuk digunakan sebagai minyak goreng adalah a) oleostearin dan oil yang bersumber pada lemak sapi yang diproses dengan cararendering pada suhu rendah. Lemak yang dihasilkan dipertahankan pada suhu 32oC sehingga terbentuk Kristal dan b) lemak nabati yang dihidrogenasi dengan titik cair 3540oC (Budiyanto, 2009).
Pada percobaan pengujian bilangan peroksida perlakuan pertama yaitu menimbang 5 g sampel ke dalam erlenmeyer sampel tersebut direaksikan dengan larutan asam asetat dan kloroform tujuannya untuk melarutkan minyak dalam larutan kemudian ditambahkan dengan larutan 0,5 ml KI jenuh tujuannya untuk mengetahui jumlah bilangan peroksida yang ada dalam minyak. Selanjutnya didiamkan selama 1 menit kemudian ditambahkan dengan akuades sehingga akan terbentuk misel-misel pada larutan minyak. Masing-masing larutan kemudian
(42)
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuningnya hampir hilang
tujuannya adalah untuk penentuan bilangan peroksida.
Selanjutnya setelah dititrasi semua larutan ditambahkan dengan larutan indikator amilum tujuannya adalah untuk menyerap iodin yang dibebaskan yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.Hal ini disebabkan karena didalam minyak tidak terdapat amilum atau pati.
Bilangan peroksida digunakan untuk menganalisis sifat fisika dan kimia dari minyak. Nilai peroksida yang diperoleh dari masing-masing sampel yaitu minyak jagung 1,8 ml dan 1,65 ml sedangkan untuk minyak kelapa sawit 2,8 ml dan 3 ml. Bilangan peroksida minyak jagung 2,7733 mek O2/kg dan 2,4921 mek O2/kg
dengan rata-rata 2,6327 mek O2/kg. Bilangan peroksida minyak kelapa sawit
4,7593 mek O2/kg dan 5,1855 mek O2/kg dengan rata-rata 4,9724 mek O2/kg Dari
data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah ml Na2S2O3 yang digunakan maka semakin besar pula nilai bilangan peroksida yang
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Nilai bilangan peroksida dari minyak jagung dan minyak curah memenuhi persyaratan bilangan peroksida yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
b. Minyak atau lemak apabila mengalami oksidasi maka senyawa peroksida yang dihasilkan akan meningkat dan semakin banyak jumlah ml NaS2O3
yang digunakan,maka semakin besar pula nilai bilangan peroksida yang didapatkan. Nilai bilangan peroksida untuk minyak jagung 2,6327 mek O2/kg sedangkan minyak kelapa sawit 4,9724 mek O2/kg, dengan
membandingkan nilai bilangan peroksida kedua minyak maka minyak jagung mempunyai kualitas lebih baik daripada minyak kelapa sawit (minyak curah).
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada peneliti selanjutnya hendaknya dilakukan pengujian terhadap parameter standar mutu yang lain seperti penetapan bilangan penyabunan, kadar asam lemak bebas, bilangan iodine, ataupun kekentalan (viskositas) untuk lebih menjamin mutu hasil produksi dalam pasar perdagangan minyak jagung dan minyak sawit.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, A. K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi.Malang: UMM Press. Halaman: 44.
Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.Halaman : 22-35.
Gaman dan Sherrington.(1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.Halaman : 75.
Gunawan, dkk. (2003). Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. Vol.VI (3). Semarang. FMIPA UNDIP. Halaman : 2.
Ketaren, S. (1986).Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta : UI Press. Halaman : 17, 130 - 131, 238, 241, 250 – 257.
Lawson, Harry W. (1985). Standards For Fats And Oils. Westport : The Avi Publishing company, INC. Halaman : 31, 47.
Mangoensoekarjo, S. (2000).Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press.Halaman : 30-52.
Najiyati, Sri dan Danarti. (1999). Palawija Budidaya dan Analisis Usahatani.Jakarta : Penebar Swadaya. Halaman : 60 – 62.
Putisar, E. (2015). Bilangan Peroksida Pada Minyak. http://www.jbptitbpp-gdl-ekaputisar-26922-1-2007ta-1.pdf. Diakses pada tanggal 22 Maret 2015. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Halaman : 154.
Rohman, A. (2013). Analisis Komponen Makanan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Halaman: 104.
Standar Nasional Indonesia.SNI 01-3394-1998 Minyak Jagung. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman: 4.
Standar Nasional Indonesia.SNI 01-3555-1998 Uji Minyak dan Lemak. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman : 5 – 7.
(45)
Standar Nasional Indonesia. SNI 3741 : 2013 Minyak Goreng. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman: 7 – 9.
Subekti, dkk.(2015). Tanaman Jagung go.id/ind/images/stories/empat.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015. Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi.(1989). Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Halaman : 57 - 60, 63 – 68.
Vaughan, J. G. (1970). The Structure and Utilization of Oil Seeds. Great Britain : The Chaucer Press. Halaman : 91 – 93.
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman : 13.
(46)
Lampiran 1Perhitungan Standarisasi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N
Berat K2Cr2O7 : 0,014 g
BE K2Cr2O7 : 49
Volume titrasi : 26,5 ml
N = ��
�� �
1000 �
= 0,014 �
49 � 1000 26,5 ��
(47)
Lampiran 2 Perhitungan Penentuan Bilangan Peroksida
a. Blanko
Volume titrasi : 0,4 ml
b. Minyak Jagung Pengujian -1
Berat minyak : 5,0482 g Volume titrasi : 1,8 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 1,8 −0,4 )��
5,0482 � � 1000
= 2,7733mek O2/kg
Pengujian - 2
Berat minyak : 5,0159 g Volume titrasi : 1,65 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 1,65 −0,4 )��
5,0159 � � 1000
(48)
c. Minyak Kelapa Sawit Pengujian -1
Berat minyak : 5,0428 g Volume titrasi : 2,8 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 2,8 −0,4 )��
5,0428 � � 1000
= 4,7593mek O2/kg
Pengujian -2
Berat minyak : 5,0140 g Volume titrasi : 3 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 3 − 0,4 )��
5,0140 � � 1000
(49)
Lampiran 3 Pengujian Minyak Jagung
Gambar 1 Minyak Jagung
(50)
Gambar 3 Erlenmeyer berisi hasil standarisasi Na2S2O3 0,01 N
(51)
Gambar 6 Erlenmeyer berisi minyak jagung hasil titrasi
Gambar 5 Erlenmeyer berisi minyak jagung dan pelarut
(52)
Lampiran 4 Pengujian Minyak Kelapa Sawit
Gambar 7 Minyak Kelapa Sawit
Gambar 8 Erlenmeyer berisi
(53)
Gambar 9 Erlenmeyer berisi minyak curah hasil titrasi
(1)
c. Minyak Kelapa Sawit Pengujian -1
Berat minyak : 5,0428 g Volume titrasi : 2,8 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 2,8 −0,4 )��
5,0428 � � 1000 = 4,7593mek O2/kg
Pengujian -2
Berat minyak : 5,0140 g Volume titrasi : 3 ml
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =
( �1−�� )��
� � 1000
= ( 3 − 0,4 )��
5,0140 � � 1000 = 5,1855mek O2/kg
(2)
Lampiran 3 Pengujian Minyak Jagung
Gambar 1 Minyak Jagung
(3)
Gambar 3 Erlenmeyer berisi hasil standarisasi Na2S2O3 0,01 N
(4)
Gambar 6 Erlenmeyer berisi minyak jagung hasil titrasi
Gambar 5 Erlenmeyer berisi minyak jagung dan pelarut
(5)
Lampiran 4 Pengujian Minyak Kelapa Sawit
Gambar 7 Minyak Kelapa Sawit
Gambar 8 Erlenmeyer berisi
(6)
Gambar 9 Erlenmeyer berisi minyak curah hasil titrasi