Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit

kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi Ketaren, 1986.

2.6.2 Sifat Fisiko-Kimia

Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih boiling point, titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan turbidity point, titik asap, titik nyala dan titik api. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.5 Ketaren, 1986. Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit Dan Minyak Inti Sawit Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900 – 0,913 Indeks bias D 40 o C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415 Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20 Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 245 Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak Ketaren, 1986. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta iononeKetaren, 1986. Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda Ketaren, 1986.

2.6.3 Standar Mutu

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin kurang lebih 2 persen atau kurang, bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning harus berwarna pucat tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam Ketaren, 1986.

2.7 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri Ketaren, 1986. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baikdengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian.Di samping itu dapat