yang menyimpang lebih dari 10 seharusnya, hal ini dibolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 55 100-95.
3.4.1. Uji Keseragaman Data
Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam. Karena ketidakseragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang
dapat mendeteksi. Batas-batas control yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya dari data. Data yang dikatakan seragam yaitu berasal dari sebab
sistem yang sama, bila berada di antara batas kedua control, dan tidak seragam yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada di luar batas kontrol.
Adapun rumus yang digunakan dalam pengujian keseragaman data untuk stop watch
adalah sebagai berikut :
1
2
− −
=
∑
n X
Xi
σ
BKA =
X
+ kσ
BKB =
X
- kσ
Dengan : BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
X
= Nilai Rata-rata σ = Standar Deviasi
K = Tingkat Keyakinan = 99
≈ 3
Universitas Sumatera Utara
= 95 ≈ 2
3.4.2. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan dengan mencari banyaknya data yang diperlukan sesuai dengan ketelitian yang diinginkan. Uji kecukupan data ini perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah sampel data yang diambil sudah mencukupi untuk mewakili sampel data populasi.
Rumus uji kecukupan data adalah
Dimana: k = nilai tingkat kepercayaan dari distribusi normal
s = tingkat ketelitian Xi = data pengamatan
N = Jumlah Pengamatan N’ = banyaknya data yang diperlukan
3.4.3. Perhitungan Waktu Standar
9
Jika pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memnuhi tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan maka selesailah kegiatan pengukuran.
9 Sutalaksana, Itfikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Departemen teknik Industri ITB.
Universitas Sumatera Utara
A. Waktu Baku Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan
waktu baku. Cara mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul tersebut adalah sebagai berikut:
a. Waktu siklus rata-rata
Dimana: Xi = waktu yang diamati N = jumlah pengamatan
b. Waktu normal Wn = Ws x 1 + Rf
Dimana : Wn = Waktu normal Ws = Waktu siklus
Rf = Rating Factor c. Waktu baku
Wb = Wn x 100100-All Dimana : Wb = Waktu baku
All = Faktor kelonggaran dalam bentuk persentase. B. Rating Factor Performance Rating dan Allowance
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja
tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk.
Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu
Universitas Sumatera Utara
singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus perelemen yang diketahui
diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan
melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang
disebut faktor penyesuaian. Adapun tingkat performance rating dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja diatas kewajaran normal, maka rating factor nya akan lebih besar daripada satu p1 atau
p100. 2. Apabila perator dinyatakan bekerja terlalu lambat, yaitu bekerja di bawah
kewajaran normal, maka rating factor-nya akan lebih kecil dari satu p,1 atau p100.
3. Apabila operator bekerja secara normal wajar maka irating factor-nya adalah sama dengan satu p=1 atau p=100. Untuk kondisi kerja dimana
operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin, maka waktu yang diukur dianggap normal.
Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan didalam aktivitas pengukuran kerja, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Skill dan Effort Rating Sekitar tahun 1916, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem
untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang
ada yang dinyatakan dengan angka “Bs”. Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Bedaux meliputi juga menentukan rating terhadap skill dan usaha-usaha
yang ditunjukkan oleh seorang operator. Dengan kata lain, yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal diharapkan akan
mampu mencapai angka 60 Bs per jam, dan pemberian intensif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekita 70 sampai 85 Bs per jam. Sebelum Bedaux
memperkenalkan sistemnya, performance rating biasanya dilaksanakan dengan jalan menganalisa langsung dari data waktu yang diperoleh dari pengukuran stop-
watch, sehingga apabila seorang operator bekerja dengan tempo yang cepat, maka waktu kerjanya akan tercatat dicatat diatas waktu waktu rata-rata yang ada dan
sebaliknya. Jelas bahwa sistem Bedaux ini akan memperbaiki metode yang umum dipakai sebelumnya.
2. Westing House System Rating Westing House Company 1927 juga ikut memperkenalkan sisitem yang
dianggap lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh Bedaux. Disini selain kecakapan dan usaha yang telah dinyatakan oleh Bedaux
sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkanlagi dengan kondisi kerja, dan keajegan konsistensi dari operator
didalam melakukan kerja. Untuk ini Westing House telah berhasil membuat
Universitas Sumatera Utara
suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasrkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk menormalkan
waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari hasil pengukuran kerja dengan jumlah keempat rating faktor yang
dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator. 3. Synthetic Rating
Synthetic rating adalah metoda untuk mengevaluasi tempo kerja operator
berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan telebih dahulu predetermined time value
. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan
waktu penyelesaian elemen kerja sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini akan merupakan indeks performance atau rating factor dari
operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. 4. Performance Rating atau Speed Rating
Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance
kerja operator adalah didasrkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space,
atau tempo. Sistem ini dikenal sebagai Performance Rating
atau Speed Rating. Rating Factor ini umumnya dinyatakan dalam persentase atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama
dengan 100 atau 1. Rating Factor
pada dasarnya seperti yang telah diuraikan diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh daridari pengukuran kerja
akibat tempo atau kecepatan kerja operator yang berubah-ubah.
Universitas Sumatera Utara
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiga faktor tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum
sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan
mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria
berbeda dengan pekerja wanita. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan fatique
Rasa lelah tercerminn antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah lelah. Bila hal ini terus
berlangsung maka anggota tubuh yang bersangkutan tidak akan dapat melakukan kerja sama sekali walaupun diinginkan. Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja
untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan otot, pergi keluar ruangan untuk menghilangkan lelah dan lain sebagainya.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk
mengendalikannya. Perhitungan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan dilakukan dengan suatu teknik sampling tersendiri karena besarnya
hambatan untuk kejadian semacam ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain. Beberapa contoh
keterlambatan yang tak dapat dihindarkan antara lain: menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, mengasah peralatan potong, dan lain
sebagainya.
3.5. Histogram