bukanlah satu-satunya faktor penyebab timbulnya permasalahan gizi pada balita. Faktor yang tidak kalah pentingnya adanya kurangnya pengetahuan gizi masyarakat.
Khususnya pada ibu yang sebagian besar pengasuh anak. Adanya pengetahuan gizi ibu akan memengaruhi sikapnya dan selanjutnya akan berdampak terhadap perilaku
gizinya.
Secara umum di negara berkembang ibu memainkan peranan penting dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk konsumsi keluarganya sehingga pengetahuan
gizi ibu akan memengaruhi jenis pangan dan mutu gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarganya Hardinsyah, 2007.
Menurut Munadhiroh 2009, pengetahuan gizi diartikan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan zat makanan.
Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan, salah satunya melalui pendidikan gizi sehingga akan memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan dirinya dan
keluarganya Suhardjo, 2003.
5.8. Sikap dengan Praktek Kadarzi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 25 19,1 dari 131 responden yang memiliki sikap baik berpraktek Kadarzi, dan ada 1 20,0 dari 31
responden yang memiliki sikap sedang berpraktek Kadarzi. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,033 p-value 0,05, yang
berarti bahwa sikap berhubungan secara signifikan dengan praktek Kadarzi. Menurut Sedioetama 2006, sikap ibu tentang kesehatan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku gizi di tingkat keluarga. Sikap tentang kesehatan
Universitas Sumatera Utara
adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan gizi sebagai upaya untuk memelihara kesehatannya.
Sikap yang baik hal ini disebabkan karena pengetahuan nya yang baik sehingga ibu balita mempunyai nilai positif terhadap praktek kadarzi, berdasarkan
informasi beberapa kader karena sikap petugas yang tinggal di desa sangat baik terhadap masyarakat dan mudah bergaul sehingga kebanyakan ibu senang terhadap
apa yang dianjurkan oleh bidan yang tinggal di desa. Sikap ini terwujud tidak terlepas karena adanya pengetahuan yang baik dan tersedia fasilitas kesehatan serta kader
yang aktif. Menurut Depkes RI 2007, pada umumnya keluarga telah memiliki
pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian, sikap mereka terhadap perbaikan gizi keluarga masih rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu menganggap
asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Selain itu, sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis
makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan keterampilan menyiapkannya.
Menurut Kwick 1974, sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk
menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari sikap dapat diramalkan perbutannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Pranadji 1988 bahwa sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo 2007, menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaankemauan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu sehingga sikap merupakan predisposisi perilaku atau reaksi tertutup. Makin tinggi pendidikan ibu cenderung makin sadar gizi dan semakin positif pula sikap
gizinya dan nantinya akan meningkatkan status gizi keluarga. Hasil penelitian Madihah 2002, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan
perilaku keluarga sadar gizi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis kemudian responden diminta bagaimana pendapatnya.
5.9. Pemberdayaan dengan Praktek Kadarzi