memengaruhi pencapaian program Kadarzi. Sarjunani 2009, juga menyebutkan bawah salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi masyarakat yaitu melalui
program Kadarzi dengan cara pemberdayaan gizi masyarakat. Rumniati 2005, menyimpulkan bahwa adanya masyarakat yang belum mengerti tentang Kadarzi
sehingga masih diperlukan pemberdayaan dari kader dan tenaga kesehatan. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dapat memotivasi keluarga untuk
memperaktekkan indikator-indikator Kadarzi.
2.3. Dampak dari Praktek Keluarga Sadar Gizi
Penelitian yang dilakukan oleh Zahraini 2009, di Provinsi di Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur NTT menunjukkan bahwa perilaku Kadarzi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan status gizi balita pada indeks BBU dan TBU p0.05 dan balita dari rumah tangga dengan kadarzi baik cenderung 1,13 kali
menjadi gizi baik dan 1,16 kali untuk memiliki tinggi badan normal. Hubungan perilaku Kadarzi rumah tangga dengan status gizi balita pada
indeks BBTB dan TBU sangat dimungkinkan didukung dengan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dan status infeksi dengan status gizi balita
p0.05 dan penelitian Misbakhudin et al., 2008, di Banding Jawa Barat yang mengemukakan bahwa perilaku Kadarzi berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu,
sehingga masalah gizi akut dan kronis dapat diperkecil dengan meningkatkan kadarzi yang baik melalui pengetahuan dan pendidikan ibu tentang gizi balita serta
menurunkan prevalensi infeksi pada balita.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Hariyadi 2010, menunjukkan pada indeks BBU ada hubungan yang signifikan p0,05 dan tidak ada hubungan yang signifikan p0,05
antara konsumsi vitamin A dengan status gizi balita pada indeks BBTB dan TBU, meskipun secara proporsi konsumsi vitamin A balita
≥ 85 AKG cenderung lebih tinggi pada status gizi normalgemuk BBTB, normallebih BBU dan normal
TBU. Anak balita merupakan anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus
dari orang tua, karena pada usia ini seorang anak masih tergantung secara fisik maupun emosional kepada orang tua. Anak balita belum mandiri dalam memenuhi
kebutuhan makannya. Oleh karena itu asupan makanan anak balita hampir sepenuhnya tergantung pada orang dewasa yang mengasuhnya artinya pertumbuhan
anak balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makannya, sementara kualitas makannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan keluarga Khomsan
2009.
2.4. Landasan Teori