41
penyusunan jadwal harian. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa mesin yang memiliki waktu proses produksi paling lama atau mesin kritis produksi adalah mesin pengemasan vakum.
6.5 Pengembangan Jadwal Produksi
Penjadwalan produksi merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan perusahaan, hal ini dikarenakan terkait pengalokasian sumber daya yang ada dan bagaimana mencapai target
produksi yang sudah ditetapkan. Pengembangan jadwal produksi ini dimaksudkan untuk menghasilkan alternatif jadwal produksi yang diharapkan lebih baik dari penjadwalan produksi
sebelumnya. Ukuran yang digunakan dalam menghitung kinerja penjadwalan produksi ini adalah produktifitas yang dicapai dari penjadwalan produksi tersebut. Produktifitas tentunya terkait
efisiensi yang bisa dicapai dari suatu penjadwalan produksi yang ada. Setelah melakukan analisis pendahuluan untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi penjadwalan dan data-data
pendukung penyusunan jadwal alternatif produksi, maka tahapan berikutnya adalah menyusun item
produk yang akan diproduksi. Penyusunan item produk ini diharapkan mampu mengasilkan susunan atau penjadwalan produksi alternatif yang lebih baik, tetapi tetap dapat disesuaikan
dengan kondisi perusahaan.
6.5.1 Penyusunan item produk dengan metode CR
Metode CR critical ratio merupakan metode penyusunan jadwal produksi yang digunakan karena metode ini yang paling tepat digunakan perusahaan terkait ketidakpastian
permintaan dan pengiriman produk yang setiap hari dilakukan.
Tabel 6. Data Masukan Metode CR
Item Produk
Jum. Stok Gudang Karton
Jum. Permintaan pack
Jum. Permintaan pcs
SSS 25 pcs SS A 30 pcs
SS A 15 pcs SS B 15 pcs
SS C 15 pcs SS C 30 pcs
15 20
35 15
25 23
87 1
17 3
17 42
2178 25
250 50
250 1250
Untuk menyusun jadwal harian dengan menggunakan metode CR, terlebih dahulu dimasukan data-data konversi satuan, data stok produk, dan data permintaan produk dari
MPS mingguan. Tabel 6. menunjukan data masukan pada penyusunan item produk yang nantinya akan disusun dengan menggunakan metode CR.
42
Tabel 7. Data Perhitungan Nilai CR
Jumlah Permintaan
karton Jumlah yang
Harus Diproduksi
karton Jumlah yang
Harus Diproduksi
pack Jumlah yang
Harus Diproduksi
pcs Nilai CR
Urutan Produksi
6
2
1 2
1 1
1 1
1 1
15 10
8 9
14 20
375 300
120 135
210 600
258 24000
1680 4050
2100 1104
12 47
36 41
38 33
Setelah diurutkan dengan metode CR Selanjutnya setiap item akan dihitung nilai CR-nya dengan membandingkan data permintaan
dan data stok gudang item tersebut. Tabel 7. menunjukan nilai CR dari sebagian item produk yang akan diproduksi. Untuk perhitungan nilai CR secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 9.
Setelah diketahui nilai CR masing-masing item produk, item produk tersebut disusun berdasarkan nilai CR tadi. Produk yang memiliki nilai CR terendah akan didahulukan untuk
diproduksi, sebaliknya produk yang memiliki nilai CR lebih tinggi akan diakhirkan untuk diproduksi. Produk dengan nilai kecil artinya produk tersebut tersedia sedikit di gudang produk
finish goods, oleh sebab itu produk ini harus diproduksi terlebih dahulu untuk menjaga gudang produk tetap tersedia cukup untuk di distribusikan.
6.5.2 Penyusunan alternatif jadwal produksi harian
Setelah urutan produk disusun dengan baik menggunakan metode CR, selanjutnya dibuat alternatif penjadwalan produksi harian dengan menggunakan metode SPT shortest
processing time dan mesin kritis sebagai acuannya adalah mesin pengemasan vakum.
Sebelum dilakukan penyusunan alternatif penjadwalan produksi, terlebih dahulu data produksi yang sudah disusun dengan metode CR tadi dikonversi kedalam bentuk batch
sebagaimana terlihat pada Tabel 8.
43
Tabel 8. Konversi Satuan batch
Item Produk
Urutan Produksi
Jum. Permintaan pcs
Bahan Baku kg
Proses batch
SSG 12 pcs SS 3 pcs
SSG 6 pcs MB 15 pcs
MB 10 pcs SS C 10 pcs
SSG 24 pcs SSG 27 pcs
SS 6 pcs SS 15 pcs
SSS 25 pcs SS 24 pcs
BS 15 pcs BB 15 pcs
SS 6 pcs 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
1000 900
160 600
600 200
648 648
360 600
50 375
576 1000
450 33
21 5
11 15
4 20
19 10
14 3
13 16
41 39
7 4
1 2
3 1
4 4
2 3
1 3
3 8
6 Dari Tabel 8. terlihat bahwa item produk telah disusun berdasarkan perhitungan
nilai CR dan terdapat data yang telah dikonversi menjadi satuan batch. Data ini berguna untuk memudahkan penyusunan jadwal harian nantinya.
Selanjutnya data hasil pengurutan dengan metode CR akan dikelompokan kembali sesuai dengan waktu change over. Waktu change over adalah waktu yang digunakan untuk
membersihkan mesin karena akan diproduksi item produk yang berbeda. Change over akan terjadi jika item produk yang akan diproduksi berubah dari item sebelumnya atau item produk
yang sama akan tetapi bahan dagingnya berbeda. Penentuan urutan golongan didasarkan pada urutan sebelumnya hasil pengurutan dengan metode CR, artinya kemungkinan besar akan
terjadi pengurutan kembali urutan produksi.
44
Tabel 9. Data SPT Mesin Pengemasan Vakum
Produk Jumlah Produksi
batch Item
Produk Item
Produk Proses
batch Pelayanan
menitbtch Proses
menit Gol. B
8 MB 15 pcs
MB 30 pcs CB 10 pcs
SSG 24 pcs SSG 27 pcs
SS 6 pcs MB 30 pcs
MB 15 pcs CB 10 pcs
SSG 24 pcs SS 24 pcs
SSG 12 pcs 4
2 2
3 3
7 4
5 5
20 20
22 15
11 11
63 65
147 Total Waktu Proses menit
Utilisasi Mesin Downtime Mesin menit
Total Waktu menit 312
4 120
432 Urutan produk awal sebelum disusun dengan metode SPT
Urutan produk setelah disusun dengan metode SPT Setelah produk digolongkan, selanjutnya produk diurutkan kembali dalam
golongannya masing-masing dengan menggunakan metode SPT dan dilakukan pada mesin pengemasan vakum. Pemilihan mesin pengemasan vakum ini dikarenakan pada analisis
pendahuluan disimpulkan bahwa mesin pengemasan vakum merupakan mesin kritis produksi atau mesin yang memiliki waktu produksi paling lama dibandingkan dengan mesin produksi
lainnya dalam satu rantai produksi. Tabel 9. merupakan tabel yang menunjukan hasil pengurutan salah satu golongan produk pada salah satu mesin pengemasan vakum. Susunan
produksi pada mesin pengemasan vakum ini merupakan acuan yang digunakan pada penyusunan alternatif penjadwalan produksi, artinya susunan item produk pada mesin
pengemasan vakum ini akan menjadi urutan produksi pada mesin-mesin produksi lainnya dalam satu rantai produksi.
6.5.3 Perbandingan antara penjadwalan lama dengan alternatif penjadwalan produksi