Grafik pada  Gambar 6  memperlihatkan bahwa rasio NPP untuk ikan hasil tangkapan  di  pelabuhan  perikanan  Kabupaten  Subang  pada  tahun  2009
mengalami  fluktuasi.  Nilai    rasio  NPP  tertinggi  terjadi  di  PPI  Cilamaya  Girang dengan nilai rasio NPP Rp13.240,8 ditetapkan sebagi nilai indeks 100. Nilai
rasio NPP terendah dimiliki oleh PPI Patimban dengan rasio Rp 4.671,3 35.
Volume hasil tangkapan didaratkan yang tertinggi di PPP Blanakan 2.882, 9  ton  hanya  menghasilkan  nilai  rasio  NPP  Rp  5.776,5.  Hal  ini  sangat  bertolak
belakang dengan PPI Cilamaya Girang dengan volume produksi pada tahun yang sama sebesar 31,843 ton urutan kelima namun mampu menghasilkan nilai rasio
NPP  tertinggi  yaitu  Rp  13.240,8.  Tingginya  nilai  rasio  NPP  yang  ada  di  PPI Cilamaya  Girang  menunjukkan  bahwa  harga  jual  ikan  di  PPI  Cilamaya  Girang
adalah relatif lebih tinggi daripada di PPP Blanakan dan di  pelabuhan lainnya di Kabupaten Subang. Faktor harga jual yang tinggi ini selain dipengaruhi oleh jenis
hasil  tangkapan  yang  bernilai  ekonomis  tinggi  yang  tersedia  di  PPI  Cilamaya Girang  juga  diduga  dikarenakan  lebih  baiknya  kondisi  pemasaran  ikan  di  PPI
Cilamaya Girang dibandingkan di  pelabuhan perikanan lainnya. Dapat dikatakan bahwa  PPI  Cilamaya  Girang  memiliki  kondisi  pemasaran  ikan  terbaik  di
Kabupaten Subang. Berdasarkan  gambaran  kondisi  pemasaran  di  atas,  Pemerintah  Daerah
Kabupaten  Subang  melalui  DKP  Kabupaten  Subang  sudah  sepatutnya memberikan  perhatian  lebih  kepada  PPI  Cilamaya  Girang.  Telah  diketahui
bersama  Tabel 13 PPI  Cilamaya  Girang belum memiliki fasilitas  yang lengkap baik  fasilitas  pokok  dan  penunjang.  Oleh  karena  itu  Pemerintah  Daerah
Kabupaten  Subang  hendaknya  dapat  segera  atau  memprioritaskan  melengkapi fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI ini.
6.2   Penyediaan Kebutuhan Melaut
Tingkat  kebutuhan  melaut  yang  diperlukan  oleh  masing-masing  kapal perikanan  sangat  bergantung  pada  lamanya  operasi  penangkapan  ikan.  Nelayan
yang biasa melakukan operasi penangkapan one day fishing seperti nelayan bagan di  Teluk  Palabuhanratu  akan  memiliki  kebutuhan  bahan  bakar,  es  dan  air  bersih
yang  berbeda  dengan  nelayan  gillnet  yang  biasanya  melakukan  operasi penangkapan lebih dari sehari.
Ketersediaan kebutuhan melaut di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang dapat juga dijadikan sebagai  output dari pelabuhan perikanan
tersebut.
1 Jumlah  air  yang  diproduksi  dan  terdistribusikan  menurut  pelabuhan
perikanan  Kabupaten Subang
Air bersih di suatu pelabuhan perikanan mutlak diperlukan. Penggunaan air bersih  tersebut  tidak  hanya  untuk  memenuhi  kebutuhan  pribadi  masyarakat  di
sekitar  pelabuhan  ataupun  pengguna  pelabuhan  saja.  Hasil  tangkapan  yang didaratkan di pelabuhan perikanan pun membutuhkan air bersih.
Menurut  Pane  2005  kegunaan  air  di  suatu  pelabuhan  bergantung  kepada penggunanya,  dan  nelayan  sebagai  pengguna  akan  menggunakan  air  bersih
tersebut  untuk  keperluan  minum,  mandi,  WC,  membersihkan  hasil  tangkapan, membersihkan  kapal  dan  alat  tangkap  sedangkan  oleh  pihak  pelabuhan
perikananan  maupun  TPI  air  tersebut  antara  lain  akan  digunakan  untuk membersihkan dermaga, lantai TPI dan basket hasil tangkapan. Pembersihan hasil
tangkapan,  lantai  TPI,  basket  hasil  tangkapan  dan  dermaga  bertujuan  untuk meminimalisir  kontaminasi  bakteri  yang  berasal  dari  ikan  ke  ikan  lainnya  yang
dapat menurunkan mutu hasil tangkapan yang dijual di TPI; sehingga diharapkan ikan  yang  nantinya  akan  mengikuti  proses  pelelangan  memiliki  mutu  yang  baik
sehingga layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Instalasi air yang tersedia di masing-masing pelabuhan perikanan jumlahnya
akan  sangat  berbeda  antara  satu  pelabuhan  dengan  pelabuhan  yang  lainnya dikarenakan kebutuhan yang berbeda pula. Pada tahun 2006 terdapat instalasi air
di  masing-masing  pelabuhan  di  Kabupaten  Subang  yaitu  di  PPI  Rawameneng, PPP Blanakan, PPI Patimban, PPI Mayangan,  PPI Cilamaya Girang,  PPP Muara
Ciasem, PPI Cirewang. Semenjak tahun 2009 hanya tersisa tiga instalasi saja yang masih berfungsi yaitu di PPI Patimban, PPP Blanakan dan PPI Cilamaya Girang.
Namun  disayangkan  tidak  tersedia  data  mengenai  volume  air  yang  diproduksi oleh masing-masing instalasi di ketiga pelabuhan di atas.
Tidak  berkembangnya  instalasi  air  bersih  di  masing-masing  pelabuhan perikanan  di  Kabupaten  Subang  mengindikasikan  bahwa  sebagian  besar
masyarakat  nelayan  di  Kabupaten  Subang  belum  mengerti  mengenai  mutu  dan
kesehatan.  Terlihat  bahwa  air  bersih  hanya  digunakan  untuk  minum  saja. Kebutuhan  lainnya  seperti  mandi,  mencuci  dan  membersihkan  ikan  hasil
tangkapan masih dilakukan dengan air laut ataupun air hujan. Apabila hal ini tetap dibiarkan  maka  secara  perlahan  ketiga  instalasi  yang  masih  berfungsi  tersebut
juga akan mengalami kerusakan hingga akhirnya tidak berfungsi lagi.
2 Jumlah  BBM  yang  diproduksi  dan  terdistribusikan  menurut  pelabuhan
perikanan Kabupaten Subang
Bahan  Bakar  Minyak  BBM  merupakan  elemen  sangat  penting  bagi nelayan  dalam  menjalankan  kegiatan  operasionalnya,  karena  komponen  biaya
BBM berkisar antara 40-60  dari seluruh biaya operasional melaut penangkapan ikan  Anonymous,  2009
c
.  Kenaikan  harga  BBM  jenis  solar  akan  menambah beban  biaya  produksi  penangkapan  bagi  nelayan.  Artinya  dengan  kenaikan
tersebut,  nelayan  mengalami  beban  tambahan  yang  harus  dikeluarkan  untuk melakukan operasi penangkapan padahal dengan adanya kenaikan tersebut belum
menjamin kenaikan pendapatan nelayan. Kejadian seperti ini sangat memberatkan nelayan.  Selama  ini  masyarakat  pesisir  pada  umumnya  memenuhi  kebutuhan
BBM Solar melalui pihak ketiga tengkulak, yang harganya lebih mahal Rp 500,- dari harga ketentuan Pemerintah. Untuk itu program pembangunan System Packet
Dealer  for Nelayan  SPDN  dihadirkan  guna  membantu  nelayan  maupun
pembudidaya ikan skala mikro dan kecil dalam pemenuhan kebutuhan BBM. Tabel  23  Pendapatan  hasil  usaha  unit  SPDN  di  KUD  Mandiri  Mina  Fajar  Sidik
PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Tahun
Penjualan BBM Solar liter Nilai Rp
2005 1.718.990,00
3.906.457.000,00 2006
824.662,00 3.546.046.600,00
2007 698.305,00
3.002.711.500,00 2008
62.043,00 268.146.900,00
2009 109.111,00
111.086.165,00
Sumber: Laporan Tahunan  Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 20005-2008 yang diolah kembali; Anonymous, 2010
Kabupaten  Subang  yang  memiliki  tujuh  unit  pelabuhan  perikanan  hanya memiliki empat unit SPDN. Ketiga unit SPDN tersebut berada di PPP Blanakan,
PPI  Patimban,  PPP  Muara  Ciasem  dan  PPI  Mayangan.  Pelabuhan  Perikanan Pantai  Blanakan  sebagai  salah  satu  pemilik  SPDN  di  Kabupaten  Subang
merupakan  yang paling  berkembang  penjualannya diantara ketiga SPDN  lainnya yaitu SPDN-PPI Patimban, SPDN-PPP Muara Ciasem dan SPDN-PPI Mayangan.
System Packet Dealer for Nelayan SPDN di Blanakan resmi berdiri sejak
tanggal 28 Februari 2003 dan mulai beroperasi pada tanggal 13 Maret 2003. Unit usaha  SPDN  di  KUD  Mandiri  Mina  Fajar  Sidik  mendapat  pasokan  solar  dari
depot Cikampek sebesar 5.333 literhari, namun jumlah tersebut dirasakan masih kurang  karena  dalam  hitungan  normal  SPDN  KUD  Mandiri  Mina  Fajar  Sidik
membutuhkan  8.000  literhari  Kurniawan,  2009.  Hal  tersebut  dikarenakan adanya  kebijakan  yang  ditetapkan  oleh  depot  Cikampek.  Tujuan  dari  penetapan
kuota  solar  ditetapkan  langsung  oleh  PT.  Pertamina  yaitu  untuk  mengatur ketersediaan solar di Indonesia sehingga dapat memenuhi kebutuhan solar secara
merata. Alasan penjatahan solar tersebut antara lain Pertamina, 2003 vide Utomo, 2006:
1 Bahan subsidi pemerintah khusus untuk BBM dengan harga rupiah baik dari
harga BBM itu sendiri maupun ongkos angkut dan biaya margin penjualan. 2
Keterbatasan  stok  BBM  di  tangki  timbun  supply  point  instalasidepot, mengingat  BBM  tersebut  akan  disalurkan  secara  merata  kepada  masyarakat
dalam jangka waktu tertentu untuk kedatangan pasokan berikutnya. 3
Kemungkinan  BBM  yang  diserahkan  Pertaminamitra  usahanya  kepada pelangggan akan dijual kembali oleh pelangggan tersebut kepada pihak lain,
sehingga  menciptakan  pedagang  BBM  lain  di  luar  struktur  usaha  dan kemitraan PT. Pertamina.
Hal berbeda justru ditunjukkan oleh dua unit SPDN lainnya yaitu SPDN di Mayangan dan Patimban. Tangki BBM  yang dimiliki oleh SPDN PPI Mayangan
memiliki  kapasitas  sebanyak  16.000  liter  dan  SPDN  di  PPI  Patimban  memiliki tangki  dengan  kapasitas  10.000  liter.  Namun  sangat  disayangkan  semenjak
dibangun  pada  bulan  Maret  2007  SPDN  ini  belum  mendapat  respon  dari  para nelayan.  Kebiasaan  nelayan  menggunakan  bahan  bakar  jenis  minyak  tanah  yang
dicampur  oli  membuat  tingkat  penjualan  solar  sangat  lamban  di  kedua  PPI tersebut.  Tidak  terdapat  data  atau  instalasi  tentang  BBM  di  keempat  pelabuhan
perikanan  lainnya  yaitu  PPI  Rawameneng,  PPI  Cirewang,  PPP  Muara  Ciasem, PPI Cilamaya Girang.
3 Jumlah  es  yang  diproduksi  dan  terdistribusikan  menurut  pelabuhan
perikanan Kabupaten Subang
Penggunaan  es  oleh  para  nelayan  hanya  terbatas  pada  pengawet  hasil tangkapan.  Es  tetap  memiliki  peranan  penting  dalam  operasi  penangkapan  baik
yang  bersifat  one  day  fishing  maupun  yang  tidak  di  masing-masing  pelabuhan perikanan.  Pelabuhan  perikanan  biasanya  menyediakan  es  dalam  bentuk  balok
sedangkan  es  yang  biasa  yang  digunakan  oleh  nelayan  Kabupaten  Subang biasanya  adalah  es  curah.  sehingga  oleh  para  nelayan,  es  tersebut  akan  diubah
terlebih dahulu menjadi es curah menggunakan mesin; sebelum dibawa melaut. Kabupaten  Subang  yang  memiliki  tujuh  unit  pelabuhan  perikanan  hanya
memiliki  satu  unit  pabrik  es  yaitu  Perseroan  Terbatas  PT  Tirta  Ratna  di  PPP Blanakan.  Perusahaan  PT.  Tirta  Ratna,  yang  berdiri  sejak  tanggal  8  September
tahun  2000  bekerja  sama  dengan  KUD  Mina  Fajar  Sidik,  mampu  memproduksi sekitar  300  balok  es  per  hari.  Pihak  KUD  Mina  Fajar  Sidik  menjual  es  balok
kepada nelayan seharga Rp11.000,00balok Kurniawan, 2009. Tabel  24  Pendapatan  hasil  usaha  unit  penjualan  es  di  KUD  Mandiri  Mina  Fajar
Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Tahun
Pendapatan Hasil Usaha PHU Pertumbuhan
2005 21.423.238,36
- 2006
31.474.615,00 46,9
2007 25.575.286,00
-18,7 2008
44.387.688,00 73,6
2009 25.700.250,00
-42,1 Rataan
- 14,1
Kisaran -
-42,1 – 73,6
Sumber: Laporan Tahunan  Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 2005-2008 yang diolah kembali; Anonymous, 2010
Periode  tahun  2005  sampai  2009  pendapatan  hasil  usaha  pabrik  es mengalami  fluktuasi.  Secara  umum  pendapatan  hasil  usaha  pabrik  es  PT  Tirta
Ratna  mengalami  pertumbuhan  rata-rata  sebesar  14,1  setiap  tahunnya  selama periode 2005-2009 atau dengan kisaran -42,1
– 73,6. Jumlah pendapatan hasil usaha  pabrik  es  yang  terbesar  terjadi  pada  tahun  2008  yaitu  sebesar  Rp
44.387.688,00  dengan  pertumbuhan  sebesar  73,6.  Jumlah  pendapatan  hasil usaha pabrik es terkecil terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 21. 423.238,36 Tabel
24
Gambar 13 Histogram jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta  Ratna di PPP Blanakan periode tahun 2005-2009
Peningkatan pendapatan tertinggi diduga terjadi karena ikan hasil tangkapan yang  didaratkan  sangat  banyak.  Selain  itu  faktor  seringnya  nelayan  melaut  juga
dapat  meningkatkan  penjualan  es.  Terjadinya  penurunan  pendapatan  hasil  usaha pabrik  es  tersebut  diduga  karena  ikan  hasil  tangkapan  yang  didaratkan  sangat
sedikit akibat terjadinya kelangkaan BBM. Kelangkaan ini membuat nelayan tidak melakukan  kegiatan  usaha  penangkapan  sehingga  aktivitas  penjualan  hasil
tangkapan yang didaratkan berkurang. Hasil  wawancara  dengan  Kepala  Bagian  Penangkapan  DKP  Subang
memperlihatkan  bahwa  untuk  memenuhi  kebutuhan  es,  para  nelayan  biasanya membeli es di pabrik yang berada di luar pelabuhan, yaitu  di daerah yang terdapat
tiga unit pabrik es yang berdiri di sekitar daerah Pamanukan dan Eretan. Menurut Christanti  2005  pihak  pelabuhan  yang  tidak  mampu  lagi  memenuhi  kebutuhan
es  sehingga  harus  mendatangkan  es  dari  luar  pelabuhan  sehingga  hal  ini menunjukkan  bahwa  semakin  tingginya  aktifitas  pendaratan  ikan  di  pelabuhan
tersebut.  Menurut  Novianti,  2008  ketiadaan  pabrik  esdepot  menjadi  kendala utama  bagi  para  nelayan.  Kebutuhan  es  yang  harus  dipesan  dari  luar  pelabuhan
membuat  nelayan.  Kesulitan  mendapatkan  es  ketika  dibutuhkan  kedatangan
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
2005 2006
2007 2008
2009
Pendapa tan
H as
il U
sa ha
J uta
r upiah
TAHUN
pesanan  es  yang  terbatas  tersebut  mengakibatkan  aktivitas  penanganan  kurang optimal.
Fasilitas penyediaan es di suatu pelabuhan perikanana dilakukan oleh pabrik es.  Pabrik  es  merupakan  bagian  dari  fasilitas  fungsional  dari  suatu  pelabuhan
perikanan,  dimana  fasilitas  tersebut  memproduksi  dan  menyuplai  es  untuk kegiatan  perikanan.  Namun  tidak  semua  unit  pelabuhan  perikanan  mampu  untuk
membangun  pabrik  es  di  wilayahnya.  Hal  ini  dapat  disebabkan  oleh  hasil tangkapan  yang  didaratkan  sangat  sedikit  dan  hasilnya  tidak  menentu.  Oleh
karena  itu  kondisi  tersebut  dapat  disiasati  dengan  pembangunan  depot-depot penyediaan  es.  Pelabuhan  Perikanan  Pantai  Muara  Ciasem  memiliki  dua  unit
depot es yang mampu menampung 120 es balok per hari  yang diperuntukan bagi nelayan  untuk  memenuhi  kebutuhan  melaut.  Depot  es  ini  memperoleh  pasokan
esnya dari PT. Tirta Ratna yang berada di PPP Blanakan. Tabel 25 Profil output seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun
2009
Pelabuhan Perikanan Output
Volume Produksi
ton Nilai
Produksi Rp 1000
Rasio NPP
Rpkg Air
bersih liter
BBM liter
Es balok
hari
PPI Rawameneng 95,9
763.828 7.960
5.000 - - -
- - - PPI Patimban
152,1 710.906
4.671 - - -  10.000
- - - PPI Mayangan
20,3 110.183
5.422 - - -  16.000
- - - PPP Blanakan
2.882,9 16.653.019
5.777  10.000 5.333
300 PPP Muara Ciasem
916,5     6.415.743 7.000
10.000  10.000 120
PPI Cilamaya Girang           31,8 421.626
13.241 5.000
- - - - - -
PPI Cirewang 14,3
98.526 6.879
- - - - - -
- - -
Sumber: Anonymous, 2010
b
data diolah kembali - - - = Data tidak tersedia
Secara umum seluruh pelabuhan perikanan  yang  ada di Kabupaten Subang didirikan  dengan  tujuan  untuk  mempermudah  aktivitas  nelayan.  Kegiataan  ini
dapat  dilakukan  melalui  penyediaan  aktivitas  pemenuhan  kebutuhan  melaut, pemasaran  hasil  tangkapan,  dan  pengolahan  hasil  tangkapan  di  pelabuhan
perikanan. Ketiga nilai atau hasil kegiatan tersebut di setiap pelabuhan perikanan dapat  digolongkan  sebagai  output  pelabuhan  perikanan.  Pelabuhan  perikanan
yang ada di Kabupaten Subang belum sepenuhnya mampu mempermudah nelayan dalam melakukan aktivitasnya. Masih banyak terdapat unit pelabuhan yang belum
memiliki  fasilitas  yang  berkaitan  dengan  pemenuhan  kebutuhan  melaut  seperti fasilitas pabrik es, tangki BBM, dan instalasi air bersih.
Kategori  output  yang  disajikan  merupakan  output  dari  aktivitas  produksi perikanan  dan  output  dari  aktivitas  pemenuhan  kebutuhan  melaut.  Apabila
ditinjau  dari  aktivitas  produksi  perikanan  yang  dihasilkannya,  PPP  Blanakan merupakan  pelabuhan  yang  memiliki  volume  produksi  dan  nilai  produksi  yang
tertinggi dengan nilai berturut-turut adalah 2.882,9 ton dan Rp 16.653.019.000,00 Namun pelabuhan ini hanya memperoleh nilai rasio NPP sebesar Rp 5.777,00 per
kg.  Keadaan  ini  bertolak  belakang  dengan  PPI  Cilamaya  Girang  yang memperoleh  nilai  rasio  NPP  tertinggi  yaitu  sebesar  Rp  13.241,00  per  kg.
Pangkalan  pendaratan  ikan  Cilamaya  Girang  sendiri  hanya  memiliki  volume produksi dan nilai produksi sebesar 31,8 ton dan Rp 421.626.000,00 Tabel 25.
Selanjutnya apabila ditinjau dari aktivitas pemenuhan kebutuhan melautnya PPP Blanakan sebagai satu-satunya pelabuhan yang mampu menyediakan fasilitas
pemenuhan kebutuhan melaut bagi nelayannya. Kondisi ini berbeda sekali dengan keenam  unit  pelabuhan  lainnya.  Fasilitas  air  bersih  hanya  dimiliki  oleh  tiga  unit
pelabuhan saja yaitu PPI Rawameneng, PPP Blanakan, dan PPI Cilamaya Girang. Selanjutnya fasilitas BBM juga hanya dimiliki oleh tiga unit pelabuhan saja yaitu
PPI  Patimban,  PPI  Mayangan,  dan  PPP  Blanakan.  Fasilitas  pabrik  es  di Kabupaten  Subang  hanya  dimiliki  di  PPP  Blanakan  sedangkan  yang  ada  di  PPP
Muara Ciasem merupakan depot es  yang pasokan esnya diperoleh dari pabrik es yang berada di PPP Blanakan.
Pengembangan unit pelabuhan perikanan yang ada dapat dilakukan dengan memperhatikan  output.  Variabel  yang  digunakan  dalam  penghitungan  teknik
skoring faktor output adalah variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai produksi  per  produksi  NPP,  ketersediaan  air  bersih,  BBM  dan  es  di  masing-
masing  pelabuhan  perikanan  Kabupaten  Subang.  Masing-masing  variabel  yang ada  memiliki  bobot  yang  berbeda  bergantung  dari  tingkat  kepentingan  yang
dibutuhkan  peneliti.  Selanjutnya  dari  masing-masing  variabel  yang  ada  akan dibuat  selang  kelas  untuk  menentukan  skor  dari  variabel  tersebut.  Penentuan
selang  kelas  dibuat  berdasarkan  banyaknya  data  yang  diperoleh  sehingga  dapat mewakili  seluruh  data  variabel  yang  diperoleh.  Skor  yang  dibuat  akan  berbeda
antara  masing-masing  variabel  yang  diamati.  Hal  ini  disesuaikan  dengan banyaknya  data  variabel  yang  diamati.  Skor  untuk  variabel  aktivitas  produksi
seperti  volume  produksi,  nilai  produksi,  dan  rasio  NPP  dan  variabel  aktivitas penyediaan  kebutuhan  melaut  seperti  air  bersih,  BBM  dan  es  memiliki  angka
tertinggi 7 dan terendah 1. Kurangnya sumberdaya manusia baik jumlah maupun kualitas, menjadikan
pelabuhan  perikanan  yang  ada  menjadi  tidak  berkembang.  Hal  ini  juga berpengaruh  pada  proses  pendataan,  dimana  dalam  pendataan  tidak  adanya
pembukuan  atau  pencatatan  oleh  pihak  pelabuhan  perikanan  sehingga  banyak menghasilkan data yang kosong. Akibatnya ketika dilakukan proses penghitungan
terdapat  nilai  nol  0  bagi  sebagian  pelabuhan.  Hal  ini  tentu  saja  akan menimbulkan  kerugian  bagi  pelabuhan  perikanan  tersebut  yaitu  PPI  Patimban,
PPI Mayangan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, PPI Cirewang dan PPI Rawameneng.
Kategori  yang digunakan terbagi menjadi  empat  yaitu kategori  pelabuhan perikanan  baik  sekali,  baik,  cukup  dan  buruk.  Nilai  untuk  kategori  pelabuhan
perikanan  baik  sekali  dihitung  dengan  cara  mengalikan  nilai  maksimal  yang diperoleh  dengan  persentase  nilai  yang  digunakan.  Selang  nilai  yang  digunakan
yaitu  76 - 100  dikalikan nilai maksimal  yaitu 63,8 - 84. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik adalah 51 - 75 dikalikan nilai maksimal  yaitu antara
42,8 –  63.  Nilai  untuk  kategori  pelabuhan  perikanan  cukup  adalah  26  –  50
dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 21,8 – 42. Nilai untuk kategori pelabuhan
perikanan buruk adalah 0 – 25 dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 0 – 21.
Teknik penghitungan skoring yang dilakukan memperlihatkan bahwa PPP Blanakan  merupakan  pelabuhan  terbaik  yang  menghasilkan  output  dari  semua
pelabuhan  perikanan  yang  ada  di  Kabupaten  Subang  Tabel  26.  Walaupun  PPP Blanakan  memperlihatkan  sebagai  pelabuhan  terbaik  dari  sisi  output  dibanding
pelabuhan  perikanan  lainnya  di  Kabupaten  Subang,  akan  tetapi  PPP  Blanakan sesungguhnya  berada  pada  kategori  output  pelabuhan  cukup,  belum  berupa
kategori  baik.  Tidak  satu  pun  pelabuhan  perikanan  di  Kabupaten  Subang  yang memiliki kategori output yang baik.
Tabel  26  Kategori  pelabuhan  perikanan  untuk  kelompok  output  di  Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dengan teknik skoring
Pelabuhan Perikanan Jumlah Nilai
Kategori Output
1. PPI Rawameneng 12
Buruk
2. PPI Patimban 18
Buruk
3. PPI Mayangan 25
Cukup
4. PPP Blanakan 57
Baik
5. PPP Muara Ciasem 37
Cukup
6. PPI Cilamaya Girang 16
Buruk
7. PPI Cirewang 8
Buruk Perhitungan  nilai  diperoleh  dari  penjumlahan  nilai  antara  masing-masing
output Lampiran  3.  Keseluruhan  nilai  yang  disajikan  pada  Tabel  26
memperlihatkan  bahwa  PPP  Blanakan  merupakan  pelabuhan  terbaik  pertama  di Kabupaten  Subang    berdasarkan  dari  output  aktivitas  produksi  perikanan  dan
output aktivitas  pemenuhan  kebutuhan  melaut.  Ditinjau  dari  output  aktivitas
produksi  perikanannya,  volume  produksi  dan  nilai  produksi  perikanan  yang dihasilkan  PPP  Blanakan  merupakan  yang  tertinggi  di  Kabupaten  Subang  yaitu
sebesar  2.882,9  dan  Rp  16.653.019.000,00.  Selanjutnya  adalah  PPP  Muara Ciasem dengan volume produksi dan nilai produksi yang dihasilkan berturut-turut
adalah 916,5 ton dan Rp 6.415.743.000,00 Output
aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut menunjukkan PPP Blanakan sebagai pelabuhan yang terbaik. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, BBM, dan
es  telah  dilaksanakan  di  Kabupaten  ini.  Penilaian  pelabuhan  perikanan  terbaik berdasarkan output ini hanya menjadi milik PPP Blanakan dikarenakan di keenam
pelabuhan  lainnya  keberadaan  fasilitas  yang  menunjang  pemenuhan  kebutuhan melaut nelayan belum terpenuhi. Kondisi ini tentunya menimbulkan kerugian bagi
nelayan.
7.   POTENSI PENGEMBANGAN FASILITAS DAN AKTIVITAS PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN