Penyediaan Kebutuhan Melaut OUTPUT PELABUHAN PERIKANAN KABUPATEN SUBANG

Grafik pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa rasio NPP untuk ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang pada tahun 2009 mengalami fluktuasi. Nilai rasio NPP tertinggi terjadi di PPI Cilamaya Girang dengan nilai rasio NPP Rp13.240,8 ditetapkan sebagi nilai indeks 100. Nilai rasio NPP terendah dimiliki oleh PPI Patimban dengan rasio Rp 4.671,3 35. Volume hasil tangkapan didaratkan yang tertinggi di PPP Blanakan 2.882, 9 ton hanya menghasilkan nilai rasio NPP Rp 5.776,5. Hal ini sangat bertolak belakang dengan PPI Cilamaya Girang dengan volume produksi pada tahun yang sama sebesar 31,843 ton urutan kelima namun mampu menghasilkan nilai rasio NPP tertinggi yaitu Rp 13.240,8. Tingginya nilai rasio NPP yang ada di PPI Cilamaya Girang menunjukkan bahwa harga jual ikan di PPI Cilamaya Girang adalah relatif lebih tinggi daripada di PPP Blanakan dan di pelabuhan lainnya di Kabupaten Subang. Faktor harga jual yang tinggi ini selain dipengaruhi oleh jenis hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yang tersedia di PPI Cilamaya Girang juga diduga dikarenakan lebih baiknya kondisi pemasaran ikan di PPI Cilamaya Girang dibandingkan di pelabuhan perikanan lainnya. Dapat dikatakan bahwa PPI Cilamaya Girang memiliki kondisi pemasaran ikan terbaik di Kabupaten Subang. Berdasarkan gambaran kondisi pemasaran di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang melalui DKP Kabupaten Subang sudah sepatutnya memberikan perhatian lebih kepada PPI Cilamaya Girang. Telah diketahui bersama Tabel 13 PPI Cilamaya Girang belum memiliki fasilitas yang lengkap baik fasilitas pokok dan penunjang. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Subang hendaknya dapat segera atau memprioritaskan melengkapi fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI ini.

6.2 Penyediaan Kebutuhan Melaut

Tingkat kebutuhan melaut yang diperlukan oleh masing-masing kapal perikanan sangat bergantung pada lamanya operasi penangkapan ikan. Nelayan yang biasa melakukan operasi penangkapan one day fishing seperti nelayan bagan di Teluk Palabuhanratu akan memiliki kebutuhan bahan bakar, es dan air bersih yang berbeda dengan nelayan gillnet yang biasanya melakukan operasi penangkapan lebih dari sehari. Ketersediaan kebutuhan melaut di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang dapat juga dijadikan sebagai output dari pelabuhan perikanan tersebut. 1 Jumlah air yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Air bersih di suatu pelabuhan perikanan mutlak diperlukan. Penggunaan air bersih tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi masyarakat di sekitar pelabuhan ataupun pengguna pelabuhan saja. Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan pun membutuhkan air bersih. Menurut Pane 2005 kegunaan air di suatu pelabuhan bergantung kepada penggunanya, dan nelayan sebagai pengguna akan menggunakan air bersih tersebut untuk keperluan minum, mandi, WC, membersihkan hasil tangkapan, membersihkan kapal dan alat tangkap sedangkan oleh pihak pelabuhan perikananan maupun TPI air tersebut antara lain akan digunakan untuk membersihkan dermaga, lantai TPI dan basket hasil tangkapan. Pembersihan hasil tangkapan, lantai TPI, basket hasil tangkapan dan dermaga bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi bakteri yang berasal dari ikan ke ikan lainnya yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan yang dijual di TPI; sehingga diharapkan ikan yang nantinya akan mengikuti proses pelelangan memiliki mutu yang baik sehingga layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Instalasi air yang tersedia di masing-masing pelabuhan perikanan jumlahnya akan sangat berbeda antara satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lainnya dikarenakan kebutuhan yang berbeda pula. Pada tahun 2006 terdapat instalasi air di masing-masing pelabuhan di Kabupaten Subang yaitu di PPI Rawameneng, PPP Blanakan, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPI Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem, PPI Cirewang. Semenjak tahun 2009 hanya tersisa tiga instalasi saja yang masih berfungsi yaitu di PPI Patimban, PPP Blanakan dan PPI Cilamaya Girang. Namun disayangkan tidak tersedia data mengenai volume air yang diproduksi oleh masing-masing instalasi di ketiga pelabuhan di atas. Tidak berkembangnya instalasi air bersih di masing-masing pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat nelayan di Kabupaten Subang belum mengerti mengenai mutu dan kesehatan. Terlihat bahwa air bersih hanya digunakan untuk minum saja. Kebutuhan lainnya seperti mandi, mencuci dan membersihkan ikan hasil tangkapan masih dilakukan dengan air laut ataupun air hujan. Apabila hal ini tetap dibiarkan maka secara perlahan ketiga instalasi yang masih berfungsi tersebut juga akan mengalami kerusakan hingga akhirnya tidak berfungsi lagi. 2 Jumlah BBM yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Bahan Bakar Minyak BBM merupakan elemen sangat penting bagi nelayan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, karena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60 dari seluruh biaya operasional melaut penangkapan ikan Anonymous, 2009 c . Kenaikan harga BBM jenis solar akan menambah beban biaya produksi penangkapan bagi nelayan. Artinya dengan kenaikan tersebut, nelayan mengalami beban tambahan yang harus dikeluarkan untuk melakukan operasi penangkapan padahal dengan adanya kenaikan tersebut belum menjamin kenaikan pendapatan nelayan. Kejadian seperti ini sangat memberatkan nelayan. Selama ini masyarakat pesisir pada umumnya memenuhi kebutuhan BBM Solar melalui pihak ketiga tengkulak, yang harganya lebih mahal Rp 500,- dari harga ketentuan Pemerintah. Untuk itu program pembangunan System Packet Dealer for Nelayan SPDN dihadirkan guna membantu nelayan maupun pembudidaya ikan skala mikro dan kecil dalam pemenuhan kebutuhan BBM. Tabel 23 Pendapatan hasil usaha unit SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Tahun Penjualan BBM Solar liter Nilai Rp 2005 1.718.990,00 3.906.457.000,00 2006 824.662,00 3.546.046.600,00 2007 698.305,00 3.002.711.500,00 2008 62.043,00 268.146.900,00 2009 109.111,00 111.086.165,00 Sumber: Laporan Tahunan Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 20005-2008 yang diolah kembali; Anonymous, 2010 Kabupaten Subang yang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan hanya memiliki empat unit SPDN. Ketiga unit SPDN tersebut berada di PPP Blanakan, PPI Patimban, PPP Muara Ciasem dan PPI Mayangan. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan sebagai salah satu pemilik SPDN di Kabupaten Subang merupakan yang paling berkembang penjualannya diantara ketiga SPDN lainnya yaitu SPDN-PPI Patimban, SPDN-PPP Muara Ciasem dan SPDN-PPI Mayangan. System Packet Dealer for Nelayan SPDN di Blanakan resmi berdiri sejak tanggal 28 Februari 2003 dan mulai beroperasi pada tanggal 13 Maret 2003. Unit usaha SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik mendapat pasokan solar dari depot Cikampek sebesar 5.333 literhari, namun jumlah tersebut dirasakan masih kurang karena dalam hitungan normal SPDN KUD Mandiri Mina Fajar Sidik membutuhkan 8.000 literhari Kurniawan, 2009. Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh depot Cikampek. Tujuan dari penetapan kuota solar ditetapkan langsung oleh PT. Pertamina yaitu untuk mengatur ketersediaan solar di Indonesia sehingga dapat memenuhi kebutuhan solar secara merata. Alasan penjatahan solar tersebut antara lain Pertamina, 2003 vide Utomo, 2006: 1 Bahan subsidi pemerintah khusus untuk BBM dengan harga rupiah baik dari harga BBM itu sendiri maupun ongkos angkut dan biaya margin penjualan. 2 Keterbatasan stok BBM di tangki timbun supply point instalasidepot, mengingat BBM tersebut akan disalurkan secara merata kepada masyarakat dalam jangka waktu tertentu untuk kedatangan pasokan berikutnya. 3 Kemungkinan BBM yang diserahkan Pertaminamitra usahanya kepada pelangggan akan dijual kembali oleh pelangggan tersebut kepada pihak lain, sehingga menciptakan pedagang BBM lain di luar struktur usaha dan kemitraan PT. Pertamina. Hal berbeda justru ditunjukkan oleh dua unit SPDN lainnya yaitu SPDN di Mayangan dan Patimban. Tangki BBM yang dimiliki oleh SPDN PPI Mayangan memiliki kapasitas sebanyak 16.000 liter dan SPDN di PPI Patimban memiliki tangki dengan kapasitas 10.000 liter. Namun sangat disayangkan semenjak dibangun pada bulan Maret 2007 SPDN ini belum mendapat respon dari para nelayan. Kebiasaan nelayan menggunakan bahan bakar jenis minyak tanah yang dicampur oli membuat tingkat penjualan solar sangat lamban di kedua PPI tersebut. Tidak terdapat data atau instalasi tentang BBM di keempat pelabuhan perikanan lainnya yaitu PPI Rawameneng, PPI Cirewang, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang. 3 Jumlah es yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Penggunaan es oleh para nelayan hanya terbatas pada pengawet hasil tangkapan. Es tetap memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan baik yang bersifat one day fishing maupun yang tidak di masing-masing pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan biasanya menyediakan es dalam bentuk balok sedangkan es yang biasa yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Subang biasanya adalah es curah. sehingga oleh para nelayan, es tersebut akan diubah terlebih dahulu menjadi es curah menggunakan mesin; sebelum dibawa melaut. Kabupaten Subang yang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan hanya memiliki satu unit pabrik es yaitu Perseroan Terbatas PT Tirta Ratna di PPP Blanakan. Perusahaan PT. Tirta Ratna, yang berdiri sejak tanggal 8 September tahun 2000 bekerja sama dengan KUD Mina Fajar Sidik, mampu memproduksi sekitar 300 balok es per hari. Pihak KUD Mina Fajar Sidik menjual es balok kepada nelayan seharga Rp11.000,00balok Kurniawan, 2009. Tabel 24 Pendapatan hasil usaha unit penjualan es di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Tahun Pendapatan Hasil Usaha PHU Pertumbuhan 2005 21.423.238,36 - 2006 31.474.615,00 46,9 2007 25.575.286,00 -18,7 2008 44.387.688,00 73,6 2009 25.700.250,00 -42,1 Rataan - 14,1 Kisaran - -42,1 – 73,6 Sumber: Laporan Tahunan Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 2005-2008 yang diolah kembali; Anonymous, 2010 Periode tahun 2005 sampai 2009 pendapatan hasil usaha pabrik es mengalami fluktuasi. Secara umum pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,1 setiap tahunnya selama periode 2005-2009 atau dengan kisaran -42,1 – 73,6. Jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es yang terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 44.387.688,00 dengan pertumbuhan sebesar 73,6. Jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es terkecil terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 21. 423.238,36 Tabel 24 Gambar 13 Histogram jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna di PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Peningkatan pendapatan tertinggi diduga terjadi karena ikan hasil tangkapan yang didaratkan sangat banyak. Selain itu faktor seringnya nelayan melaut juga dapat meningkatkan penjualan es. Terjadinya penurunan pendapatan hasil usaha pabrik es tersebut diduga karena ikan hasil tangkapan yang didaratkan sangat sedikit akibat terjadinya kelangkaan BBM. Kelangkaan ini membuat nelayan tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan sehingga aktivitas penjualan hasil tangkapan yang didaratkan berkurang. Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Penangkapan DKP Subang memperlihatkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan es, para nelayan biasanya membeli es di pabrik yang berada di luar pelabuhan, yaitu di daerah yang terdapat tiga unit pabrik es yang berdiri di sekitar daerah Pamanukan dan Eretan. Menurut Christanti 2005 pihak pelabuhan yang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan es sehingga harus mendatangkan es dari luar pelabuhan sehingga hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya aktifitas pendaratan ikan di pelabuhan tersebut. Menurut Novianti, 2008 ketiadaan pabrik esdepot menjadi kendala utama bagi para nelayan. Kebutuhan es yang harus dipesan dari luar pelabuhan membuat nelayan. Kesulitan mendapatkan es ketika dibutuhkan kedatangan 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2005 2006 2007 2008 2009 Pendapa tan H as il U sa ha J uta r upiah TAHUN pesanan es yang terbatas tersebut mengakibatkan aktivitas penanganan kurang optimal. Fasilitas penyediaan es di suatu pelabuhan perikanana dilakukan oleh pabrik es. Pabrik es merupakan bagian dari fasilitas fungsional dari suatu pelabuhan perikanan, dimana fasilitas tersebut memproduksi dan menyuplai es untuk kegiatan perikanan. Namun tidak semua unit pelabuhan perikanan mampu untuk membangun pabrik es di wilayahnya. Hal ini dapat disebabkan oleh hasil tangkapan yang didaratkan sangat sedikit dan hasilnya tidak menentu. Oleh karena itu kondisi tersebut dapat disiasati dengan pembangunan depot-depot penyediaan es. Pelabuhan Perikanan Pantai Muara Ciasem memiliki dua unit depot es yang mampu menampung 120 es balok per hari yang diperuntukan bagi nelayan untuk memenuhi kebutuhan melaut. Depot es ini memperoleh pasokan esnya dari PT. Tirta Ratna yang berada di PPP Blanakan. Tabel 25 Profil output seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009 Pelabuhan Perikanan Output Volume Produksi ton Nilai Produksi Rp 1000 Rasio NPP Rpkg Air bersih liter BBM liter Es balok hari PPI Rawameneng 95,9 763.828 7.960 5.000 - - - - - - PPI Patimban 152,1 710.906 4.671 - - - 10.000 - - - PPI Mayangan 20,3 110.183 5.422 - - - 16.000 - - - PPP Blanakan 2.882,9 16.653.019 5.777 10.000 5.333 300 PPP Muara Ciasem 916,5 6.415.743 7.000 10.000 10.000 120 PPI Cilamaya Girang 31,8 421.626 13.241 5.000 - - - - - - PPI Cirewang 14,3 98.526 6.879 - - - - - - - - - Sumber: Anonymous, 2010 b data diolah kembali - - - = Data tidak tersedia Secara umum seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas nelayan. Kegiataan ini dapat dilakukan melalui penyediaan aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut, pemasaran hasil tangkapan, dan pengolahan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Ketiga nilai atau hasil kegiatan tersebut di setiap pelabuhan perikanan dapat digolongkan sebagai output pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang belum sepenuhnya mampu mempermudah nelayan dalam melakukan aktivitasnya. Masih banyak terdapat unit pelabuhan yang belum memiliki fasilitas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan melaut seperti fasilitas pabrik es, tangki BBM, dan instalasi air bersih. Kategori output yang disajikan merupakan output dari aktivitas produksi perikanan dan output dari aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut. Apabila ditinjau dari aktivitas produksi perikanan yang dihasilkannya, PPP Blanakan merupakan pelabuhan yang memiliki volume produksi dan nilai produksi yang tertinggi dengan nilai berturut-turut adalah 2.882,9 ton dan Rp 16.653.019.000,00 Namun pelabuhan ini hanya memperoleh nilai rasio NPP sebesar Rp 5.777,00 per kg. Keadaan ini bertolak belakang dengan PPI Cilamaya Girang yang memperoleh nilai rasio NPP tertinggi yaitu sebesar Rp 13.241,00 per kg. Pangkalan pendaratan ikan Cilamaya Girang sendiri hanya memiliki volume produksi dan nilai produksi sebesar 31,8 ton dan Rp 421.626.000,00 Tabel 25. Selanjutnya apabila ditinjau dari aktivitas pemenuhan kebutuhan melautnya PPP Blanakan sebagai satu-satunya pelabuhan yang mampu menyediakan fasilitas pemenuhan kebutuhan melaut bagi nelayannya. Kondisi ini berbeda sekali dengan keenam unit pelabuhan lainnya. Fasilitas air bersih hanya dimiliki oleh tiga unit pelabuhan saja yaitu PPI Rawameneng, PPP Blanakan, dan PPI Cilamaya Girang. Selanjutnya fasilitas BBM juga hanya dimiliki oleh tiga unit pelabuhan saja yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, dan PPP Blanakan. Fasilitas pabrik es di Kabupaten Subang hanya dimiliki di PPP Blanakan sedangkan yang ada di PPP Muara Ciasem merupakan depot es yang pasokan esnya diperoleh dari pabrik es yang berada di PPP Blanakan. Pengembangan unit pelabuhan perikanan yang ada dapat dilakukan dengan memperhatikan output. Variabel yang digunakan dalam penghitungan teknik skoring faktor output adalah variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai produksi per produksi NPP, ketersediaan air bersih, BBM dan es di masing- masing pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Masing-masing variabel yang ada memiliki bobot yang berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat selang kelas untuk menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan selang kelas dibuat berdasarkan banyaknya data yang diperoleh sehingga dapat mewakili seluruh data variabel yang diperoleh. Skor yang dibuat akan berbeda antara masing-masing variabel yang diamati. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya data variabel yang diamati. Skor untuk variabel aktivitas produksi seperti volume produksi, nilai produksi, dan rasio NPP dan variabel aktivitas penyediaan kebutuhan melaut seperti air bersih, BBM dan es memiliki angka tertinggi 7 dan terendah 1. Kurangnya sumberdaya manusia baik jumlah maupun kualitas, menjadikan pelabuhan perikanan yang ada menjadi tidak berkembang. Hal ini juga berpengaruh pada proses pendataan, dimana dalam pendataan tidak adanya pembukuan atau pencatatan oleh pihak pelabuhan perikanan sehingga banyak menghasilkan data yang kosong. Akibatnya ketika dilakukan proses penghitungan terdapat nilai nol 0 bagi sebagian pelabuhan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kerugian bagi pelabuhan perikanan tersebut yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, PPI Cirewang dan PPI Rawameneng. Kategori yang digunakan terbagi menjadi empat yaitu kategori pelabuhan perikanan baik sekali, baik, cukup dan buruk. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik sekali dihitung dengan cara mengalikan nilai maksimal yang diperoleh dengan persentase nilai yang digunakan. Selang nilai yang digunakan yaitu 76 - 100 dikalikan nilai maksimal yaitu 63,8 - 84. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik adalah 51 - 75 dikalikan nilai maksimal yaitu antara 42,8 – 63. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan cukup adalah 26 – 50 dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 21,8 – 42. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan buruk adalah 0 – 25 dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 0 – 21. Teknik penghitungan skoring yang dilakukan memperlihatkan bahwa PPP Blanakan merupakan pelabuhan terbaik yang menghasilkan output dari semua pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang Tabel 26. Walaupun PPP Blanakan memperlihatkan sebagai pelabuhan terbaik dari sisi output dibanding pelabuhan perikanan lainnya di Kabupaten Subang, akan tetapi PPP Blanakan sesungguhnya berada pada kategori output pelabuhan cukup, belum berupa kategori baik. Tidak satu pun pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang memiliki kategori output yang baik. Tabel 26 Kategori pelabuhan perikanan untuk kelompok output di Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dengan teknik skoring Pelabuhan Perikanan Jumlah Nilai Kategori Output 1. PPI Rawameneng 12 Buruk 2. PPI Patimban 18 Buruk 3. PPI Mayangan 25 Cukup 4. PPP Blanakan 57 Baik 5. PPP Muara Ciasem 37 Cukup 6. PPI Cilamaya Girang 16 Buruk 7. PPI Cirewang 8 Buruk Perhitungan nilai diperoleh dari penjumlahan nilai antara masing-masing output Lampiran 3. Keseluruhan nilai yang disajikan pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa PPP Blanakan merupakan pelabuhan terbaik pertama di Kabupaten Subang berdasarkan dari output aktivitas produksi perikanan dan output aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut. Ditinjau dari output aktivitas produksi perikanannya, volume produksi dan nilai produksi perikanan yang dihasilkan PPP Blanakan merupakan yang tertinggi di Kabupaten Subang yaitu sebesar 2.882,9 dan Rp 16.653.019.000,00. Selanjutnya adalah PPP Muara Ciasem dengan volume produksi dan nilai produksi yang dihasilkan berturut-turut adalah 916,5 ton dan Rp 6.415.743.000,00 Output aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut menunjukkan PPP Blanakan sebagai pelabuhan yang terbaik. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, BBM, dan es telah dilaksanakan di Kabupaten ini. Penilaian pelabuhan perikanan terbaik berdasarkan output ini hanya menjadi milik PPP Blanakan dikarenakan di keenam pelabuhan lainnya keberadaan fasilitas yang menunjang pemenuhan kebutuhan melaut nelayan belum terpenuhi. Kondisi ini tentunya menimbulkan kerugian bagi nelayan.

7. POTENSI PENGEMBANGAN FASILITAS DAN AKTIVITAS PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN