dapat bekerja secara profesional, bekerja sama dan patuh terhadap peraturan yang berlaku.
Pada dasarnya terdapat empat tipe pengelolaan pelabuhan, dimana masing- masing tipe mempunyai pola yang berbeda menurut Lubis 2006 yaitu:
1 Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah merupakan pengelola pelabuhan sekaligus pemiliknya. Biaya pengoperasian pelabuhan dapat ditunjang oleh pemerintah daerah
tidak terkecuali dalam hal-hal tertentu seperti perbaikan dan perluasan dermaga ada juga bantuan finansial dari pemerintah pusat.
2 Pengelolaan oleh Perusahaan Umum Semi Publik
Pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh perusahaan umum yang dipercayakan oleh pemerintah setempat. Pelayanan umum dapat porsi
yang layak dalam pengelolaan tipe ini. Anggaran tidak lagi merupakan bagian anggaran pemerintah daerah tapi dari pelabuhan sendiri.
3 Pengelolaan oleh Pemerintah Pusat
Pengelola dan pemilik pelabuhan ini adalah pemerintah pusat. Fasillitas yang ada sifatnya milik umum dan dikelola oleh wakil-wakil yang
ditunjuk pemerintah pusat dan bertanggung jawab langsung kepadanya. 4
Pengelolaan oleh Swasta Infrastruktur dibangun oleh perusahaan swasta sendiri atau sebagian
mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Pelabuhan ini dikelola oleh suatu perusahaan swasta
atau satu grup swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan semata- mata, dalam hal ini kepentingan umum terabaikan, hanya pelayanan atau
kegiatan yang memberikan keuntungan saja dilakukan sedangkan kegiatan yang tidak menguntungkan meskipun diperlukan oleh masyarakat tidak
dilakukan
2.2.2 Output Pelabuhan Perikanan
Secara umum output pelabuhan perikanan dapat digolongkan menjadi dua. Golongan pertama adalah hasil tangkapan yang meliputi produksi hasil tangkapan,
nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga. Golongan kedua adalah
penyediaan kebutuhan melaut yang meliputi produksi air, BBM, dan es.
1 Produksi Hasil Tangkapan
Produksi perikanan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produksi hasil tangkapan di laut dan produksi budidaya. Pada umumnya, produksi
perikanan yang didaratkan di pelabuhan perikanan berasal dari hasil tangkapan nelayan di laut.
Menurut Hanafiah dan Saefudin 1983, produksi perikanan laut antara lain sangat tergantung pada perahu atau kapal yang digunakan atau dimiliki nelayan.
Mengingat sifat ikan yang sering bermigrasi atau berpindah tempat maka fishing ground
juga berpindah, dengan demikian, maka motorisasi kapal atau perahu akan dapat meningkatkan hasil tangkapan. Perkembangan motorisasi kapal
penangkapan ikan di Indonesia sangat lambat. Hal tersebut antara lain sebagai salah satu hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan produksi perikanan
laut Indonesia. Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Peningkatan produksi tidak terbatas pada kuantitas saja tetapi juga harus memperhatikan kualitas hasil tangkapan. Jenis hasil tangkapan juga akan sangat
berpengaruh sehingga akan mendongkrak harga jual hasil tangkapan yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Jenis hasil tangkapan perikanan laut yang diharapkan adalah jenis hasil tangkapan ekonomis penting. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan jenis ini
memiliki harga pasar relatif lebih mahal. Hasil tangkapan jenis ini biasanya dipasarkan ke luar negeri ekspor baik dalam keadaan segar maupun olahan.
Harga akan semakin mahal apabila nelayan mampu menjual hasil tangkapannya dalam keadaan segar dibanding dalam bentuk olahan.
Negara yang biasa mengimpor hasil tangkapan Indonesia dalam bentuk segar maupun olahan adalah Jepang, China, Amerika, dan Uni Eropa. Seluruh
negara pengimpor tersebut memiliki aturan masing-masing dalam hal pengawasan mutu makanan. Oleh karenanya masalah mutu hasil tangkapan juga menjadi
mutlak untuk diperhatikan mengingat kondisi perikanan kita yang bersifat tradisional.
2 Penyediaan Kebutuhan Melaut
Salah satu fungsi pelabuhan perikanan adalah melayani kapal-kapal penangkap ikan dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. Penyediaan
kebutuhan melaut tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari pengadaan fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan. Ketiga unsur tersebut merupakan hal
penting yang harus dipenuhi oleh pelabuhan perikanan. Bahan bakar merupakan unsur utama yang harus dipenuhi ketika unit
penangkapan akan melakukan usaha penangkapan. Khusus bagi nelayan skala usaha mikro dan kecil, Bahan Bakar Minyak BBM memang merupakan elemen
sangat penting dalam menjalankan kegiatannya, karena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60 dari seluruh biaya operasional penangkapan ikan. Bahan
bakar tersebut akan digunakan untuk menggerakkan kapal dari fishing base menuju fishing ground. Bahan bakar ini biasanya dijual dalam bentuk solar,
bensin maupun minyak tanah. Melalui kerjasama yang sinergis antara KKP, Pertamina, dan Dewan
Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DPP HNSI, maka pembangunan SPDN di daerah telah terwujud. Program ini mulai diinisiasi pada
tahun 2003, hasilnya pun cukup menggembirakan karena sampai dengan Mei tahun 2008 telah terbangun 225 SPDN.
Penyediaan air bersih merupakan unsur penting dalam menjaga kualitas mutu ikan. Selain dipergunakan sebagai perbekalan untuk kebutuhan nelayan, air
bersih juga digunakan untuk menyiram ikan yang akan dilelang. Tingkat kebutuhan air bersih bergantung kepada besarnya unit pelabuhan perikanan.
Persediaan air bersih biasanya disalurkan oleh PAM namun tidak jarang juga pasokan air pelabuhan perikanan didapat dari sumur-sumur yang sengaja
dibangun. Berdasarkan penelitian Wibowo 2009, Air ledeng PAM lebih banyak digunakan di kawasan sekitar pelabuhan dari pada air sumur karena
sifatnya yang netral, bersih dan tidak mengandung garam. Jumlah pasokan air yang cukup di pelabuhan perikanan sebenarnya dapat
dipergunakan untuk membuat balok es. Es yang dihasilkan ini dapat dijual kepada nelayan baik dalam bentuk beku maupun dalam bentuk curah. Sistem penjualan
yang terjadi di PPS Nizam Zachman berdasarkan penelitian Ningsih 2006 adalah
Perum tidak langsung menjual es yang dihasilkan kepada nelayan tetapi oleh agennya es tersebut ditawarkan kepada nelayan. Oleh nelayan, es akan digunakan
untuk menjaga kualitas mutu hasil tangkapan.
3. METODOLOGI
3.1 Bahan Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2010 dengan menggunakan data dan informasi literatur mengenai pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan
ikan Kabupaten Subang. Sumber-sumber literatur diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Subang, Perpustakaan, dan Website.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi literatur. Pada penelitian ini akan diteliti mengenai aspek input, proses dan output yang
dimiliki oleh seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Di dalam aspek tersebut akan diteliti mengenai :
1 Pada input diteliti gambaran kondisi fasilitas pelabuhan perikanan di
Kabupaten Subang. 2
Pada proses, diteliti kondisi ada tidaknya aktivitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang.
3 Pada output diteliti besaran produksi hasil tangkapan, termasuk di
dalamnya nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga atau rasio antara nilai produksi dan produksi NPP per jenis ikan; dan besaran perbekalan
bahan melaut di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan gambarankondisi input, proses
dan output semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di KabupatenSubang. Input berupa fasilitas pokok, fungsional, tambahan dan
proses berupa aktivitas-aktivitas yang ada sedangkan output berupa ketersediaan produksi hasil tangkapan terkait kekuatan hasil tangkapan volume, jenis hasil
tangkapan, mutu, harga, dan ukuran dan ketersediaan bahan kebutuhan melaut. Pengumpulan data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu
data utama dan data tambahan. Data dikumpulkan:
Data utama meliputi: 1
Jenis fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang 2
Aktivitas pelabuhan perikanan pendaratan, pelelangan, pengolahan