Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Lembah Harau

g. efisien secara keseluruhan kurang berpengaruh baik dalam proses pengambilan keputusan. Akibat banyaknya halangan dalam implementasi konsep partisipasi, para peneliti telah mencoba mengembangkan berbagai metode. Salah satunya adalah menurut Drakeā€Ÿs 1991 dalam Mason 2003, yaitu a. memantakan peran dari partisipasi lokal; b. memilih tim untuk penelitian; c. melakukan persiapan studi; d. memantapkan keterlibatan lokal; e. memantapkan mekanisasi pendekatan partisipasi; f. melakukan permulaan dalam bentuk dialog; g. mengambil keputusan secara kolektif; h. mengembangkan rencana dan implementasi skema; i. memantau dan mengevaluasi. Pemerintah sangat berperan penting dalam implementasi konsep partisipasi. Pemerintah merupakan stakeholder yang berpengaruh dalam proses pengelolaan berbasis masyarakat. Menurut Weaver 2001, beberapa usaha yang dapat dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut: a. menganalis pengembangan dan peraturan ekowisata dari waktu ke waktu dengan cara melihat dampak dari pengembangannya; b. menganalisis fasilitas yang dapat dikembangkan di dalam kawasan dengan cara melihat tingkat interaksi mutu yang menguntungkan; c. meneliti ketetapan umum yang berhubungan dengan bantuan eksternal dalam kaitannya dengan tujuan yang ditargetkan, stakeholder, dan hasil.

2.3 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Lembah Harau

Lembah Harau merupakan salah satu cagar alam yang ada di Sumatera Barat. Lembah Harau berada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kawasan ini memiliki luas 270,5 hektar Korean addicted, 2009. Kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Alam CA sejak 10 Januari 1993. Taman Wisata Alam TWA Lembah Harau merupakan bagian dari cagar alam. TWA Lembah Harau telah dikembangkan menjadi kawasan rekreasi. Kawasan cagar alam tidak dikembangkan karena memiliki fungsi sebagai penyangga daerah sekitarnya. Lembah Harau memiliki potensi lanskap berupa air terjun, gua, celah alam, dan tebing terjal. Tebing merupakan bagian yang mendominasi di kawasan ini. Tebing ini memiliki tinggi 150 hingga 200 meter dengan diameter mencapai 400 m. Tebing terbentuk dari batuan granit sehingga jarang terjadi longsor Hade, 2009. Pada beberapa titik tebing, telah dikembangkan titik echo gaung yang menjadi salah satu objek wisata. Selain itu, tebing telah dikembangkan menjadi area panjat tebing. Lembah Harau mempunyai tujuh air terjun, yaitu lima buah di Sarasah Bunta dan dua buah di Aka Barayun. Air terjun di Sarasah Bunta masih alami berupa kerikil, sedangkan di Aka Barayun berupa kolam. Di kaki air terjun Sarasah Bunta terdapat sebuah monumen peninggalan Belanda yang merupakan bukti bahwa Lembah Harau sudah sering dikunjungi orang sejak 1926. Pada monumen itu tertera tanda tangan Asisten Residen Belanda di Lima Puluh Kota saat itu, F. Rinner, dan dua pejabat Indonesia, Tuanku Laras Datuk Kuning nan Hitam dan Datuk Kodoh nan Hitam STR, 2009. Cagar alam Lembah Harau memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Flora didominasi oleh tanaman hutan hujan tropis. Fauna antara lain, berupa monyet ekor panjang Macaca fascirulatis, siamang Hylobates syndactylus, simpai Presbytis melalopos, harimau sumatera Panthera tigris sumatrensis, beruang Helarctos malayanus, tapir Tapirus indicus, kambing hutan Capriconis sumatrensis, dan landak Proechidna bruijnii. Lembah Harau juga memiliki 19 spesies burung, termasuk burung kuau Argusianus argus, dan enggang Anthrococeros sp.. Beberapa spesies yang ada merupakan hewan langka yang dilindungi Korean addicted, 2009. Lembah Harau telah dijadikan tempat wisata. Tempat ini memiliki fasilitas rekreasi seperti kolam pemandian, tempat berkemah, dan jalan setapak. Beberapa fasilitas telah ada yang rusak dan terdapat pula fasilitas yang baru dibangun. Selain itu, terdapat warung-warung ilegal yang didirikan oleh masyarakat. Warung tersebut menjual makanan, minuman, souvenir, dan tanaman hias. Tanaman hias yang dijual berupa tanaman langka seperti pakis monyet. Hal ini menandakan masyarakat belum siap terhadap pengembangan wisata di Lembah Harau.

III. METODOLOGI 3.1