melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata. Melalui kelembagaan, partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan secara terencana dan terorganisasi.
Kelembagaan yang dibentuk berfungsi sebagai tempat pelatihan, pembinaan, forum diskusi, forum pengambilan keputusan, pengamatan, dan
evaluasi, dengan peran serta Pemda dan KSDA sebagai fasilitator dalam kelembagaan. Hal ini dikarenakan kelembagaan untuk jangka panjang menjadi
wadah mandiri masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran
KSDA dan Pemda hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat
mengawasi, memfasilitasi, dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan
yang berlaku. Jika kelembagaan telah mantap, masyarakat dapat mengembangkan dan mengelola kawasan tanpa bantuan pihak luar. Pada tahap ini ekowisata
berbasis masyarakat akan tercapai. Dalam tahap awal harus didiskusikan prosedur utama dalam kelembagaan
seperti struktur, tugas, dan peran masing-masing pihak terkait. Prosedur yang ada harus disepakati bersama. Ristiyanti 2008 menjelaskan bahwa dengan
pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi dan aspirasi secara umum dapat
terakomodasi.
6.2 Kerja Sama antara Pemda, BKSDA, dan Masyarakat
Sistem kerja sama masyarakat dengan Pemda dan BKSDA telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu adanya pelibatan masyarakat dalam bentuk
partisipasi kemitraan. Dalam sub bab ini akan menjelaskan aspek-aspek yang dapat dikerjakan bersama sesuai dengan Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau
Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda Pemda.
Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan
masyarakat bersama-sama
a. menentukan batas-batas antara cagar alam dengan hutan lindung HT dan
areal penggunaan lain APL; b.
melakukan pemasangan batas melalui pemasangan papan pengumuman dan penanaman jalur hijau;
c. menginventariasi dan menjaga ekosistem;
d. menginventarisasi dan mengidentifikasi potensi flora dan fauna;
e. mengemas wisata sesuai dengan potensi yang ada;
f. membangun sarana dan prasarana sesuai dengan dana pemerintah, yaitu
1 kantor pengelola, laboratoriun penelitian, dan pondok penelitian dibangun
di Desa Tarantang Lubuak Limpato; 2
pos jaga ditempatkan di dalam dan di luar kawasan terutama pada daerah yang sering dilalui oleh masyarakat, rawan kebakaran, dan wilayah
konsentrasi penduduk tinggi; 3
menara pengawas satwa dan kebakaran; 4
jalan patroli; 5
pembangunan demplot-demplot potensi jenis kupu-kupu dengan bantuan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun
2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan masyarakat bersama-sama a.
membantu dalam proses inventarisasi, pembangunan, dan pengelolaan fasilitas baru seperti rumah makan, pos penjagaan, gazebo, tempat pemandian, taman
bermain. b.
dapat menjadi tenaga kerja, khususnya masyarakat, dalam menjaga dan membersihkan fasilitas umum seperti toilet, mushola, gazebo, tempat
pemandian, taman bermain, dan rumah makan. c.
mengatur sempadan bangunan untuk memperkecil resiko penjalaran bahaya kebakaran, memperlancar aliran udara, pencahayaan matahari dan sirkulasi
pergerakan. Kedua rencana tersebut tidak dilakukan secara terpisah tetapi dapat
dilakukan bersama sehingga tujuan dapat tercapai. Hal utama yang dapat
dikoordinasikan adalah mengenai pendanaan sarana dan prasaran oleh Pemda dan penambahan jumlah tenaga ahli dari Pemda.
6.3 Pengembangan