Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah

menghasilkan laba setelah pajak. Semakin tinggi rasio ini berarti bahwa tingkat keuntungan yang dicapai bank semakin besar sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah

Mekanisme kebijakan moneter mencerminkan mekanisme kebijakan yang mampu mempengaruhi perubahan variabel makro yang merupakan tujuan akhir dari kebijakan moneter seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Mishkin 2004 menjelaskan transmisi kebijakan moneter dari perspektif konvensional dapat melalui tiga bagian utama yaitu melalui efek suku bunga, efek harga aset, dan jalur kredit. Dalam tiap bagian utama, akan memberikan dampak bagi perekonomian melalui jalurnya dan variabelnya masing-masing. Dalam kondisi ideal, pengendalian moneter menjadi sederhana saja, yaitu menjaga kelancaran dan ketersediaan uang beredar dalam perekonomian sesuai kebutuhan di sektor riil, seperti yang dilakukan oleh Baitul Mal government treasury pada masa dahulu. Dalam kondisi tidak ideal seperti masa sekarang, dimana uang yang digunakan adalah fiat money yang mengandung riba dalam penciptaannya dan perbankan syariah yang masih menerapkan fractional reserve banking system yang menciptakan uang giral atau uang bank melalui money multiplier yang mengandung riba, maka pengendalian moneter Islam menjadi tidak sederhana Ascarya, 2010. Agama Islam menganggap sektor moneter adalah penunjang bagi pertumbuhan sektor riil. Sektor moneter bukanlah suatu hal yang terpisah dari sektor riil sebagaimana yang diyakini sistem moneter saat ini. Mereka menganggap adanya dikotomi antara sektor riil dan moneter. Karena moneter sebagai penunjang sektor riil, maka setiap kebijakan moneter haruslah diarahkan untuk meningkatkan sektor riil. Segala bentuk kebijakan moneter yang justru tidak berpihak kepada sektor riil haruslah dihindari. Selama ini yang menjadi permasalahan utama kurang bergeraknya sektor riil adalah karena sebagian besar dana yang ada di perbankan hanya disimpan di SBI. Demikian pula para pemilik dana yang lebih memilih untuk menggunakan uangnya dalam permainan pasar sekunder dan pasar derivatif. Selain itu, tingginya tingkat bunga cukup mencekik para pengusaha sehingga tidak memberikan stimulus bagi perkembangan dunia usaha sektor riil. Kontradiksi sektor riil ‐moneter tersebut bersumber dari kebijakan suku bunga tinggi dari Bank Indonesia BI. Kebijakan suku bunga tinggi diyakini penentu kebijakan akan membuat tekanan inflasi mereda. Namun, tingginya BI rate, yang sejak diperkenalkan pertama kali pada 5 Juli 2005 telah mengalami lima kali kenaikan, membuat sektor riil lesu. Tingginya BI rate justru membuat sektor finansial terus menikmati keuntungan berlimpah tanpa kerja. Per Mei 2006, dana perbankan yang menganggur tidak disalurkan ke sektor riil mencapai Rp 393 triliun, yang kemudian ditanam kembali di sektor finansial yaitu di SBI, SUN, dan instrumen lain. Bunga adalah akar dari semua krisis finansial perekonomian modern. Penerapan bunga membuat output di sektor riil dipaksa tumbuh sesuai tingkat yang diinginkan sektor finansial. Dengan demikian, penerapan bunga secara sistemik akan membuat upaya ‐upaya mendapatkan laba jangka pendek semakin marak sehingga mendorong eksploitasi sumber daya manusia dan alam secara berlebihan. Dalam dunia modern, dampak bunga terhadap perekonomian dan lingkungan menjadi makin mengkhawatirkan. Ketika sistem bunga dikombinasikan dengan reserve fractional banking, maka efek inflasioner bunga bertemu dengan kemampuan sektor perbankan untuk menciptakan uang. Dampaknya adalah pertumbuhan uang beredar menuju tak terbatas. Dalam jangka panjang, perekonomian dengan sistem bunga dan fractional reserve banking selalu menemui masalah pertumbuhan uang beredar secara berlebihan. Sistem keuangan modern juga sangat labil karena secara sistemik memfasilitasi kegiatan spekulasi. Pasar uang telah menjadi arena perjudian legal terbesar di dunia. Untuk menghindarkan perekonomian dari instabilitas, kita membutuhkan reformasi total dalam sistem keuangan modern yang bermuara pada penghapusan sistem bunga, fractional reserve banking, dan kegiatan spekulasi di pasar uang. Kebijakan moneter ganda di Indonesia menggunakan instrumen kebijakan moneter ganda, yaitu Surat Berharga Bank Indonesia atau SBI berbasis suku bunga untuk konvensional dan SBI Syariah atau SBIS berbasis fee untuk syariah. Fee SBIS saat ini masih merujuk kepada tingkat suku bunga SBI. Tingkat suku bunga SBI dan tingkat fee SBIS berperan sebagai policy rate. Policy rate ini akan mempengaruhi pendanaan dan pembiayaan perbankan melalui pasar uang antarbank konvensional dan syariah yang akan mempengaruhi biaya dana perbankan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaannya. Expansi kredit dan pembiayaan akan menghasilkan output dan mempengaruhi tingkat inflasi. Sumber : Ascarya 2010 Gambar 2. Alur Transmisi Moneter Ganda Konvensional dan Syariah

2.6. Hubungan Variabel Makro dan Daya Tahan Perbankan Syariah