Prinsip Jual Beli Produk Perbankan Syariah

bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat digunakan oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Undang-Undang Nomor 30 tahun 1998 yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah, yaitu Bank Umum syariah, BPR Syariah, dan Bank Konvensional yang membuka usaha Syariah.

2.2. Produk Perbankan Syariah

Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama produk penyaluran dana yang dilakukan dengan prinsip jual beli, kedua produk penghimpunan dana, dilakukan dengan prinsip sewa. Dan yang terakhir yaitu produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya, dengan prinsip bagi hasil.

2.2.1. Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang. Prinsip jual beli, dapat dikategorikan menjadi tiga akad. Pertama, Pembiayaan Murabahah. Pada prinsip ini, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Kemudian, harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. Kedua, yaitu akad Salam, dimana transaksi jual beli dilakukan ketika barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada bank, maka bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan. Produk ketiga dalam sistem jual beli yaitu Istishna. Sistem ini menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Biasanya, dalam Bank Syariah akad istishna digunakan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan juga harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Kemudian harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.

2.2.2. Prinsip Sewa Ijarah