Hubungan Variabel Makro dan Daya Tahan Perbankan Syariah

perbankan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaannya. Expansi kredit dan pembiayaan akan menghasilkan output dan mempengaruhi tingkat inflasi. Sumber : Ascarya 2010 Gambar 2. Alur Transmisi Moneter Ganda Konvensional dan Syariah

2.6. Hubungan Variabel Makro dan Daya Tahan Perbankan Syariah

Dalam penelitian ini, tidak ada teori yang secara spesifik menjelaskan mengenai hubungan antara variabel makroekonomi dengan kinerja perbankan Freixas dan Rochet, 1998. Namun, dalam penelitian terdahulu menjelaskan bahwa variabel makroekonomi yang mudah mengalami guncangan memiliki dampak yang positif terhadap kinerja perbankan. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah sampai jangka panjang. Kunt 1998 menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya krisis perbankan yang mampu mempengaruhi daya tahan perbankan diantaranya adalah faktor-faktor makroekonomi, finansial, dan institusional. Pertama adalah faktor makroekonomi. Sejak awal tahun 1980-an masalah sistemik dalam sektor perbankan telah banyak terjadi di kebanyakan negara. Krisis perbankan rentan terjadi pada kondisi makroekonomi yang lemah. Pertumbuhan GDP yang rendah dapat meningkatkan risiko dalam sektor perbankan. Kerentanan terhadap guncangan output agregat tidak selalu menjadi tanda bahwa sistem perbankan yang tidak efisien, karena peran bank sebagai financial intermediaries bersifat risk taking. Peningkatan risiko dalam sektor perbankan juga disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi. Nominal interest rates yang tinggi dan berfluktuasi terkait dengan tingginya inflasi membuat perbankan sulit untuk untuk melakukan maturity transformation. Sehingga pengetatan kebijakan moneter digunakan untuk menciptakan stabilitas dalam sektor perbankan. Namun, penerapan kebijakan stabilitas inflasi dapat meningkatkan real interest rates secara signifikan. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa real interest rates yang tinggi cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis perbankan. Oleh karena itu, penerapan kebijakan stabilisasi inflasi harus memperhatikan dampak dari sistem perbankan. Kedua adalah faktor finansial. Selain kebijakan stabilitas inflasi, tingginya real interest rates juga disebabkan oleh hal-hal lain, seperti financial liberalization. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa tingkat liberalisasi finansial secara signifikan mempengaruhi kemungkinan terjadinya krisis perbankan meski real interest rates dapat dikendalikan. Ketiga adalah faktor institusional. Faktor ini akan menitikberatkan pada aktivitas di dalam internal perbankan. Adanya skema deposit insurance cenderung meningkatkan kemungkinan adanya masalah sistemik pada perbankan. Ketika di satu sisi deposit insurance dapat mengurangi adanya kepanikan dalam sektor perbankan, namun di sisi lain adanya deposit insurance dapat menimbulkan adanya moral hazard. Oleh karena itu, mengurangi tindak moral hazard di dalam penerapan deposit insurance menjadi prioritas utama dalam sistem perbankan.

2.7. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi