Pandangan tentang laki-laki dan perempuan Pandangan tentang hubungan laki-laki dengan perempuan

174 Menjadi Muslim Paripurna laki-laki dengan perempuan serta pengaturannya. Oleh karena itu, Nizhâm al-Ijtimâ‘i dalam Islam harus dikaji secara menyeluruh dan mendalam. Nizhâm al-Ijtimâ‘i ini dibangun di atas sejumlah pandangan dasar, yaitu:

1. Pandangan tentang laki-laki dan perempuan

Islam memandang bahwa Alah menciptakan manusia, baik laki-laki dan perempuan, dibekali dengan fitrah yang sama, yakni adanya kebutuhan fisik dan naluriah yang sama, juga sama-sama memiliki potensi akal.

2. Pandangan tentang hubungan laki-laki dengan perempuan

Salah besar pandangan Barat yang berangkat dari filsafat freudian dengan psikoanalisanya yang menganggap libido sebagai dorongan kehidupan sehingga rangsangan libido itu harus bertebaran dan tersedia di tengah masyarakat, yang jika tidak, akan menyebabkan matinya kehidupan. Faktanya, naluri seksual hanya muncul karena adanya rangsangan dari luar, yang jika tidak terpenuhi, tidak menyebabkan kematian, tetapi hanya menyebabkan kegundahan. Jadi yang benar, manusia bukannya diberikan kebebasan, melainkan diatur secara tepat sehingga dapat mewujudkan tujuan penciptaannya dan merealisasi kebaikan masyarakat. Pertemuan laki-laki dan perempuan dalam rangka kerjasama di tengah-tengah kehidupan dalam perdagangan, pendidikan, ijarah, politik, dan sebagainya, merupakan satu keniscayaan untuk merealisasi kemaslahatan keduanya dan masyarakat pada umumnya. Karena itu, pertemuan dan interaksi tersebut harus dilakukan dengan pandangan dasar dan pengaturan kerjasama yang melahirkan kebaikan bagi masyarakat dan individu, agar dapat menjamin realisasi nilai- nilai luhur dan keridhaan Allah. Jadi, yang diperlukan adalah sistem yang mengatur pertemuan laki-laki dan perempuan 175 Membiasakan Akhlak Islami yang dapat menjamin semua itu, yang tidak lain adalah Nizhâm al-Ijtimâ‘i Islam. Aturan Nizhâm al-Ijtimâ‘i dalam Islam itu bisa dikelompokkan menjadi: Pertama, sistem yang mengatur pertemuan laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, Islam telah menetapkan sejumlah hukum: a. Memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan. b. Memerintahkan wanita untuk mengulurkan pakaian secara sempurna yang menutupi seluruh tempat perhiasannya, kecuali yang biasa tampak. c. Melarang wanita melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang jaraknya ditempuh sehari semalam tanpa disertai mahramnya illatnya adalah bahaya. d. Melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat berduaan. e. Melarang wanita keluar rumah tanpa seizin suaminya. f. Mengharuskan jamaah laki-laki terpisah dari jamaah perempuan. g. Mengharuskan hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam bentuk hubungan yang bersifat umum dalam muamalah. Kedua : sistem yang mengatur hubungan yang muncul dari pertemuan laki-laki dengan perempuan berikut masalah yang muncul dari hubungan tersebut, yaitu hukum yang mengatur tentang perkawinan, perempuan yang haram dinikahi, poligami, perceraian, li‘ân, soal anak, dan nafkah; juga yang mengatur masalah nasab, kewalian bapak, pengasuhan anak, dan silaturahmi. kehidupan suami-istri bukan seperti hubungan antar rekan perseroan, atau rekan bisnis; bukan seperti kehidupan majikan-bawahan; juga bukan seperti kehidupan penguasa- rakyat. Kehidupan perkawinan itu tidak lain adalah kehidupan persahabatan yang sempurna dari segala sisi, persahabatan yang di dalamnya menenteramkan satu sama lain. Kehidupan kehidupan suami-istri adalah kehidupan 176 Menjadi Muslim Paripurna yang diliputi cinta, kasih sayang, kehangatan dan kemesraan; dipenuhi saling menyelami, memahami, menghargai dan menghormati, kerjasama dan tolong menolong. Kehidupan model ini di samping sebagai tuntutan syariah, merupakan tuntutan agar baik laki-laki suami dan perempuan istri dapat menjalankan semua aktivitasnya, baik privat maupun publik secara baik.

3. Kedudukan Laki-laki dan Perempuan di Hadapan Syariah.