Akhlak: Berparadigma Holistik Menyatukan

167 Membiasakan Akhlak Islami masjid diserbu masa karena dari pengeras suara masjid itu terdengar bunyi azan “hayya ala khairil amal”.

2. Akhlak: Berparadigma Holistik Menyatukan

Siapakah penganut paradigma akhlak yang pertama? Rasulullah SAW. dalam sebuah riwayat, ada dua orang sahabat berjalan di padang pasir. Ketika masuk waktu dhuhur, air tidak ada. Mereka bertayamum dan melakukan shalat. Belum jauh berjalan, dan waktu dhuhur belum berganti, mereka menemukan air. Salah seorang di antara mereka berwudhu dan mengulang shalatnya. Kawanya, karena merasa sudah melakukanya, bergeming. Ketika keduanya sampai kepada Nabi saw, beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: ashabta as-sunnah kamu sudah benar menjalankan sunnah. Cukuplah shalat yang sudah kamu lakukan. Kepada orang yang melakukan shalat lagi, beliau bersabda: fa laka al- ajru marratain. Bagimu pahala dua kali. nail Al-Authar, hadis 365, 1: 330. Dalam peristiwa bani Quraizah, yang telah disebutkan oleh Muhammad Awwanah, Rasulullah SAW membenarkan baik sahabat yang shalat sebelum sampai ke Bani Quraidhah maupun sahabat yang shalat di perkampungan bani Quraidhah. Ibn Qayyim setelah menyebutkan hadis-hadis di atas berkata,”para sahabat telah berijtihad pada zaman Nabi Saw dalam banyak hukum, dan Nabi SAW tidak pernah menegur mereka dengan keras. Misalnya, ia memerintahkan mereka untuk jangan shalat sebelum sampai ke bani Quraidhah. Sebagian berijtihad dan melakukan shalatnya di jalan dan berkata: Nabi SAW tidak bermaksud menyuruh kita mengakhirkan shalat kita. Ia menghendaki kita mempercepat perjalanan kita. Kelompok ini pada makna implisit. Sahabat yang lain berijtihad dan mengakhirkan shalatnya malam hari. Mereka melihat pada lafaz. Mereka pendahulu dari kelompok ahli dhahir, dan yang lainya adalah pendahulu ahli makna dan qiyas’ I’lam al-Muwaqqi’in 1: 244-245. 168 Menjadi Muslim Paripurna Ketika Utsman ibn Affan berada di Mina dalam rangkaian ibadah hajinya, ia shalat dhuhur dan ashar masing-masing empat rekaat. Abdurrahman bin Yazid mengabarkan bahwa ketika kejadian itu disampaiakan kepada Abdullah ibn Mas’ud, ia menerimanya dengan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Buat Ibn Mas’ud, peristiwa itu adalah sebuah musibah. Usman sudah meninggalkan sunnah Rasulullah dan sunnah Abu Bakar dan Umar. “Aku shalat bersama Rasulullah di Mina dan beliau shalat dua rekaat. Aku shalat bersama Abu bakar di Mina, dan ia shalat dua rekaat. Aku shalat bersama Umar ibn al-Khatab di Mina juga dua rekaat”. al-Bukhari 2: 563: Muslim 1: 483. Menurut al-A’masy, Abdullah ibn Masud ternyata shalat di Mina empat rekaat juga. Orang bertanya kepada Ibn Masud, “Engkau pernah menyampaikan kepada kami hadis bahwa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat di Mina dua rekaat”. Ibn Masud menjawab: “Memang benar. Aku sampaikan lagi kepada kalian hadis itu sekarang. Tetapi Usman sekarang ini menjadi imam. Aku tidak akan menentangnya. Wal khilafu syarr. Semua pertengkaran itu buruk”. Sunan Abi Dawud 2: 491, hadis nomor 1960; Sunan al-Baihaqi, 3: 143 –144. Yang menarik untuk kita perhatikan adalah sikap Abdullah ibn Mas’ud. Ia menegaskan pendapatnya tentang qashar shalat di Mina, tetapi tidak mempraktekkan fiqihnya itu karena menghormati Utsman sebagai imam dan karena ia ingin menghindari pertengkaran. Inilah contoh ketika sahabat yang mulia mendahulukan akhlak di atas fiqih. Secara sederhana, prinsip mendahulukan akhlak ini ditegaskan dengan kalimat perintah: tinggalkan fiqih, jika fiqih itu bertentangan dengan akhlak. Fiqih Ibn Mas’ud adalah menqasar shalat, tetapi akhlak mengharuskan menghormati Imam. Ibn Mas’ud meninggalkan fiqh demi memelihara akhlak yang mulai. Fiqh ditinggalkan demi menghindari pertengkaran. 169 Membiasakan Akhlak Islami Walhasil, bolehlah anda menganggap pendapat anda atau seseorang lebih kuat dari pada yang lain. Yakinilah itu dalam diri anda. Itulah pendapat yang lebih anda sukai. Tetapi ketika anda mengamalkanya, ikutilah yang lazim di tengah- tengah masyarakat. Belajarlah dari teladan para sahabat Nabi SAW yang mulia.

E. Berbusana Syar’i adalah Bagian dari Akhlak