171
Membiasakan Akhlak Islami
an termasuk aurat yang tidak boleh terlihat. Untuk hal ini dianjurkan memakai busana yang panjangnya mele-
bihi mata kaki. Atau mengenakan kaus kaki, dianjurkan dengan warna gelap, bukan dengan warna kulit.
2. Ketat
Hal ini banyak belum diketahui para muslimah, bahwa Islam melarang muslimah berbusana ketat. Lalu apa
batasan ketat? Syaikh Al-Albani menjelaskan bahwa busana muslimah dikatakan ketat jika dapat menggambarkan
bentuk anggota tubuhnya . Hal ini berdasarkan hadist
Usamah: Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju
yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku:
“Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah”? Aku menjawab: Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu
bersabda: “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya
”. HR. Ahmad dan Al- Baihaqi dengan sanad Hasan. Jadi, baju ketat bukan hanya
baju yang kainnya menempel dengam erat dikulit, namun termasuk juga baju yang sedikit agak longgar namun masih
dapat menggambarkan siluet dan bentuk tubuh. Seperti pada beberapa baju gamis muslimah yang banyak digunakan
sekarang, yang terdapat belahan pada bagian pinggulnya sehingga bila digunakan masih bisa memperlihatkan lengkung
pinggang dan pinggul atau siluet si pemakai. Termasuk ketat juga jilbab yang terdapat karet atau ikatan dibagian lehernya
yang bila digunakan dapat menggambarkan bentuk kepala, leher dan bahu si pemakai. Suatu kesalahan pula yang
banyak dilakukan para jilbaber yang sudah berjilbab besar, yaitu memakai jaket di luar jilbabnya
. Hal ini menyebabkan hilangnya fungsi jilbab yang menutupi bentuk tubuh bagian
atas. Dengan memakai jaket di bagian luar jilbab, akan memperlihatkan bentuk tubuh, bentuk siluet, bahu, lengan,
172
Menjadi Muslim Paripurna
dan lengkung pinggang si pemakai. Solusinya, pakailah jaket yang super-besar dan longgar atau bila memiliki jaket yang
tidak besar, pakailah di dalam jilbab jilbab menutupi jaket.
3. Jilbab terlalu pendek
Sungguh mengherankan beberapa saudara kita muslimah, yang ia sudah menyadari wajibnya menutup
aurat, namun di dalam hatinya masih ada keinginan untuk menonjolkan bagian-bagian tubuhnya agar terlihat indah
di mata laki-laki. Sehingga mereka pun memakai jilbab sekadarnya saja, terlalu pendek. Lebih lagi gencarnya syiar
‘busana muslimah gaul’ yang lengkap dengan jilbab pendek dan ketatnya. Bahkan kadang hanya sepanjang leher dan
diikat-ikat dileher sehingga bagian dada maaf tidak tertutupi jilbab. Sungguh ini sebuah kesalahan fatal dalam berbusana
muslimah. Padahal telah jelas dalil menyebutkan:
“Dan hendaklah mereka menutupkan jilbab ke dada mereka…” QS. An Nur : 31
Maka di sini ulama berpendapat bahwa panjang minimal jilbab adalah sampai menutupi dada dengan sempurna.
Namun ini bukan berati hanya ‘ngepas’ sepanjang itu. Karena bila diterpa angin, maka bagian dada akan tersingkap,
terutama bagi akhawat-akhawat pengendara motor. Maka, tidak ada pilihan lain bagi muslimah kecuali mengenakan
jilbab yang lebih panjang dari itu. Bahkan sangat baik bila jilbab menjulur panjang sampai betis atau sampai kaki. Dan
inilah pendapat sebagian ulama dengan mengambil dhahir
dari perintah Allah pada surat Al-Ahzab ayat 59: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mumin: “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. QS. al-Ahzab:
59 Kesalahan-kesalahan tersebut di atas, karena kebanyakan
muslimah belum memahami dengan benar bagaimana ketentuan syariat mengenai busana bagi muslimah. Walau
demikian kami bersyukur kepada Allah, bahwa sekarang
173
Membiasakan Akhlak Islami
mulai terlihat kesadaran dari para muslimah di negeri kita untuk mulai mengenakan busana Islami. Walaupun sebagian
besar masih belum memenuhi kriteria syar’i, namun kami berharap saudari-saudari kita muslimah senantiasa berproses
dan memperbaiki diri dalam berbusana hingga sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
F. Pergaulan Islami
Pertemuan sesama laki-laki dan sesama perempuan di masyarakat tidak akan menimbulkan masalah yang berarti.
Permasalahan muncul ketika pertemuan terjadi antara laki- laki dan perempuan. Hal ini jelas memerlukan sistem yang
mengaturnya. Sistem itulah yang dimaksud dengan Nizhâm al-Ijtimâ‘i, yaitu sistem yang mengatur pertemuan laki-laki
dengan perempuan, mengatur hubungan yang muncul dari pertemuan keduanya, dan apa saja yang timbul dari
hubungan itu.
Dalam masalah pergaulan laki-laki dengan perempuan, kaum Muslim berada dalam tarikan dua kutub yang saling
berlawanan. Pertama: mereka yang berupaya mengambil dan menjiplak semua yang berasal dari Barat, termasuk
pergaulan laki-laki dengan perempuan. Mereka menyerukan kebebasan pribadi, kebebasan perempuan, dan kesetaraan
total perempuan dengan laki-laki karena terpikat propaganda kesetaraan jender. Kedua: mereka yang bersikap dan
melarang perempuan keluar rumah, berjual-beli, bekerja, berpolitik, dan menjalankan aktivitas publik lainnya; bahkan
suara perempuan mereka anggap sebagai aurat.
Keduanya sama-sama berakibat buruk. Kutub pertama melahirkan masyarakat bebas, institusi keluarga rusak
dan kesucian masyarakat luntur. Sementara kutub kedua mengakibatkan potensi perempuan tersia-siakan, lahir
kejumudan, kemunduran dan pemberontakan perempuan.
Semua itu tidak lain karena ketidakpahaman tentang sistem Islam, khususnya hakikat pertemuan dan hubungan