23
Setelah granula pecah, viskositas dari pasta pati akan menurun. Pemanasan tetap dilanjutkan hingga suhu adonan mencapai 95
o
C. Selanjutnya, suhu dipertahankan selama 5 menit tetap berada pada 95
o
C dan dibaca kembali viskositasnya. Viskositas setelah holding pada suhu 95
o
C dari tepung sorgum numbu adalah 1743.50 cP. Selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati
setelah holding pada suhu 95
o
C disebut viskositas breakdown. Viskositas ini menunjukkan stabilitas granula pati selama proses pemanasan dan pengadukan. Semakin stabil pasta pati, maka nilai
viskositas breakdown-nya akan semakin kecil. Viskositas breakdown pada tepung sorgum numbu adalah 1424.00 cP.
Viskositas setelah holding pada suhu 50
o
C adalah 4101.00 cP. Selisih antara viskositas setelah holding pada suhu 50
o
C dengan viskositas setelah holding pada suhu 95
o
C disebut sebagai viskositas setback. Viskositas setback adalah parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi
maupun sineresis dari suatu pasta.Viskositas setback dari tepung sorgum numbu cukup besar 2357.50 cP yang menunjukkan retrogradasi tepung sorgum numbu juga besar.
4.2. Pembuatan Mi Sorgum
Pembuatan adonan mi sorgum kering dilakukan dengan mencampurkan tepung sorgum 100 , garam 2, dan air 55. NaCl atau garam berfungsi mengikat air, menguatkan tekstur, meningkatkan
elastisitas, dan meningkatkan fleksibilitas mi. Air berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan mengalami pemasakan dalam ekstruder. Kadar garam yang
ditambahkan adalah 2 dari berat tepung yang digunakan. Wu et al. 2006 menyatakan bahwa penggunaan sodium klorida sebaiknya tidak lebih dari 2 karena dapat merusak reologi mi, yaitu mi
menjadi kurang elastis. Banyaknya jumlah air yang digunakan dipengaruhi oleh kadar air tepung sorgum dan kemampuan tepung sorgum untuk menyerap air. Hasil percobaan penambahan air ke
dalam adonan mi dapat dilihat pada tabel 10. .
Tabel 10 . Hasil uji coba penambahan air ke dalam adonan mi Persentase air yang
ditambahkan Karakteristik adonan
50 Adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah, warna
adonan cerah. Kemungkinan jumalah air tidak cukup untuk menggelatinisasi pati di dalam ekstruder
55 Adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan
cukup cerah, mirip dengan konsistensi adonan mi jagung 60
Adonan basah, memiliki warna adonan
yang gelap, kemungkinan menghasilkan produk yang lebih gelap
80 Adonan terlalu basah dan warna adonan gelap, kemungkinan
menghasilkan produk yang lebih gelap Jumlah air yang ditambahkan memegang peranan penting demi tercapainya tingkat gelatinisasi
optimum. Menurut penelitian Muhandri 2012, jumlah air yang ditambahkan pada adonan mi jagung adalah 80. Berdasarkan penelitian tersebut, maka percobaan dimulai dengan penambahan air
sebanyak 80 ke dalam 1 kg adonan, dihasilkan adonan yang terlalu basah dan gelap. Kemudian, dilakukan penambahan air sebanyak 50 ke dalam 1 kg adonan. Hasilnya adalah adonan masih
terlalu kering dan belum cukup basah. Kemudian dilakukan percobaan dengan menambahkan 60 air ke dalam adonan. Hasilnya adalah adonan basah dan memiliki warna yang gelap. Akhirnya
24
ditambahkan tepung agar kadar air mencapai 55. Hasilnya adalah adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah .
Penambahan sebanyak 55 air untuk adonan mi sorgum menunjukkan bahwa sorgum membutuhkan lebih sedikit air untuk menghasilkan adonan yang memiliki fisik dan tingkat
konsistensi yang sama dengan adonan mi jagung. Hal ini dibuktikan dengan adanya analisis daya serap air terhadap tepung jagung dan tepung sorgum yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tepung sorgum
memiliki daya serap air 20 lebih kecil dibandingkan tepung jagung. Daya absorpsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik
dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara intramolekular Kulp 1975.
Menurut Gomez dan Aguilera 1983, nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul pati, yaitu pati tergelatinisasi dan
terdekstrinisasi. Semakin banyak yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Elliason dan Gudmundsoon 1981 menyatakan bahwa granula pati dapat basah
dan secara spontan dapat terdispersi dalam air atau minyak. Hal ini menunjukkan bahwa granula dapat memberikan gugus hidrofilik atau hidrofobik. Daya serap air yang besar pada tepung jagung
menunjukkan bahwa jagung memiliki grup hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan tepung sorgum. Tabel 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum
Sampel Daya serap air
Tepung sorgum 100 mesh 94.35
Tepung jagung 100 mesh 118.92
Pembuatan mi sorgum dilakukan dengan mencampurkan bahan yaitu garam, air, dan tepung sorgum menggunakan mixer selama 5 menit. Pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan secara
kontinyu dengan total tepung 7-8 kg . Untaian mi yang keluar sepanjang 1.5 meter pertama dibuang dan tidak digunakan dengan asumsi bahwa kondisi proses belum stabil. Untaian mi selanjutnya
diambil untuk analisis lalu dipisahkan antar helai dan dicetak sesuai dengan berat yang diinginkan. Mi basah yang sudah dicetak kemudian dikeringkan menggunakan kipas angin selama semalam.
Sampel mi yang telah didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan variasi suhu dan kecepatan ekstruder selanjutnya dianalisis cooking loss atau KPAP-nya, persen elongasi, dan profil
tekstur. Untuk mendapatkan ketiga data tersebut, mi kering harus terlebih dahulu dimasak hingga matang. Penentuan waktu masak atau cooking time dilakukan dengan memasak mi dan mencobanya
tiap 1 menit hingga mi sudah matang sempurna. Mi yang diproses dengan suhu ekstruder 80
o
C memiliki waktu masak 13 menit sedangkan mi yang diproses dari suhu ekstruder 85
o
C memiliki waktu masak 13 menit 30 detik, dan mi yang diproses dari suhu ekstruder 90
o
C memiliki waktu masak 14 menit pada air mendidih 100
o
C.
4.3. Sifat Fisik Mi Sorgum