10
pemanasan. Menurut Wirakartakusumah 1981, keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio airpati, laju pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam
media pemanasnya.
2.5. Mi Non Terigu
Pasta dan adonan terigu memanfaatkan protein yang terkandung di dalamnya untuk memperkuat dan menahan bentuk selama pengeringan, pemasakan produk, dan mengurangi
kehilangan selama pemasakan. Mi non terigu memanfaatkan pati untuk membentuk struktur mi. Proses pengolahan mi non terigu berbeda dengan pengolahan mi terigu. Prolamin gandum gliadin
dan glutenin pada tepung terigu akan membentuk gluten yang menentukan sifat reologi adonan. Gluten berperan dalam membentuk adonan dengan masssa yang elastic-cohessive. Berbeda halnya
dengan tepung jagung dan sorgum yang tidak mengandung gluten seperti gluten gandum perlu digelatinisasi terlebih dahulu. Pati yang tergelatinisasi dapat berfungsi sebagai zat pengikat sehingga
menghasilkan adonan dengan massa yang elastic-cohessive. Gelatinisasi dapat dilakukan secara terpisah seperti dengan adanya pemanasan awal menggunakan microwave oven dan pengukusan
terlebih dahulu maupun menyatu dalam ekstruder. Penelitian mi non terigu menggunakan teknik ekstrusi telah banyak dilakukan, seperti
penelitian pembuatan mi jagung Waniska et al. 1999 dan mi sorgum Suhendro et al. 2000 . Pembuatan mi jagung dengan bahan baku jagung ukuran tepung lolos ayakan 80 mesh dan maize
meal lolols ayakan 40 mesh telah dilakukan oleh Waniska et al. 1999. Proses pembuatan mi jagung diwali dengan pencampuran tepung jagung, garam, natrium metabisulfit, dan air. Campuran tersebut
kemudian diberi pemanasan awal menggunakan oven microwave. Selanjutnya, campuran diekstrusi menggunakan ekstruder pasta sehingga membentuk mi. Setelah ekstrusi, mi dipotong sepanjang 25-30
cm dan dikeringkan. Mi terbaik diperoleh dari tepung jagung yang diberi perlakuan pemanasan awal 95
o
C, baik yang diberi sulfit maupun tidak. Mi jagung yang dihasilkan memiliki cooking loss yang sangat tinggi yaitu di atas 47.
Kelemahan pada teknik pembuatan mi jagung yang dikembangkan oleh Waniska et al. 1999 yaitu kesulitan untuk memasukkan adonan ke dalam zona pengumpanan di dalam ekstruder. Kondisi ini
terjadi karena adonan sudah digelatinisasi terlebih dahulu sehingga memiliki sifat panas dan lengket. Kecepatan ulir bersifat konstan tidak dapat diatur dan desain ulir pada ekstruder pasta yang memiliki
permukaan halus menyebabkan adonan mengalami selip dan tidak terdorong secara maksimal menuju die.
Suhendro et al. 2000 membuat mi dari tepung sorgum dengan teknik yang diambil dari teknik pembuatan mi jagung yang dilakukan oleh Waniska et al. 1999. Tepung yang dipanaskan
menggunakan microwave oven dan dikeringkan dengan metode 2 tahap menghasilkan mi yang terbaik dengan kehilangan material padatan 10. Wonojatun 2012 mengembangkan produk mi sorgum
dengan menggunakan ekstruder pasta untuk mendapatkan formulasi produk pasta berbasis 100 sorgum yang disukai konsumen. Formula terpilih dari hasil uji organoleptik adalah formula tepung
sorgum non-sosoh 60 untuk waktu penggorengan 1 menit dan formula tepung sorgum sosoh 60 untuk waktu penggorengan 2 menit.
Charutigon et al. 2007 meneliti pembuatan vermicelli dari bahan baku tepung beras dan menggunakan ekstruder ulir tunggal dengan dua buah die yang berukuran 0.6 mm. Vermicelli dari
tepung beras yang diproses pada kecepatan ulir 30 dan 50 rpm kecepatan aliran sekitar 750 grjam dapat diterima oleh panelis terlatih. Pada kecepatan aliran 400-700 grjam, vermicelli tidak dapat
diterima oleh panelis. Peningkatan suhu barrel dari 70
o
C ke 90
o
C dapat menurunkan cooking loss dari
11
14.2±1.6 menjadi 7.2±1.2 . Kehilangan berat dari mi selama pemasakan disebabkan pati tergelatinisasi yang ikatannya lemah pada permukaan mi. Cooking loss bergantung pada derajat
gelatinisasi pati dan kekuatan dari ikatan gel. Diameter mi berkisar dari 0.66 sampai 0.74 mm dan setiap helai mi berwarna putih dengan ukuran yang teratur dan permukaan yang halus.
2.6. Reologi Mi