18
Tabel 7. Parameter reologi yang dapat ditentukan dari kurva analisis profil tekstur Parameter reologi
Cara menentukan Kekerasan
hardness Ditentukan dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanan kompresi
pertama. Elastisitas springiness
Ditentukan dari jarak deformasi produk pada tekanan kedua sampai tercapai nilai gaya maksimumnya L2 dibandingkan dengan jarak
deformasi produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya L1 atau L2L1.
Daya Kohesif cohesiveness
Diihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua A2 dibagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama A1 atau A2A1
Kelengketan gumminessstickiness
Dihitung dari peak force negatif pada kompresi pertama. Daya kunyah
chewiness Dihitung dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas, atau
L2L1kelengketan.
Analisis Warna Hutching 1999
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan pelat standar
warna putih L = 97.51; a = 5 35; b = -3.37. Pengukuran dilakukan dengan tiga kali ulangan untuk masing-masing sampel. Sampel diletakkan pada gelas kecil, kemudian tombol start ditekan dan akan
diperoleh nilai L,a, dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam 0 sampai putih 100. Notasi a menyatakan warna
kromatik merah-hijau dengan nilai +a positif dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a
negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik biru-kuning dengan nilai + positif dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b negatif dari 0 sampai
–80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna,
semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung
o
Hue yang menunjukkan kisaran warna sampel. Nilai
o
Hue dapat dihitung dengan persamaan:
o
Hue = tan
-1
3.2.4. Analisis Kimia
Analisis kadar air metode oven SNI 01-2891-1992
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang
telah didinginkan ditimbang W
2
g kemudian sebanyak 1-2 gram sampel W g dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan yang berisi sampel dikeringkan kembali di dalam oven pada suhu 105
o
C selama 3 jam. Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang W
1
g hingga diperoleh bobot konstan.
Kadar air BB = x 100
Kadar air BK = x 100
Analisis Kadar Abu SNI 01-2891-1992
Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 15 menit. Setelah itu, cawan didinginkan
19
dalam desikator. Cawan kering yang telah didinginkan ditimbang W
2
g kemudian sebanyak 2-3 gram W g sampel dimasukkan ke dalam cawan. Sampel diarangkan di atas nyala pembakar
kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu maksimum 550
o
C hingga pengabuan sempurna. Setelah itu, cawan sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang W
1
g. Kadar abu BB =
x 100 Kadar abu BK =
x 100
Analisis Kadar Protein AOAC 960.52
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Pada tahap penghancuran 100-250 mg sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambahkan 1 gram K
2
SO
4
, 40 mg HgO, 2 ml H
2
SO
4
, dan 2-3 butir batu didih. Larutan didihkan selama 1 jam sampai cairan jernih dan didinginkan. Pada tahap destilasi, isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dengan ditambahkan 8-10 ml larutan
60 NaOH dan 5 Na
2
S
2
O
3
. Sebanyak 5 ml larutan H
3
BO
3
dan 2-3 tetes metilen merah-metilen biru dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga
diperoleh sekitar 15 ml destilat. Pada tahap titrasi, destilat diencerkan hingga 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N terstandarisasi sampai perubahan warna menjadi abu-abu.
N = x 100
Kadar protein BB = N x faktor konversi Kadar protein BK =
x 100
Analisis Kadar Lemak SNI 01-2891-1992
Analisis kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet yang terdiri dari tahap hidrolisis sampel dan tahap analisis kadar lemak. Pada tahap hidrolisis sampel, sampel sebanyak 1-2
gram W g ditimbang dalam gelas piala kemudian ditambahkan 30 ml HCl 25 dan 20 ml air.
Setelah itu, gelas piala ditutup dan dididihkan selama 15 menit di ruang asam kemudian larutan disaring dalam keadaan panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada
suhu 105
o
C. Untuk tahap analisis kadar lemak, labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang W
2
g. Kertas saring hasil hidrolisis sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring dan disumbat dengan kapas. Setelah
itu, selongsong dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dimasukkan sebanyak 150 ml. Ekstraksi dilakukan sekitar 6 jam kemudian heksan disuling
dan ekstrak lemak dikeringkan pada suhu 105
o
C, diidinginkan pada desikator dan ditimbang W
1
g. Kadar lemak BB =
x 100 Kadar lemak BK =
x 100
Analisis Kadar Karbohidrat Nielsen 2010
Kadar karbohidrat total by difference dapat diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain air, abu, lemak, dan protein.
20
Analisis Kadar Pati Sakarosa Metode Luff Schoorl dengan modifikasi Sudarmadji et al. 1997
Sampel sebanyak 0.1 gram ditambahkan dengan 5 mL HCl 25 dan 25 mL air destilata. Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 100
o
C selama 2.5 jam. Lalu, larutan dinetralkan dengan NaOH 50 hingga pH larutan 7, kemudian ditera sampai 100 mL dan disaring
menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 mL larutan sampel ditambahkan dengan 5 mL larutan Luff b Schoorl. Selain
sampel, dibuat juga blanko dengan menggunakan aquades untuk menggantikan sampel. Kemudian, didihkan larutan di atas hotplate selama 10 menit sampai terbentuk endapan merah bata. Setelah
selesai, cepat-cepat dinginkan larutan, lalu tambahkan 3 mL KI 20 dan 5 mL H
2
SO
4
26.5 dengan hati-hati. Selanjutnya, titrasi menggunakan Na-thiosulfat 0.1 N dengan menggunakan indikator pati 2-
3 tetes yang ditambahkan saat titrasi hampir berakhir. Kadar pati =
Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin Apriyantono et al. 1989
Pembuatan kurva standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 mL etanol 95 dan 9 mL NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih
sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera.
Larutan lalu dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 mL ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 mL serta 2 mL larutan iod.
Larutan kemudian ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera, selanjutnya didiamkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Setelah
itu, dibentuk kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa sumbu x dengan absorbansi sumbu y.
Analisis Contoh
Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 1 mL etanol 95 dan 9 mL NaOH 1 N. Tabung reaksi kemudian dipanaskan selama 10 menit
untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, pasta pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata. Sampel lalu dipipet sebanyak 5 mL dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, selanjutnya ditambahkan dengan 1 mL asam asetat 1 N, 2 mL larutan iod, dan air destilata hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa = C x V x FP x 100
W Keterangan :
C = konsentrasi amilosa sampel dari kurva standar mgmL
V = volume akhir contoh mL
FP = Faktor pengenceran
W = berat contoh mg
Kadar amilopektin = kadar pati - kadar amilosa
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Tepung Sorgum
Sorgum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari varietas numbu BIOTROP. Biji sorgum utuh yang diperoleh disosoh terlebih dahulu selama 25 detik untuk menghilangkan bagian
kulit dan perikarpnya. Lama penyosohan ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Yanuwar 2009 dengan lama penyosohan 20 detik. Kandungan tannin pada biji sorgum menurun setelah penyosohan.
Begitu pula dengan protein yang ikut terbawa karena bagian endosperm yang dekat dengan aleuron juga ikut terkikis Suarni 2004. Setelah disosoh biji sorgum berwarna putih kekuningan dan bersih
dari kulit ari yang berwarna putih kecoklatan. Setelah menjadi biji sorgum bebas kulit, sorgum direndam dengan menggunakan air selama 2
jam. Proses ini bertujuan untuk memperlunak endosperma sehingga mudah digiling dengan menggunakan pin disc mill Merdiyanti 2008. Kemudian, biji sorgum dijemur selama kurang lebih
satu jam hingga kadar airnya sekitar 35 atau sorgum masih dalam keadaan setengah kering. Jika kadar air terlalu tinggi, maka biji akan menempel pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga dapat
menimbulkan kemacetan pada alat. Sebaliknya, jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit digiling menjadi tepung Merdiyanti 2008. Selanjutnya biji sorgum
digiling dengan pin disc mill. Tepung sorgum hasil penggilingan dikeringkan menggunakan sinar matahari selama 2 jam. Langkah terakhir adalah pengayakan menggunakan vibrating screen dengan
ukuran ayakan 100 mesh. Setelah diayak, tepung sorgum dikemas menggunakan plastik dan disimpan dalam refrigerator. Kemudian, tepung sorgum dianalisis proksimat dan profil gelatinisasi. Hasil
analisis proksimat disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis proksimat varietas sorgum numbu
Varietas Sorgum
Air BB
Protein BK
Lemak BK
Abu BK
Karbohidrat BK
Pati BK
Amilosa BK
Numbu 13.52±0.09
8.50±0.27 2.42±0.11
0.84±0.06 88.23
82.18±0.00 22.46±1.23
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan
oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Berdasarkan hasil analisis proksimat, dapat dilihat kadar air tepung sorgum numbu yang dihasilkan adalah 13.52 bb. Menurut Suprapto dan
Mudjisihono 1987, bagian lembaga biji sorgum selain mengandung lemak juga mengandung protein sebanyak 13.4. Proses penepungan sorgum telah menurunkan kadar protein biji sorgum. Hal ini
disebabkan adanya pemisahan lembaga sehingga mempengaruhi kandungan protein tepung sorgum yang dihasilkan. Kadar protein pada tepung sorgum adalah 8.50 bk. Nilai ini berada pada kisaran
kandungan protein yang terdapat pada tepung sorgum hasil produksi balai besar penelitian dan pengembangan pasca panen pertanian, yaitu 7-9 .
Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak pada tepung sorgum adalah 2.42 bk. Kandungan lemak yang rendah pada tepung sorgum disebabkan adanya proses pemisahan lembaga pada saat
sorgum diproses menjadi tepung. Kadar abu menggambarkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah bahan pangan dibakar hingga
bebas karbon. Semakin besar kadar abu, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya.