Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

24 ditambahkan tepung agar kadar air mencapai 55. Hasilnya adalah adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah . Penambahan sebanyak 55 air untuk adonan mi sorgum menunjukkan bahwa sorgum membutuhkan lebih sedikit air untuk menghasilkan adonan yang memiliki fisik dan tingkat konsistensi yang sama dengan adonan mi jagung. Hal ini dibuktikan dengan adanya analisis daya serap air terhadap tepung jagung dan tepung sorgum yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tepung sorgum memiliki daya serap air 20 lebih kecil dibandingkan tepung jagung. Daya absorpsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara intramolekular Kulp 1975. Menurut Gomez dan Aguilera 1983, nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul pati, yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinisasi. Semakin banyak yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Elliason dan Gudmundsoon 1981 menyatakan bahwa granula pati dapat basah dan secara spontan dapat terdispersi dalam air atau minyak. Hal ini menunjukkan bahwa granula dapat memberikan gugus hidrofilik atau hidrofobik. Daya serap air yang besar pada tepung jagung menunjukkan bahwa jagung memiliki grup hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan tepung sorgum. Tabel 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum Sampel Daya serap air Tepung sorgum 100 mesh 94.35 Tepung jagung 100 mesh 118.92 Pembuatan mi sorgum dilakukan dengan mencampurkan bahan yaitu garam, air, dan tepung sorgum menggunakan mixer selama 5 menit. Pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan secara kontinyu dengan total tepung 7-8 kg . Untaian mi yang keluar sepanjang 1.5 meter pertama dibuang dan tidak digunakan dengan asumsi bahwa kondisi proses belum stabil. Untaian mi selanjutnya diambil untuk analisis lalu dipisahkan antar helai dan dicetak sesuai dengan berat yang diinginkan. Mi basah yang sudah dicetak kemudian dikeringkan menggunakan kipas angin selama semalam. Sampel mi yang telah didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan variasi suhu dan kecepatan ekstruder selanjutnya dianalisis cooking loss atau KPAP-nya, persen elongasi, dan profil tekstur. Untuk mendapatkan ketiga data tersebut, mi kering harus terlebih dahulu dimasak hingga matang. Penentuan waktu masak atau cooking time dilakukan dengan memasak mi dan mencobanya tiap 1 menit hingga mi sudah matang sempurna. Mi yang diproses dengan suhu ekstruder 80 o C memiliki waktu masak 13 menit sedangkan mi yang diproses dari suhu ekstruder 85 o C memiliki waktu masak 13 menit 30 detik, dan mi yang diproses dari suhu ekstruder 90 o C memiliki waktu masak 14 menit pada air mendidih 100 o C.

4.3. Sifat Fisik Mi Sorgum

4.3.1. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

KPAP memiliki bentuk model kuadratik yang direduksi reduced quadratic. Hasil analisis keragaman ANOVA menunjukkan bahwa model tersebut signifikan p0.05. Lack of fit model tidak signifikan p0.05. Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. 25 R squared model dari KPAP sebesar 0.40 yang menunjukkan bahwa 40 dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk kehilangan padatan akibat pemasakan adalah 0.14 dan 0.32. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 14 Chen dan Chen 2009. Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi Montgomery et al 2008. Meskipun nilai adjusted R squred dan predicted R-squared tidak begitu besar, namun nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement” sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi nilai KPAP. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 19. Persamaan polinomial untuk respon KPAP adalah: KPAP = 611.645 – 14.184 A + 0.083867 A 2 Berdasarkan persamaan polinomial tersebut terlihat bahwa nilai KPAP dipengaruhi oleh suhu dan kuadrat suhu. KPAP menurun dengan peningkatan suhu dari 80°C ke 85°C yaitu dari 13.67 menjadi 11.94. Hal ini seperti yang dikatakan Charutigon et al. 2007 mengenai pembuatan mi beras dengan ekstruder ulir yang menunjukkan peningkatan suhu barel dapat menurunkan cooking loss mi beras. Menurut Charutigon et al. 2007, tingkat cooking loss tergantung pada tingkat gelatinisasi dan kekuatan struktur gel mi. Pada mi pati, kehilangan padatan selama pemasakan disebabkan oleh kelarutan pati tergelatinisasi yang ikatannya lemah di permukaan mi. Dengan meningkatnya suhu, maka ikatan gel menjadi semakin kuat sehingga KPAP menjadi kecil. Pada penelitian ini peningkatan suhu dari 85°C ke 90°C meningkatkan KPAP yaitu dari 11.94 menjadi 14.41. Hal ini diduga karena ikatan antar pati tergelatinisasi dan struktur gel melemah sehingga pati banyak terlepas dan menyebabkan KPAP menjadi lebih besar. KPAP mi sorgum lebih tinggi 11.93 dibandingkan KPAP spaghetti komersial 6.72 dan mi jagung 4.56 Muhandri 2012. Hal ini menunjukkan KPAP mi sorgum masih tinggi, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk menguranginya. Grafik normal plot of residuals untuk respon kehilangan padatan akibat pemasakan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 7. Gambar 7. Grafik hubungan KPAP dengan suhu dan kecepatan ulir Design-Expert® Software KPAP 15.86 9.72 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 82.5 85 87.5 90 10 13 15 18 20 9.70 11.25 12.80 14.35 15.90 K P A P A: Suhu B: Kecepatan ulir 26

4.3.2. Elongasi