Sifat Fisikokimia Methyl Ester Sulfonic Acid

O O R – CH 2 – C – OCH 3 I + SO 3 R – CH 2 – C – OCH 3 : SO 3 II O O R – CH 2 – C – OCH 3 : SO 3 II + SO 3 R – CH – C – OCH 3 : SO 3 III SO 3 H O O R – CH – C – OCH 3 : SO 3 III R – CH – C – OCH 3 IV + SO 3 SO 3 H SO 3 H Gambar 14. Tahapan reaksi pembentukan MESA pada sulfonasi metil ester Absorpsi SO 3 oleh metil ester dalam singletube falling film reactor STFR ditunjukkan oleh mekanisme reaksi yang cepat yang membentuk produk intermediet II, biasanya dilukiskan sebagai satu sulfonated anhydride. Sulfonated anhydride dapat bereaksi kembali dengan molekul SO 3 kedua melalui bentuk enol-nya. Molekul sulfonated anhydride yang membawa dua unit SO 3 , dapat kehilangan satu unit SO 3 yang dapat bereaksi dengan molekul metil ester lain. Untuk itu perlu digunakan SO 3 berlebih. dalam kondisi reaksi yang setimbang, pro duk intermediet II tersebut akan mengaktifkan gugus alfa α pada rangkaian gugus karbon metil ester sehingga membentuk produk intermediet III. Selanjutnya, produk intermediet III tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO 3 . Dengan terlepasnya gas SO 3 selama proses aging tersebut, maka terbentuklah methyl ester sulfonic acid MESA IV. SO 3 yang dilepaskan lalu akan mengkonversi sisa produk intermediet II membentuk produk intermediet III. Produk intermediet III kemudian dikonversi menjadi MESA IV MacArthur et al. 1998. Sifat Fisiko kimia methyl ester sulfonic acid yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11. Densitas merupakan salah satu sifat dasar fluida yang didefinisikan massa per satuan volume sampel pada suhu 25 o C. Efek temperatur pada densitas cairan tidak dapat diabaikan karena cairan akan meregang mengikuti perubahan temperatur. Hasil analisis densitas pada MESA dengan kualitas offgrade menghasilkan nilai densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan MESA dengan kualitas steadystate. Peningkatan densitas terjadi karena semakin banyaknya gugus SO 3 yang terikat dengan metil ester, sehingga meningkatkan pembentukan MESA. Menurut MacArthur et al. 1998, mekanisme reaksi bertahap pembentukan MESA pada reaktor sulfonasi akan mempengaruhi penambahan gugus SO 3 H - yang terbentuk, sehingga menambah berat molekul senyawa dan meningkatkan densitas. Tabel 11. Sifat fisik methyl ester sulfonic acid Parameter MESA Olein Offgrade MESA Olein Steadystate MESA Olein dominan C16 Offgrade MESA Olein dominan C16 steadystate Densitas gcm 3 0,96 1,01 0,95 0,96 Viskositas cP 14 28 10 12 Tegangan Permukaan dynecm 38,8 37,7 36,0 35,0 Viskositas atau kekentalan suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul atau gaya antarmolekul. Terikatnya gugus sulfonat pada metil ester menjadikan MESA cenderung memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakunya. Analisis viskositas MESA yang diperoleh menunjukkan variasi rata-rata 10 cP – 28 cP. Peningkatan viskositas MESA disebabkan oleh terikatnya gugus sulfonat pada rantai hidrokarbon metil ester. Semakin banyak gugus SO 3 yang terikat pada metil ester, mengakibatkan peningkatan bobot molekul. Semakin besar bobot molekul, viskositas cairan akan menjadi lebih tinggi. Viskositas tinggi disebabkan adanya gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan, rantai molekul yang tidak teratur, serta suhu sehingga molekul lebih sulit bergerak. Tegangan permukaan merupakan fenomena akibat adanya ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang berada di permukaan antara molekul-molekul cairan dengan udara akibat gaya tarik menarik antara molekul-molekul cairan lebih besar dibanding pada gas. Resultan gaya yang terjadi pada molekul-molekul di permukaan cenderung menggerakkan molekul-molekul tersebut menuju pusat cairan sehingga menggerakkan cairan berperilaku membentuk lapisan tipis yang menyelimuti seperti kulit Rosen 2004. Tegangan permukaan air sebelum ditambahkan surfaktan MESA sebesar 50,63 dynecm. Hasil analisis tegangan permukaan air dengan beberapa jenis MESA bervariasi antara 35,0 – 38,8 dynecm.

4.4. Sifat Fisik dan Kinerja Heavy Duty Cleaner

Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap heavy duty cleaner yaitu stabilitas emulsi, sedangkan kinerjanya yaitu daya pembusaan, stabilitas busa dan daya cuci. Proses pembuatan heavy duty cleaner dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.4.1. Stabilitas Emulsi

Emulsi merupakan sistem dispersi yang terdiri dari dua cairan yang imisibel tidak dapat bercampur, dimana droplet suatu cairan fase terdispersi terdispersi pada cairan media yang lain fase kontinyu. Untuk mendispersikan dua cairan yang imisibel diperlukan komponen ketiga yaitu emulsifier. Dalam penyimpanan beberapa proses kerusakan emulsi dapat terjadi dimana tergantung pada distribusi ukuran partikel dan perbedaan densitas antara droplet dan medium Tadros 2005. Stabilitas emulsi menunjukkan ketahanan emulsi dalam kondisi penyimpanan yang berubah-ubah, sehingga komponen-komponen aktifnya tidak hilang, rusak atau berkurang akibat perubahan suhu atau lamanya penyimpanan. Kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh tegangan permukaan antar kedua fasa, sifat zat yang teradsoprsi pada lapisan interfasial, besar muatan listrik partikel, ukuran partikel, volume fasa terdispersi, viskositas medium pendispersi, perbedaan densitas kedua fasa serta kondisi penyimpanan Bennet 1947; Rieger dan Rhein 1995. Nilai stabilitas emulsi produk yang dihasilkan berkisar antara 96,74 - 99,49 Lampiran 8 a. Kisaran nilai tersebut menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan memiliki nilai stabilitas emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pembanding 75,55. Hasil penelitian yang diperoleh Susi 2010, stabilitas emulsi MESA dari metil ester olein yang dinetralkan menggunakan NaOH yaitu berkisar antara 63,6 – 95,0. Berdasarkan analisa keragaman Lampiran 8 b, jenis MESA, konsentrasi NaOH dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi produk. Analisa keragaman tersebut dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 α = 0,05. Menurut Schick 1987, stabilitas emulsi akan mencapai maksimum apabila gaya tolak antara globula-globula fase terdispersi mencapai maksimum, sebaliknya gaya tarik-menarik akan mencapai minimum dimana gaya tarik- menarik berasal dari gaya Van der Waals. Nilai stabilitas emulsi dari heavy duty cleaner menujukkan peningkatan sejalan dengan kemampuan surfaktan MESA dalam menurunkan tegangan permukaan. Menurut Sibuea 2008, tegangan permukaan air dapat turun dikarenakan molekul surfaktan terorientasi dan teradsorbsi pada permukaan larutan dengan gugus hidrofobik menghadap udara. Gaya kohesif cairan yang tinggi menyebabkan gaya kohesif hidrokarbon lebih rendah dari tegangan air, sehingga tegangan permukaan turun. Semakin tinggi kemampuan menurunkan tegangan permukaan, maka semakin tinggi stabilitas emulsi.

4.4.2. Daya Pembusaan

Pembentukan busa disebabkan oleh adanya surfaktan yang menguatkan area lemah pada molekul air dan menurunkan tegangan permukaan air yang menyebabkan busa dapat terbentuk pada permukaan air. Busa yang berbentuk gelembung disebabkan adanya udara yang mengisi ruang tengah dari busa, sehingga bila tekanan udara dalam busa terlalu tinggi maka akan menekan lapisan film dinding-dinding busa, dan gelembung busa akan pecah. Analisis daya pembusaan dilakukan untuk mengetahui kemampuan heavy duty cleaner untuk menghasilkan busa. Hasil pengukuran daya pembusaan dinyatakan sebagai volume busa selama 0,5 menit. Pengukuran daya pembusaan dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai daya pembusaan produk yang dihasilkan berkisar antara 9 ml200 ml larutan sampel 0,1 - 55 ml200 ml larutan sampel 0,1 Lampiran 10 a. Kisaran nilai tersebut menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan memiliki nilai daya pembusaan yang lebih rendah dibandingkan dengan produk pembanding 315 ml200 ml larutan sampel 0,1. Kemampuan untuk menghasilkan busa yang banyak tidak dapat dijadikan parameter untuk menghasilkan produk