Metil Ester Olein TINJAUAN PUSTAKA

metanolisis. Proses metanolisis terhadap minyak atau lemak akan menghasilkan metil ester dan gliserol melaui pemecahan molekul trigliserida. Metil ester mampu dihasilkan dengan beberapa teknik baik menggunakan konversi enzimatik maupaun proses kimiawi. Konversi menggunkan proses biologi digunakan enzim lipase dalam menghasilkan biodiesel. Proses produksi biodiesel dengan enzim lipase ini disebut sebagai lipase-catalyzed transesterification Mittelbach 1990. Secara kimiawi, proses pembuatan biodiesel bisa dilakukan dengan esterifikasi-transesterifikasi kimiawi dua tahap dan poses transesterifikasi langsung satu tahap. Proses dua tahap biasanya dilakukan untuk sumber minyak nabati dengan kadar FFA free fatty acid tinggi. Meher et al. 2006 menyebutkan proses esterifikasi minyak kedelai menggunakan katalis H 2 SO 4 sebanyak 1 dan rasio molar Sementara itu, tahap transesterifikasi langsung digunakan jika kandungan FFA sangat kecil Nimcevic et al. 2000. Menurut Ma dan Hanna 2001, minyak dengan FFA kurang dari 1 dapat dikonversi menjadi metil ester menggunakan katalis basa, sedangkan Ramadhas et al. 2005 dan Sahoo et al. 2007 mensyaratkan FFA kurang dari 2. Skema diagram produksi biodiesel menurut Gerpen 2005 dapat dilihat pada Gambar 4. Pengering Netralisasi dan pencucian Penghilangan metanol Separator Metil ester Reaktor Biodiesel akhir Rektifikasi metanolair Acidulation dan pemisahan Penghilangan metanol Metanol Minyak Katalis Gliserol 50 Asam Air Air cucian Asam Asam lemak bebas Air Penyimpanan metanol Gambar 4. Diagram alir proses produksi biodiesel Transesterifikasi merupakan reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol dengan adanya katalis untuk menghasilkan mono-ester atau biodiesel Sharma dan Singh 2009. Menurut Ma dan Hanna 2001, sumber alkohol yang digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metil ester, apabila direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar dan harganya lebih murah dari alkohol lainnya. Menurut Hui 1996, transesterifikasi menjadi proses paling efektif untuk mengkonversi trigliserida minyak atau lemak menjadi molekul ester. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol dengan bantuan katalis seperti sodium metilat, NaOH atau KOH. Menurut Vicente et al. 2004 katalis KOH memberikan yield metil ester lebih tinggi yaitu sekitar 91,67 dibandingkan dengan katalis NaOH 85,9. Darnoko dan Cheryan 2000 telah melakukan proses transesterifikasi secara kontinyu menggunakan suhu proses 60 o C, waktu proses 1 jam dengan menggunakan katalis KOH 1 ww terlarut dalam metanol dengan perbandingan rasio mol reaktan antara metanol dengan minyak sebesar 6:1 menghasilkan rendemen sebesar 95. Jumlah katalis yang diperlukan dalam proses transesterifikasi adalah sebesar 0,7 sampai dengan 1,5 dan menurut Leung dan Guo 2006 jumlah katalis KOH yang diperlukan sebanyak 1,1, sedangkan katalis NaOH yang diperlukan sebanyak 1,5. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida minyak nabati menjadi aklil ester atau biodiesel dapat dilihat pada Gambar 5 Knothe 2004. O CH 2 –O–C–R CH 2 –OH │ O O │ CH–O–C–R + 3 R’OH 3 R’–O–C–R + CH–OH │ O │ CH 2 –O–C–R CH 2 –OH Trigliserida Alkohol Alkil Ester Gliserol Minyak Nabati Biodiesel katalis Gambar 5. Reaksi transesterifikasi pada proses produksi biodiesel Secara umum proses fraksinasi minyak sawit dapat menghasilkan 73 olein, 21 stearin, 5 Palm Fatty Acid Distillate PFAD, dan 0,5 limbah. Olein sawit merupakan fraksi cair yang dihasilkan dari proses fraksinasi minyak sawit setelah melalui pemurnian. Karakteristik fisik olein sawit bersifat cair pada suhu ruang, berbeda dengan stearin sawit yang bersifat padat pada suhu ruang. Komposisi asam lemak beberapa produk sawit ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi asam lemak beberapa produk sawit Asam Lemak Jenis Bahan CPO a PKO b Olein c Stearin c PFAD d Laurat C12:0 1,2 40 – 52 0.1 – 0.5 0.1 – 0.6 0.1 – 0.3 Miristat C14:0 0.5 – 5.9 14 – 18 0.9 – 1.4 1.1 – 1.9 0.9 – 1.5 Palmitat C16:0 32 – 59 7 – 9 37.9 – 41.7 47.2 – 73.8 42.9 – 51.0 Palmitoleat C16:1 0.6 0,1 – 1 0.1 – 0.4 0.05 – 0.2 - Stearat 18:0 1.5 – 8 1 – 3 4.0 – 4.8 4.4 – 5.6 4.1 – 4.9 Oleat 18:1 27 – 52 11 – 19 40.7 – 43.9 15.6 – 37.0 32.8-39.8 Linoleat C18:2 5.0 – 14 0.5 – 2 10.4 – 13.4 3.2 – 9.8 8.6-11.3 Linolenat C18:3 1.5 0.1 – 0.6 0.1 – 0.6 Arachidonat C20:0 0.2 – 0.5 0.1 – 0.6 Sumber : a Godin dan Spensley 1971 dalam Salunkhe et al. 1992. b Swern 1979. c Basiron 1996. d Hui 1996 . Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa olein sawit lebih didominasi oleh C 18 dan C 16 . Metil ester asam lemak C 16 merupakan salah satu bahan baku pembuatan surfaktan dengan nilai tambah yang tinggi. Diketahui bahwa surfaktan dari C 16 mempunyai daya detergensi yang tinggi. Biodiesel dari minyak sawit memiliki kandungan fraksi metil ester palmitat C 16:0 dan metil ester oleat C 18:1 paling dominan masing-masing sekitar 40-47 dan 36-44 Knothe 2008. Komponen ini sangat baik apabila digunakan secara spesifik untuk produk turunan berikutnya. Panjang rantai dan letak ikatan rangkap menentukan sifat fisik baik asam lemak maupun trigliserida itu sendiri. Distribusi asam lemak jenuh ikatan tunggal dan asam lemak tidak jenuh ikatan rangkap dalam gliserol dalam minyak nabati tidak terjadi secara acak, namun ditentukan oleh enzim lipase selama proses biosintesis pada jaringan tanaman sawit Mittelbach dan Remschmidt 2006. Setiap asam lemak memiliki sifat spesifik meski memiliki jumlah karbon yang sama. Ada tidaknya ikatan rangkap sangat berpengaruh terhadap sifat asam lemak tersebut. Gambar 6 adalah beberapa molekul asam lemak penyusun trigliserida minyak Cole dan Thompson 2001. a b c Gambar 6. Molekul asam lemak Asam stearat C 18:0 a; Asam oleat C 18:1 b; Asam linoleat C 18:2 c Ketiga asam lemak diatas memiliki jumlah atom karbon yang sama yaitu 18 atom. Hal yang membedakan adalah ketidakjenuhan dilihat dari ada tidaknya ikatan rangkap. Asam stearat tidak memiliki ikatan rangkap dan disebut sebagai molekul asam lemak jenuh. Berbeda dengan asam lemak stearat, asam lemak oleat memiliki 1 ikatan rangkap cis dan asam linoleat memiliki 2 ikatan rangkap cis. Ikatan ini mempengaruhi struktur dan titik beku. Ketaren 1996, menyebutkan bahwa panjang rantai dan kejenuhan molekul minyak dan lemak mempengaruhi sifat fisiko kimia secara keseluruhan meliputi densitas, bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam, titik didih, titik nyala, titik beku, dan sifat yang lainnya. Menurut Watkins 2001, surfaktan MES dengan bahan baku dominan metil ester palmitat memiliki sifat deterjensi yang sangat baik. Sementara itu Knothe 2008 juga menyebutkan bahwa biodiesel yang memiliki kandungan metil ester 1 ikatan rangkap cis 2 ikatan rangkap cis oleat C 18:1 dominan sangat baik apabila digunakan sebagai bahan bakar. Karakteristik melting point metil ester oleat pada suhu -20 o C cocok untuk pemanfaatan bahan bakar pada suhu rendah. Viskositas kinematik C 18:1 meningkat dari 4,51 mm 2 s pada suhu 40 o C menjadi 21,33 mm 2 s pada suhu -10 o C. Selain itu juga C 18:1 sebagai bahan bakar yang menghasilkan emisi NOx paling kecil dibandingkan metil ester lainya. Salah satu pendekatan yang dapat diaplikasikan untuk mendapatkan metil ester olein dominan C 16 antara lain melalui fraksinasi metil ester olein. Teknologi fraksinasi merupakan salah satu teknik dalam pemisahan komponen melalui perbedaan titik didih. Teknologi Fraksinasi juga umum dikenal dengan istilah distilasi. Distilasi pada suhu rendah memiliki keuntungan yaitu mencegah pembentukan produk polimer, mencegah kerusakan produk, menghasilkan rendemen yang tinggi, menghasilkan produk dengan kemurnian yang tinggi dan dapat diaplikasikan pada kapasitas yang besar Lee et al. 2004. Melalui aplikasi teknologi tersebut maka dapat memperbaiki karakteristik metil ester, terutama sebagai bahan baku surfaktan.

2.4. Methyl Ester Olein Sulfonic Acid MESA

Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah MESA yang merupakan produk antara yang dihasilkan selama proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat MES. MES merupakan surfaktan anionik yang sejak tahun 1990an mulai digunakan sebagai bahan baku dalam industri detergen bubuk. Surfaktan ini termasuk ke dalam kelompok surfaktan anionik. Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan surface-active atau pusat hidrofiliknya misalnya RCOO-Na, R adalah fatty hydrophobe. Surfaktan ini memiliki sifat dispersi yang paling baik dan dalam bentuk larutan dapat mengalami ionisasi. MESA yang digunakan pada penelitian ini dibuat dari metil ester olein dan metil ester olein dominan C 16 hasil fraksinasi. Struktur kimia MESA dari metil ester olein dominan C 16 ditunjukkan pada Gambar 7 . CH 3 – CH 2 13 – CH – COOCH 3 SO 3 H Gambar 7. Struktur kimia MESA dari metil ester olein dominan C 16 Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak fatty acid, ester, dan alkohol lemak fatty alcohol. Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Bahan baku minyak yang digunakan pada industri adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap Bernardini 1983. Distribusi asam lemak yang beragam dan tingginya komponen asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat sekitar 25,19, menyebabkan tingginya peluang SO 3 melekat pada ikatan rangkap ME. Berger 2009 menyebutkan surfaktan yang paling sesuai untuk aplikasi EOR adalah surfaktan anionik yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh, karena efektif dalam menurunkan tegangan antarmuka dan tahan terhadap suhu dan salinitas tinggi serta mempunyai kemampuan adsorpsi yang tinggi pada batuan reservoir. Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO 3 , atau gas SO 3 dengan ester asam lemak Bernardini, 1983; Watkins 2001. Reaksi sulfonasi menggunakan gas SO 3 merupakan reaksi yang paling efektif dibandingkan dengan menggunakan reagen sulfonasi lainnya. Metode sulfonasi dengan menggunakan SO 3 merupakan proses yang sedang menjadi fokus perhatian saat ini. Hal ini disebabkan karena penggunaan SO 3 sebagai agen sulfonasi menghasilkakn reaksi sulfonasi yang zero waste. Gas SO 3 yang dimasukkan ke dalam sistem reaksi akan bergabung dengan molekul alkil ester menjadi alkil ester sufonat, sedangkan sisa gas SO 3 yang tidak bergabung akan dikembalikan lagi ke dalam sistem reaksi melalui mekanisme loop Foster 1996. Reaksi sulfonasi untuk pembuatan MES dapat dilihat pada Gambar 8. O Metil ester sulfonat SO 2 O Sulfur trioksida Metil ester OCH 3 R n- SO 3 R n C C C OCH +