kecukupan proteinoranghari remaja perempuan dengan kelompok usia yang sama secara berturut-turut adalah 50 gr, 57 gr, dan 55 gr Almatsier, dkk, 2011.
Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, fases, dan rambut, serta untuk
mengganti sel-sel yang rusak—pada usia ini seseorang tidak mengalami pertumbuhan lagi. AKG protein laki-laki usia 19-64 tahun adalah sebanyak 60 grhari, sedangkan
untuk perempuan sebesar 50 grhari. Seorang laki-laki dan perempuan dewasa membutuhkan protein kurang lebih 0,8 grkg berat badan normalhari Almatsier,
dkk, 2011. Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan berasal dari hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti: telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.
Akan tetapi harga pangan hewani relatif mahal, sehingga hanya 18,4 rata-rata penduduk Indonesia yang mengkonsumsi protein Almatsier, et al,. 2011.
Pada penderita Tuberkulosis paru biasanya akan mengalami malnutrisi, termasuk kekurangan protein yang disebabkan anoreksia dan nafsu makan menurun.
Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang adekuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan sel, mukosa jaringan serta
integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan meningkat dan menguntungkan pengobatan Tuberkulosis Almatsier, et al,. 2011.
2.4 Hubungan Status Gizi dengan Tuberkulosis Paru
Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting
Universitas Sumatera Utara
respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit
infeksi. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai
berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa
gangguan imunitas adalah suatu faktor antara intermediate factor kaitan gizi dengan penyakit infeksi Chandra, 1997.
Sebagai contoh, kekurangan energi protein KEP berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel cell-mediated immunity, fungsi fagosit, sistem
komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin cytokines. Kekurangan zat gizi tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A,
vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas juga menurunkan imunitas
Chandra, 1997. Scrimshaw, selama bertugas di Gorgas Hospital, Panama pada kurun waktu
1945-1946, mengamati bahwa tuberkulosa adalah penyakit yang lebih banyak diderita anak-anak atau dewasa yang menderita kurang gizi daripada anak-anak atau
dewasa yang status gizinya lebih baik. Status gizi merupakan determinan penting bagi respons imunitas. Perbaikan pada fungsi imunitas merupakan faktor antara peran gizi
pada pencegahan penyakit infeksi. Gizi dan penyakti infeksi berkaitan secara sinergistis.
Universitas Sumatera Utara
Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian tuberkulosis paru yang merupakan salah satu penyakit infeksi, tentu saja hal
ini masih tergantung variabel lain yang utama yaitu ada tidaknya kuman tuberkulosis pada paru. Seperti diketahui kuman tuberkulosis merupakan kuman yang suka tidur
hingga bertahun-tahun, apabila memiliki kesempatan untuk bangun dan menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian penyakit tuberkulosis paru. Status gizi yang buruk
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru, kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko
terkena tuberkulosis paru.Oleh karena itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik, baik pada wanita, laki-laki, anak-anak maupun dewasa.
Hizira 2008, menjelaskan bahwa orang dengan Tuberkulosis aktif sering kekurangan gizi dan menderita defisiensi mikronutrien serta penurunan berat badan
dan nafsu makan menurun. Malnutrisi ini akan menyebabkan risiko perkembangan dari infeksi Tuberkulosis menjadi Tuberkulosis aktif. Sejalan dengan penelitian
Taslim 2004 menyatakan, rendahnya asupan makanan pada infeksi disebabkan oleh anoreksia, mual, muntah, suhu badan yang meningkat menyebabkan peningkatan
metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak adekuat menimbulkan pemakaian cadangan energy tubuh yang berlebihan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh. Hal ini berdampak terhadap sistem imunitas dan penurunan
daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progressif yang mengakibatkan perlambatan penyembuhan Tuberkulosis.
Universitas Sumatera Utara
Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang adekuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan sel, mukosa jaringan serta
integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan meningkat dan menguntungkan pengobatan Tuberkulosis Almatsier, et al., 2011. Sehingga pada
penderita Tuberkulosis paru asupan makanannya penting untuk diperhatikan.
2.5 Kerangka Konsep Penelitian