dengan status gizi kurang tingkat berat padahal kebutuhan proteinnya sudah tercukupi dengan baik. Hal ini dikarenakan pertahanan tubuhnya berkurang akibat status gizi
yang buruk, sehingga protein yang dikonsumsi akan dipergunakan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang dirusak oleh kuman tuberkulosis paru. Di samping
itu, terdapat sebagian penderita yang tidak mau mengonsumsi susu kambing yang menjadi sumber protein tinggi juga selain daging. Hal ini sebenarnya bisa di atasi
dengan mengonsumsi makanan sumber protein lainnya dengan jumlah yang lebih banyak, seperti tahu, tempe, dan telur yang memang dapat dengan mudah dibeli
dipasar bahkan dengan harga yang murah.
5.3. Pengetahuan pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan
Johor Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tingkat pendidikan
responden lebih banyak pada tingkat SMA ke bawah yaitu sebesar 37,9 SMP 27,6 dan SD 20,7. Hal ini menyebabkan sebagian besar penderita tuberkulosis paru di
Puskesmas Medan Johor mendapatkan informasi tentang penyakitnya hanya dari petugas kesehatan. Selain itu informasi yang diterima oleh penderita sangat sedikit
dan akan berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan mereka tentang penyakit ini. Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan sebagian besar penderita tuberkulosis
hanya memiliki pengetahuan sedang 44,8 dan kurang 25,9. Pengetahuan penderita mengenai penyakit tuberkulosis paru sedikit, seperti
tanda, gejala, penyebab dan hal-hal yang menghambat proses penyembuhan sehingga
Universitas Sumatera Utara
potensi penularan kepada orang lain akan semakin besar karena tindak pencegahan penularan penyakit juga tidak ada.
Firdous, dkk 2006 menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang tuberkulosis paru yang buruk akan berpeluang mengalami
ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar dibandingkan orang yang berpengetahuan baik tentang tuberkulosis paru. Hal ini tidak bertentangan dengan teori perilaku kesehatan
Notoatmodjo 2000 yang menyebutkan bahwa pengetahuan seseorang dapat mendasari seseorang untuk bertindak, termasuk bertindak sesuai dengan petunjuk
pengobatan. Namun, pada penderita tuberkulosis di Puskesmas Medan Johor yang sudah mengetahui bahwa merokok dapat memperparah penyakit tuberkulosis dan
menghambat kesembuhan tapi masih ada juga yang tetap merokok, yakni 17,6 penderita dengan pengetahuan baik masih merokok dan penderita dengan
pengetahuan sedang 23,0 masih tetap merokok. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting karena kurangnya
pengetahuan tentang tuberkulosis paru akan memberikan potensi penularan penyakit ini akan semakin tinggi. Selain berpotensi besar dalam penularan penyakit, kurangnya
pengetahuan penderita tentang penyakit tuberkulosis paru juga berpotensi besar dalam kegagalan pengobatan. Karena mereka akan kurang memahami pentingnya
pengobatan terhadap penyakit tuberkulosis paru. Sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa sebagian besar penderita
tuberkulosis paru menyerahkan masalah informasi tentang tuberkulosis paru kepada petugas kesehatan karena mereka menganggap bahwa petugas kesehatan memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki pengetahuan tentang tuberkulosis
Universitas Sumatera Utara
paru lebih baik. Hal ini berbanding lurus dengan petugas kesehatan khususnya pemegang program tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor yang hampir setiap
pasien tuberkulosis datang ke puskesmas selalu memberikan informasi yang penting tentang bahaya dan cara penyembuhan tuberkulosis paru.
Lain halnya dengan masyarakat yang sebagian besar hanya menyerahkan masalah informasi tentang tuberkulosis paru kepada petugas kesehatan namun mereka
tidak berkunjung ke petugas kesehatan. Hanya datang ke petugas kesehatan jika sakit saja sehingga penyampaian informasi tidak dilakukan secara menyeluruh kepada
seluruh masyarakat padahal jika melihat angka kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor yang mencapai 58 orang kasus baru pada tahun 2013
dan hampir setiap bulan terdapat pasien tuberkulosis paru yang baru . Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Badan Litbangkes FKM UI
dalam Syam, terungkap bahwa secara nasional 91 persen masyarakat masih belum mengetahui gejala tuberkulosis paru dan tanda utama tuberkulosis paru yang benar.
Dengan demikian, masalah ini perlu difokuskan pada upaya penyuluhan atau pemberian informasi mengenai tuberkulosis paru baik kepada penderita maupun
kepada orang-orang yang berada di sekitar penderita.Penyuluhan ini bisa dilakukan oleh petugas penyuluh kesehatan, dokter serta orang-orang yang memiliki pahaman
lebih jauh tentang penyakit tuberkulosis paru.Sehingga penderita maupun orang- orang di sekitar penderita dapat melakukan pencegahan penyakit tuberkulosis paru
sehingga penularannya dapat ditekan.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Pengobatan pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan