Status Gizi pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Status Gizi pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan

Johor Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tb Mycobacterium tuberculosis. Kuman Mycobacterium tuberculosis biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfah, melalui saluran nafas bronchus atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnyaDepkes RI 2008. Penderita tuberkulosis di Puskesmas Medan Johor lebih banyak pada usia di bawah 40 tahun sebanyak 44,8 dan di atas 50 tahun sebanyak 32,8. Sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Crofton 2002 bahwa kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkat secara perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa pubertas pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran infeksi melalui darah, tetapi lemah dalam mencegah penyebaran infeksi di paru. Tingkat umur penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi yang sangat mudah dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini. Penderita tuberkulosis paru dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 62,1. Hal ini dikarenakan penderita Universitas Sumatera Utara dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak bekerja di luar sehingga lebih sering terpapar dengan udara yang kemungkinan sudah membawa bakteri tuberkulosis. Hal ini diperjelas dengan tingkat pendidikan responden yang lebih banyak pada jenjang pendidikan SMA, SMP, dan SD sehingga pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis ini kurang . Gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara intermediate factor kaitan gizi dengan penyakit infeksi Chandra, 1997. Status gizi responden sebagian besar termasuk kategori baik sebesar 51,7, walaupun masih banyak juga responden yang berstatus gizi kurang sebesar 41,4 dan ada juga penderita dengan status gizi lebih tingkat ringan sebesar 6,9. Walau jumlah penderita dengan status gizi lebih tingkat ringan itu sedikit hanya 4 penderita menunjukkan bahwa pengobatan penderita menampakkan hasil yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan tubuh atau imunitas responden dalam keadaan baik. Menurut Soedibyo, dkk menyebutkan bahwa pengobatan berkaitan dengan status gizi penderita, semakin baik sistem imunitas dalam tubuh maka penggunaan zat-zat gizi untuk melawan infeksi berkurang sehingga zat gizi dapat digunakan secara optimal. Namun, penderita dengan status gizi kurang tingkat berat Universitas Sumatera Utara dan kurang tingkat ringan juga cukup banyak, yakni 13 penderita dengan status gizi kurang tingkat berat dan 11 penderita dengan sttaus gizi kurang tingkat ringat. Hal ini menunjukkan bahwa memang penyakit infeksi mempengaruhi status gizi seseorang. Prayitami, dkk 2012 menjelaskan bahwa fase pengobatan dengan status gizi tuberkulosis anak memiliki hubungan yang bermakna secara signifikan p = 0,020. Penelitian yang dilakukan pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor menghasilkan bahwa status gizi normal lebih banyak pada fase lanjutan 70,0. Hal ini sejalan dengan teori bahwa pengobatan tuberkulosis berhubungan dengan status gizi pasien tuberkulosis. Pengobatan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh dengan mengurangi jumlah bakteri di dalam tubuh.Semakin baik mekanisme pertahanan tubuh, maka zat gizi untuk mengganti penghancuran jaringan tubuh bagi pembentukan protein atau enzim dapat ditekan sehingga status gizi meningkat. 5.2. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan Johor Kebutuhan energi dan protein berbeda tiap kelompok umur. Angka Kecukupan Energi anak berasal dari rata-rata kebutuhan energi anak sehat yang tumbuh secara memuaskan; sedangkan Angka Kecukupan Zat-zat Gizi didasarkan atas beberapa hasil penelitian yang terutama dikembangkan dari kebutuhan bayi dan orang dewasa. Angka Kecukupan Energi anak usia 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun secara berturut-turut adalah 1000 kkal, 1550 kkal, dan 1800 kkal. Sedangkan Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan untuk kelompok anak usia 1-3 tahun, 4-6 tahun, Universitas Sumatera Utara dan 7-9 tahun berturut-turut adalah 25 gr, 39 gr, dan 45 gr per orang per hari Almatsier, dkk, 2011. Angka Kecukupan Energi remaja di Indonesia didasarkan pada hasil studi Institute of Medicine IOM, tahun 2002 Hardinsyah, WNPG, 2004. Seperti halnya zat gizi lain, Angka Kecukupan Energi tidak mempertimbangkan faktor keamanan untuk peningkatan kebutuhan waktu sakit, trauma, dan stress karena hanya merupakan kebutuhan rata-rata. Kebutuhan energi remaja bervariasi tergantung aktivitas fisik dan tingkat kematangannya. Angka Kecukupan Energi untuk remaja laki-laki usia 10-12 tahun adalah 2050 kkal, untuk usia 13-15 tahun 2400 kkal, dan untuk usia 16-18 tahun sebanyak 2600 kkal. Untuk remaja perempuan pada kelompok usia yang sama, angka kecukupan energinya secara berturut-turut adalah 2050 kkal, 2350 kkal, dan 2200 kkal Almatsier, dkk, 2011. Angka Kecukupan Proteinoranghari remaja laki-laki usia 10-12 tahun adalah 50 gr, untuk usia 13-15 tahun 60 gr, dan untuk usia 16-18 tahun sebesar 65 gr. Angka kecukupan proteinoranghari remaja perempuan dengan kelompok usia yang sama secara berturut-turut adalah 50 gr, 57 gr, dan 55 gr Almatsier, dkk, 2011. Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia, yang disebabkan oleh menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Usia dewasa muda berkisar 19-49btahun merupaka usia produktif; banyak kegiatan fisik yang dilakukan sehingga kebutuhan energi kelompok ini lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 50-64 tahun. AKG energi pada laki-laki adalah 2550 kkal pada usia 19-29 tahun, 2350 kkal pada usia 30-49 tahun, dan 2250 kkal Universitas Sumatera Utara pada usia 50-64 tahun. Pada perempuan angka-angka ini secara berturut-turut adalah 1900 kkal, 1800 kkal, dan 1750 kkal Almatsier, dkk, 2011. Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, fases, dan rambut, serta untuk mengganti sel-sel yang rusak—pada usia ini seseorang tidak mengalami pertumbuhan lagi. AKG protein laki-laki usia 19-64 tahun adalah sebanyak 60 grhari, sedangkan untuk perempuan sebesar 50 grhari. Seorang laki-laki dan perempuan dewasa membutuhkan protein kurang lebih 0,8 grkg berat badan normalhari Almatsier, dkk, 2011. Seiring dengan bertambahnya umur, kebutuhan energi pun berkurang rata-rata sebanyak 5 setiap 10 tahun sesudah dewasa. Penyebabnya adalah menurunnya Angka Metabolisme Basal AMB dan aktivitas fisik. AMB dipengaruhi oleh gender, umur, ukuran tubuh, status kelenjar tiroid, dan komposisi tubuh Almatsier, dkk, 2011. Angka kecukupan energi sehari yang dianjurkan di Indonesia 2004 untuk usia 65 tahun ke atas untuk laki-laki adalah 2050 kkal dan untuk perempuan 1600 kkal. Sedangkan Angka Kecukupan Protein sehari 2004 untuk usia 65 tahun ke atas sama dengan untuk usia 19-29 tahun, yaitu 60 gr untuk laki-laki dan 50 gr untuk perempuan Almatsier, dkk, 2011. Pada penderita tuberkulosis di Puskesmas Medan Johor, kecukupan energinya cenderung kurang . Walaupun penderita banyak yang mengonsumsi makanan ringan yang berkalori tinggi seperti gorengan dan roti. Tingkat konsumsi protein penderita juga cenderung baik, namun jika dilihat dari status gizinya, terdapat 8,3 penderita Universitas Sumatera Utara dengan status gizi kurang tingkat berat padahal kebutuhan proteinnya sudah tercukupi dengan baik. Hal ini dikarenakan pertahanan tubuhnya berkurang akibat status gizi yang buruk, sehingga protein yang dikonsumsi akan dipergunakan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang dirusak oleh kuman tuberkulosis paru. Di samping itu, terdapat sebagian penderita yang tidak mau mengonsumsi susu kambing yang menjadi sumber protein tinggi juga selain daging. Hal ini sebenarnya bisa di atasi dengan mengonsumsi makanan sumber protein lainnya dengan jumlah yang lebih banyak, seperti tahu, tempe, dan telur yang memang dapat dengan mudah dibeli dipasar bahkan dengan harga yang murah.

5.3. Pengetahuan pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Medan

Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Konsumsi Dan Status Gizi Baduta (Bayi 6-24 Bulan) Yang Mendapatkan Makanan Tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

1 66 122

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi Batita di Wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus.

0 2 18

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi Batita di Wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus.

0 4 6

HUBUNGAN STATUS EKONOMI DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DENGAN STATUS GIZI IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU II KABUPATEN Hubungan Status Ekonomi Dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Dengan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas

0 2 12

SKRIPSI Hubungan Status Ekonomi Dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Dengan Hubungan Status Ekonomi Dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Dengan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu Ii Kabupaten Karanganyar.

0 3 16

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN Hubungan Tingkat Depresi Dengan Tingkat Konsumsi Energi,Protein dan Status Gizi Lanjut Usia Di Panti Wreda Surakarta.

0 2 16

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN STATUS GIZI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 60

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN STATUS GIZI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Status Gizi Dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Medan Johor

0 0 9

Gambaran Status Gizi Dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Medan Johor

0 0 19