Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik pada anak

yang paling tepat untuk neonatus, bayi, anak-anak dan remaja Johnson, 2005. Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik seperti waktu paruh, konsentrasi puncak, waktu penetrasi konsentrasi antibiotik di atas konsentrasi hambat minimum KHM dan tingkat postantibiotic effect PAE juga harus dipertimbangkan dalam penggunaan antibiotik Haug, 2011. Menurut Sumarmo dkk, antara faktor yang menentukan keberhasilan pengobatan adalah dosis obat harus cukup tinggi dan efektif terhadap mikroorganisme, tetapi konsentrasi di dalam plasma dan jaringan tubuh harus tetap lebih rendah dari dosis toksik. 1. Faktor Farmakokinetik Efek suatu antimikroba, baik khasiat antimikrobanya maupun efek reaksi tubuh hospes sangat ditentukan oleh kadar obat dan metabolitnya yang aktiftoksik di biofase tempat kerjanya. Kadar tersebut sangat ditentukan oleh faktor farmakokinetik absorpsi, distribusi, ikatan dengan makro-molekul, biotransformasi dan ekskresi Putra, 2008. Pemberian antimikroba untuk anak memerlukan pertimbangan klinis yang seksama karena karakteristik farmakokinetik pada anak berbeda dengan orang dewasa. Kepatuhan makan obat compliance dan jenis penyakit infeksi juga merupakan faktor yang menonjol pada subpopulasi anak Setiabudy Istiantoro., 2003. Beberapa faktor pada pasien bayi dan anak yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu penyerapan, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat Putra, 2008. a. Absorpsi Penyerapan obat pada bayi dan anak mengikut prinsip-prinsip umum yang sama seperti pada orang dewasa. Faktor unik yang mempengaruhi penyerapan obat termasuklah aliran darah ke lokasi administrasi, yang ditentukan oleh status fisiologis bayi atau anak, cara pemberian obat-obatan secara oral, intramuskular, dan intravena dan fungsi saluran cerna Katzung, 2009. Pada neonatus dan orang dewasa, proses absorbsi setelah pemberian obat secara intramuskular i.m. atau subkutan tergantung pada laju aliran darah ke bahagian yang disuntikkan. Terdapat beberapa kondisi fisiologis yang dapat mengurangi aliran darah ke daerah ini seperti syok kardiovaskular, vasokonstriksi akibat agen simpatomimetik dan gagal jantung Katzung, 2009. Pemberian obat secara intramuskular juga tidak selamanya menjamin bahwa absorpsi yang cepat dan lengkap akan terjadi pada pasien anak. Pada beberapa penyakit, misalnya penurunan curah jantung, respiratory distress syndrome , dan gangguan sirkulasi darah, terlihat bahwa aliran darah ke otot berkurang. Pada penyakit-penyakit yang disertai dengan demam berat, misalnya sindrom nefrotik dan kwashiorkor, bioavailabilitas obat yang diberikan secara i.m. juga akan berkurang. Pada neonatus, aliran darah ke otot sangat bervariasi sebelum mencapai usia 2-3 minggu. Setiabudy Istiantoro., 2003 Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada daya absorbsi obat adalah pH lambung, daya pengosongan lambung, dan luas permukaan saluran gastrointestinal Sumarmo dkk, 2010. Kemampuan bayi untuk memproduksi asam lambung lebih rendah daripada orang dewasa, karena itu penisilin oral yang mudah dirusak oleh asam lambung diserap lebih lengkap pada pasien kelornpok usia ini. Setelah usia 3 tahun, eksresi asam lambung per kilogram berat badan sama dengan ekskresi pada dewasa. Seperti yang terjadi pada pasien dewasa, penyerapan beberapa antimikroba misalnya rifampisin, isioniazid, penisilin berspektrun sempit terhambat bila diberikan bersama dengan makanan Setiabudy Istiantoro., 2003. Kadar puncak menunjukkan kecepatan absorpsi dan konsentrasi plasma tertinggi dari sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin satu sampai tiga jam setelah pemberian obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya mungkin dicapai dalam 10 menit. Kadar puncak terendah diperlukan bagi obat-obat yang memiliki indeks terapeutik yang sempit dianggap toksik seperti aminoglikosida Tabel 2.2. Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan terjadi Kee, 1996. Tabel 2.2. Antibiotik Aminoglikosida: Kadar Puncak dan terendah Sumber: Kee, 1996.

b. Distribusi

Volume distribusi obat dipengaruhi oleh komposisi tubuh. Neonatus memiliki persentase lebih tinggi dari berat tubuhnya dalam bentuk air 70-75 daripada orang dewasa 50-60. Sementara itu, volume cairan ekstraselular pada neonatus adalah 40 dari berat badan dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya memiliki 20 Katzung, 2009. Distribusi antimikroba juga berbeda pada populasi anak itu sendiri, dari neonatus sehingga remaja Bradley et al., 2010. Oleh karena sebagian besar obat-obat yang digunakan dalam bidang pediatri adalah obat yang larut dalam air, maka volume distribusi obat yang larut dalam air menjadi lebih besar pada neonatus dan bayi prematur. Akibatnya diperlukan dosis muatan atau dosis pembebanan loading dose yang lebih besar pada kelompok usia ini Setiabudy Istiantoro, 2003. Dosis pembebanan diberikan untuk mendapatkan efek yang cepat dan besar dari suatu obat untuk mencapai minimum effective concentration MEC Kee, 1996. Pada penyakit tertentu, terjadi perubahan pada permeabilitas dari endotel di mikrovaskular yang berakibat kepada perubahan pada komposisi air di bahagian ekstraselular. Hal ini akan menyebabkan pertambahan volume distribusi seterusnya memerlukan dosis pembebanan yang lebih besar. Untuk obat yang efeknya berdasarkan concentration-dependent killing, diperlukan dosis pembebanan yang lebih besar untuk mencapai efek bakterisidal yang maksimal. Contohnya, pemberian aminoglikosida dengan dosis awal yang besar telah terbukti dapat mengurangkan mortalitas Mckenzie, 2011. Setelah dosis awal yang besar, maka diberikan dosis sesuai dengan resep per hari Kee, 1996. Faktor utama yang menentukan distribusi obat adalah pengikatan obat pada protein plasma. Albumin merupakan protein plasma dengan kapasitas pengikatan terbesar. Secara umum, pengikatan protein terhadap obat kurang pada anak. Hal ini telah terlihat dengan obat ampisilin. Peningkatan konsentrasi obat yang tidak terikat dengan protein plasma dapat mengakibatkan efek obat yang lebih besar atau toksisitas meskipun konsentrasi plasma normal atau bahkan rendah dari jumlah obat Katzung, 2009. Pada anak dengan penyakit hati yang berat dan mengalami sindrom nefrotik, pemberian antimikroba perlu dipantau karena kadar protein plasmanya yang rendah. Kadar protein yang kurang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bila terjadi interaksi obat. Contoh klasik untuk ini ialah pemberian sulfonamid dapat menggeser bilirubin dari ikatannya dengan protein darah dan mengakibatkan timbulnya kernicterus Setiabudy Istiantoro., 2003. Pemantauan kadar obat di dalam darah adalah suatu teknik yang digunakan klinisi untuk mengoptimalkan dosis obat dengan memberikan dosis yang ditetapkan berdasarkan konsentrasi target dengan cara mengukur kadar obat dalam darah dan bila perlu melakukan penyesuaian dosis. Pemantauan kadar obat dalam darah bertujuan untuk membantu meningkatkan penggunaan obat yang lebih rasional baik keamanan dan efektifitas dosis pada individu penderita Elly Usman, 2007. Interaksi antibiotik-bakteri biasanya terjadi pada tingkat jaringan. Dengan demikian, cara pemberian obat yang dapat meningkatkan penetrasi antibiotik ke dalam jaringan sangat penting dalam memprediksi respons terapi suatu obat. Konsentrasi antibiotik yang signifikan diperlukan di lokasi infeksi karena konsentrasi serum tidak selalu mencerminkan konsentrasi jaringan Aziz et al, 2012. Dosis suatu antimikroba seringkali tergantung dari tempat infeksi, walaupun kuman penyebabnya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan untuk mengobati meningitis oleh pneumokokus jauh lebih tinggi daripada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan oleh kuman yang sama Ganiswara, 1995.