Gambaran Umum Pertanian Desa Bandar Dolok

39 lainnya. Bentuk kegiatan ini dilakukan secara bergantian seperti halnya arisan atau bermain jula-jula. Penduduk Desa Bandar Dolok biasanya melaksanakan jual beli di pasar. Pasar diadakan biasanya seminggu sekali pada hari yang ditentukan, masyarakat di sini biasa menyebutnya dengan pekanan. Ketika hari pasar tiba maka para pedagang dan pembeli dari beberapa dusun dan daerah lain akan berdatangan ke pasar-pasar yang ada. Para pedangan menjual bahan-bahan pokok seperti beras, gula, sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, makanan jadi seperti sate padang, bakso bakar, dan ada juga yang menjual pakaian, perabotan rumah tangga dan aksesoris- aksesoris lainnya.

2.6. Gambaran Umum Pertanian Desa Bandar Dolok

Lahan sawah adalah salah satu media tumbuhnya tanaman, juga merupakan lahan yang sangat potensial dalam konteks peningkatan tanaman pangan khususnya padi. Foto 6. Persawahan di Desa Bandar Dolok Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2015 Lahan sawah di Desa Bandar Dolok adalah lahan sawah dengan sistem Irigasi Teknis, sawah-sawah ini diairi langsung dari Sungai Sei Batu Gingging 40 melalui sistem irigasi yang dibangun dan dipelihara oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Petani yang memanfaatkan sistem irigasi tersebut dinamakan Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A. Berdasarkan wawancara dengan sekretaris Desa Bandar Dolok menerangkan bahwa P3A bertujuan untuk menyalurkan dan juga pembagian air irigasi secara merata ke seluruh sawah agar petani tidak ada yang merasa dirugikan. Sawah-sawah yang diairi dengan sistem pengairan ini termasuk tinggi produktivitasnya, bisa ditanami 2 dua kali setahun. Lahan sawah, untuk bisa ditanami padi terlebih dahulu petani harus melakukan pengelolahan sawah dan juga membutuhkan tenaga kerja serta teknologi pertanian hingga proses distribusi padi setelah panen, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 2.6.1. Proses Pengelolahan Sawah Menanam - Panen Cara pengolahannya dalam membajak sawah para petani tidak lagi menggunakan jasa hewan seperti kerbau melainkan sudah menggunakan alat modern seperti traktor pembajak sawah atau masyarakat sekitar sering menyebutnya jetor. Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah tekstur tanah yang keras menjadi lumpur agar mempermudah penanaman bibit padi. Untuk bibit padinya, masyarakat petani membeli bibit dari toko pertanian, bibit-bibit yang dibeli termasuk kedalam bibit yang disubsidi oleh pemerintah. Bibit padi yang dipilih petani untuk di tanam adalah bibit padi jenis Ciherang, Serang ataupun IR-64 dengan alasan yang pertama ialah petani sudah sering menanam bibit padi jenis tersebut. Petani cenderung tidak mau mengganti bibit padi dengan yang lain karena takut jika nanti tidak berhasil. Masing-masing dari bibit tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Informan yang sudah memiliki pengalaman soal bibit padi mengatakan bahwa 41 kelebihan bibit Ciherang ialah batang dan akar tanaman padi lebih kuat dibanding dengan bibit yang lain, jika ditanam saat musim kemarau juga musim penghujan hasilnya tetap bagus. Bibit padi IR-64 kelebihannya ialah menghasilkan nasi yang enak dengan aroma beras yang harum dan timbangan padi lebih berat. Kelebihan bibit padi Serang hampir sama dengan kualitas bibit padi Ciherang. Bibit padi Ciherang, Serang dan IR-64 mempunyai kekurangan yang sama yakni masih rentan terserang hama dan penyakit. Di samping itu, bibit padi IR-64 juga memiliki batang padi yang kurang kuat sehingga ketika angin kencang datang menyebabkan tanaman padi mudah tumbang. Foto 7. Varietas bibit padi Ciherang 5 Kg Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015 Sebelum bibit ditanam, petani harus merendam bibit selama satu hari satu malam di dalam air hingga bibit padi berkecambah. Setelah bibit padi di rendam dilakukan pe-ngetusan atau ngetus 11 11 Ngetus adalah bahasa yang digunakan masyarakat setempat untuk istilah pengeringan atau bahasa lainnya ialah “ditiriskan” agar bibit tersebut kering dan siap untuk disemai di sawah. Pada umumnya untuk penyemaian petani membuat pembibitan di sekitar areal sawah yang tempatnya lebih tinggi, tanah untuk pembibitan sudah harus di bajak terlebih dahulu dan bebas dari rumput-rumput. Kemudian bibit padi 42 ditabur di tempat penyemaian tersebut selama 15-18 hari. Jumlah bibit padi yang dibutuhkan untuk satu rante sawah adalah 2 Kg bibit padi, terkadang petani melebihkan takarannya untuk mengantisipasi jika bibit padi ada yang rusak sehingga tidak dapat ditanam. Bibit yang telah berusia 15-18 hari sudah bisa ditanam di sawah, satu lubang biasanya diisi 3-5 batang bibit dengan kedalaman 5 cm dan jarak penanaman sekitar ±20 cm. Setelah bibit ditanam, padi sangat memerlukan perawatan karena padi termasuk jenis tanaman yang memerlukan perawatan untuk pertumbuhannya. Perawatan padi salah satunya adalah dengan melakukan pemupukan, petani Desa Bandar Dolok melakukan pemupukan sebanyak 2 dua kali pemupukan dengan cara disebar secara merata. Foto 8. Seorang Petani Melakukan Pemupukan Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015 Pemupukan pertama yaitu 10-15 hari sesudah tanam, jenis pupuk yang diberikan adalah UREA sebagai zat daun dicampur dengan pupuk SP-36 sebagai zat buah. Untuk pemupukan yang pertama komposisi atau dosis pupuk lebih banyak dibanding pemupukan yang kedua agar padi terus bertunas. Pemupukan yang kedua sekitar 35 hari sesudah tanam, jenis pupuk yang digunakan adalah campuran pupuk UREA, Phonska dan SP-36. Pada umumnya perbandingan jumlah pupuk yang digunakan adalah sama. Di Desa Bandar 43 Dolok, ada juga beberapa petani yang menggunakan pupuk AMAPOS sebagai pengganti pupuk Phonska. Harga pupuk AMAPOS lebih mahal dibanding harga pupuk yang lainnya, oleh sebab itu tidak banyak petani yang menggunakan pupuk tersebut. Seperti yang dikatakan informan yang bertani sejak tahun 1980-an: “kalau pupuk itu yang bagus yang harganya Rp 400.000sak jenis amapos. Kualitasnya lebih bagus dibanding pupuk subsidi, tapi ya pupuk seharga segitu kadang gak tebelik lah mahal...mupuk nya 2 dua kali, yang pertama mupuk agak banyak pupuknya biar padi punya tunas yang bagus..”Sugiono, 63 tahun. Wawancara 25 April 2015 Selain pemupukan, petani juga merawat padi dengan menyiangi rumput yang tumbuh di sekitarnya agar padi terbebas dari gulma dan pengaturan air pada saluran irigasi. Pengaturan air pada hari pertama dan kedua setelah tabur benih untuk mengusahakan kondisi tanah dalam keadaan lembab, tanaman padi jangan sampai tergenang air karena tanaman padi dapat mati. Hari selanjutnya sedikit demi sedikit air dialirkan ke petakkan sawah, tinggi air sesuai dengan pertumbuhan padi. Jika padi yang ditanam sudah berumur 115 hari petani sudah bisa memanen, padi sudah berisi dan menguning. Masa panen inilah yang ditunggu oleh petani-petani Desa Bandar Dolok. Pada waktu memasuki masa panen inilah petani dapat mengetahui kondisi padinya, apakah hasilnya bagus atau tidak. Padi yang bagus biasanya menghasilkan 4-5 karung per rantenya. 2.6.2. Tenaga Kerja Dalam proses penanaman padi hingga panen petani membutuhkan tenaga kerja dan bantuan teknologi. Tenaga kerja yang membantu petani bukan berasal dari keluarga sendiri, mereka adalah buruh upah atau tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang membantu di sawah biasanya yang sudah berumur 20 tahun 44 keatas dan mayoritas sudah memiliki keluarga, di Desa Bandar Dolok sumber daya anak diusia sekolah sangat jarang yang membantu di sawah. Ketika melakukan penanaman, petani menggunakan sistem upah cabut tanam. Sistem upah cabut tanam ialah kegiatan mencabut dan menanam bibit padi seluruhnya dikerjakan oleh buruh upah, satu orang buruh upah mendapat bayaran Rp 42.000rante dari petani pemilik. Buruh upah yang dipekerjakan dalam sistem cabut tanam sabanyak 3 orang, sistem kerja juga ada yang dilakukan secara borongan dengan bayaran yang berbeda pula. Buruh upah yang dipakai petani bukanlah buruh upah langganan atau bukan buruh upah tetap. Siapa saja bisa membantu petani dalam proses penanaman tersebut Sugiono, 63 tahun. Wawancara 25 April 2015. Kategori petani di Desa Bandar Dolok berdasarkan kepemilikan lahannya antara lain: petani pemilik lahan sendiri dan petani penyewa, diluar itu ada yang sebagai buruh upah. • Petani pemilik lahan sendiri: yang dimaksud di sini adalah petani yang memiliki lahan pertanian dengan kepemilikan sendiri dan tetap yang sah secara hukum. Pada mulanya van der Kroef yang mengatakan bahwa pertanian padi sawah di Jawa dikerjakan seluruhnya oleh tenaga kerja keluarga pemilik sawah. Menurutnya, keadaan ini terus berlangsung sampai abad ke-20 ini. Di Desa Bandar Dolok, yang terlihat pada masa kini meskipun petani memiliki lahan sendiri, tetapi dalam pengelolaannya tidak seluruhnya dikerjakan oleh keluarga pemilik sawah kebanyakan mereka mempekerjakan buruh upah bukan dari keluarganya sendiri. Buruh 45 upah dipekerjakan pada masa tanam dan panen. Petani dengan lahan sendiri dianggap keadaan ekonomi paling mapan. • Petani penyewa: petani yang tidak memiliki lahan sendiri biasanya memakai lahan orang lain untuk usahatani, kesepakat antara penyewa dengan pemilik tanah dilakukan secara kekeluargaan. Petani penyewa biasanya membayar sewa tanah Rp 200.000 per rantenya dalam masa sekali panen, harga sewa bisa lebih mahal ataupun lebih murah sesuai dengan kesepakatan bersama. • Buruh upah: buruh upah dalam tulisan ini yang dimaksud adalah buruh bebas, mereka siap bekerja membantu petani mengolah sawahnya untuk siapa saja dan kapan saja dalam kontrak kerja jangka pendek dan tidak terikat. Penulis melihat di Desa Bandar Dolok ada perbedaan status sosial, petani dengan lahan sendiri status sosialnya lebih tinggi dibanding petani penyewa lahan dan buruh tani. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah, kepemilikan kendaraan, pakaian dan juga diperjelas oleh pernyataan seorang informan: “kalo di desa ini petani kaya dihormati, disegani. Tapi orang itu gak sombong juga. Tetap ngabung dengan yang lain, ya berbaur lah istilahnya” Theresia, 46 tahun. Wawancara 7 Mei 2015 Antara petani pemilik, petani penyewa dan buruh upah terjalin hubungan yang sangat baik. Mereka saling mengenal satu sama lain meskipun berasal dari suku yang berbeda-beda. Petani merasa rugi jika tidak memiliki teman yang banyak oleh sebab itu mereka selalu memperkuat tali silaturahmi dengan sistem tolong-menolong. Petani pemilik memberi bantuan kepada buruh upah jika ia memerlukan pertolongan, petani pemilik juga sering memberi upah lebih untuk 46 menghargai tenaga yang telah diberikan. Seperti yang dijelaskan oleh seorang informan yang berprofesi sebagai buruh upah berikut ini: “petani yang punya lahan sendiri memang nampak rumahnya lebih bagus, tapi soal hubungan, semuanya baik-baik aja. Orang itu juga ikut kegiatan yang ada, saling tegur. Kalo gadak uang kami dikasih pinjam, ada juga sih yang pelit memang hehehhe tapi semua berjalan baiklah” Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015 Penulis berpandangan, meskipun petani di Desa Bandar Dolok terdiri dari beberapa suku yang berbeda, namun dalam masalah pekerjaan mereka semua terlihat sama-sama rajin, tidak tampak ada yang dominan seperti misalnya: petani suku X lebih rajin dari petani suku Y ataupun sebaliknya. Saat di sawah mereka semua bekerja dengan baik. Mereka setiap pagi pergi ke sawah pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:00 WIB lalu kembali lagi pada pukul 15:00 WIB sampai pukul 18:00 WIB. Pada waktu pergi ke sawah di pagi hari, kaum laki-laki lebih dahulu sampai di sawah dibandingkan dengan para ibu-ibu karena para ibu harus membereskan rumah, menyiapkan keperluan anak-anaknya yang akan berangkat sekolah bagi yang memiliki anak sekolah dan memasak terlebih dahulu di rumah. Setelah selesai memasak, saat itulah mereka pergi ke sawah menyusul suaminya sambil membawa makanan yang telah dimasak sebelumnya untuk dimakan bersama di sawah. Ungkap seorang informan: “kerja jadi buruh upah kalo ke sawah kami bawak makanan sendiri, tapi kadang diberi makan siang juga dari yang punya lahan. Tergantung masing-masing orangnya kadang dikasih kadang gak” Wagiyah, 60 tahun. Wawancara 7 Mei 2015 Bagi seorang buruh upah biasa pekerjaan yang lebih berat dikerjakan oleh kaum laki-laki, seperti membajak dan memanen. Sedangkan untuk menanam lebih 47 banyak dikerjakan oleh kaum perempuan. Pada saat proses panen, selain memerlukan bantuan buruh upah petani juga memerlukan tenaga bantu seperti thresser. Seperti penjelasan informan: “nanti kita kalo panen pake treser, padi-padi dirontokkan. Udah ada mesinnya. Itu mesin katanya punya pemerintah, kalo kita make itu kita bayar lagi. Ntah berapa kemaren itu saya bayar, saya pun lupa. Hehehe udah enaklah kalo udah pake itu, kita gak capek lagi.. ” Nasution, 58 tahun. Wawancara 5 Mei 2015 Thresseradalah alat yang memiliki fungsi memisahkan biji padi dengan bagian yang tidak diperlukan, padi yang dihasilkan dapat langsung terpisah dengan jerami dan langsung dapat dimasukkan ke dalam goni karung. Masyarakat setempat biasanya menyebut thresser dengan sebutan “mesin grendel”. Foto 9. Petani menggunakan thresser Sumber : Dokumentasi pribadi 2015 Hasil panen tersebut sebagian digunakan untuk kebutuhan sendiri dan sebagian dijual ke agen. Padi yang digunakan untuk kebutuhan keluarga sendiri dijemur terlebih dahulu sebelum digiling menjadi beras. Petani Desa Bandar Dolok biasanya menggiling padi di tempat penggilingan padi. Harga yang harus dibayar ke penggilingan sejumlah Rp 300Kg jika dedak ditinggal, jika dedak dibawa pulang harga gilingnya sejumlah Rp 700Kg. Seperti penjelasan informan: 48 “banyak orang menggiling padi ke penggilingan, giling padi kita bayar Rp 300Kg lah kalo dedaknya kita tinggal di sana, kalo dedaknya kita bawak pulang harganya Rp 700Kg. Ada juga orang yang gilingnya ke odong-odong” Barus, 43 tahun. Wawancara 30 April 2015 Foto 10. Tempat Penggilingan Padi di Desa Bandar Dolok yang mampu menggiling padi 100 Tonhari Sumber: Dokumentasi pribadi 30 April 2015 Selain ke penggilingan padi, sebagian petani ada juga yang menggiling padi menggunakan jasa odong-odong. Odong-odong adalah bahasa masyarakat setempat untuk menyebutkan alat penggiling padi, odong-odong biasanya berkeliling ke desa-desa yang bersawah. Foto 11. Odong-odong Penggiling padi berjalan Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2015 Odong-odong juga menyediakan call person untuk layanan panggilan. Jadi, kapan saja petani ingin menggiling padi si tukang odong-odong siap datang ke rumah petani. Harga yang harus dibayar ke jasa odong-odong sejumlah Rp 400Kg sedikit lebih mahal dari harga di tempat penggilingan, keuntungannya petani lebih 49 hemat tenaga. Tapi sebagian petani mengeluhkan sistem kerja odong-odong ini karena suara mesinnya sangat keras dan dianggap mengganggu warga yang lain. 2.6.3. Pemasaran Banyak petani yang menjual sebagian hasil panennya ke agen atau tengkulak. Pada saat panen, petani telah membuat perjanjian untuk menjual gabahnya kepada agen sehingga agen sudah langsung datang ke sawah saat musim panen tiba untuk melakukan transaksi jual beli. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa agen mendatangi petani untuk membeli gabah dari hasil panen. Berdasarkan hasil wawancara dengan agen dikatakan bahwa gabah yang dijual ke agen merupakan gabah basah karena belum dilakukan penjemuran terlebih dahulu. Gabah dibawa oleh agen dengan menggunakan truk menuju ke tempat penggilingan padi, artinya agen menjual gabah tersebut kepada kilang penggilingan padi yang ada di Desa Bandar Dolok maupun kilang padi yang ada di kecamatan. Kilang penggilingan padi menyimpan gabah di gudang untuk selanjutnya dijemur dan digiling menjadi beras, selanjutnya kilang penggilingan padi menjual beras ke pedagang besar dengan harga dan syarat-syarat yang telah disepakati. Tahap berikutnya, pedagang besar menjual beras ke pedagang induk kota dan kios pengecer hingga akhirnya sampai kepada konsumen. Berikut adalah kerangka saluran pemasaran beras: Petani Agen Kilang Penggilingan Padi Pedagang Besar Pedagang Induk Kota Pedagang Kios Pengecer Konsumen 50 Sistem pemasaran beras dari produsen ke konsumen merupakan sistem eceran yangmana melibatkan lembaga-lembaga pemasaran karena pada dasarnya petani tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan hasil produksinya, lembaga yang terkait ialah lembaga pemerintahan yang ikut berperan dan memberikan kemudahan pendistribusian beras ke konsumen seperti Badan Urusan Logistik BULOG, Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Hubungan petani dengan agen terjalin dengan baik. Agen juga selalu menawarkan pinjaman uang jika petani mengalami kesulitan modal atau ekonomi. Hubungan timbal balik yang terjadi terus-menerus menimbulkan rasa saling percaya antar kedua belah pihak, sering petani menganggap agen adalah mitra yang baik bagi mereka. Demikian juga sebaliknya, agen menganggap petani sebagai asset yang penting dan harus dijaga dengan baik karena petani dapat mendatangkan keuntungan bagi para agen padi. Relasi patronase yang terjalin antara petani dan agen di Desa Bandar Dolok bersifat semu dan berbentuk assosiatif atau kerja sama. Mereka saling membutuhkan, melakukan pertukaran dengan berbagai bentuk, mereka saling percaya satu sama lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scott dalam Ibrahim 2003 bahwa relasi patronase merupakan proses assosiatif yang berbentuk kerjasama antar dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciri-ciri si patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, saling membutuhkan, saling percaya dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban Scott dalam Ibrahim:2003,24. 51 BAB III PETANI DAN MASALAH-MASALAH PERTANIAN Pada Bab sebelumnya tulisan ini telah membahas karakteristik petani menurut beberapa para ahli serta masalah-masalah pertanian di daerah lain seperti Jawa. Petani yang dimaksud dalam tulisan ini ialah petani pedesaan. Petani di Desa Bandar Dolok kebanyakan adalah petani yang memiliki lahantanah sendiri, sebagian buruh tani yang bekerja tidak terikat atau pekerja lepas dan sebagian lainnya adalah petani penggarapmenyewa lahan pertanian yang masing-masing mereka kerjakan atau kelolah sendiri, hanya beberapa pekerjaan yang diupahkan seperti membajak sawah dan menanam saat musim tanam tiba. Dalam proses pengerjaan sawah hingga datangnya panen, petani di Desa Bandar Dolok mempunyai masalah-masalah yang tidak jarang menghambat proses pertanian mereka. Masalah-masalah yang sering dialami petani seperti masalah hama, pupuk, cuacaiklim, dan masalah ekonomi.

3.1. Hama Dalam bercocok tanam atau bertani, banyak faktor yang mempengaruhi