Klasifikasi LC Berbasis Syariah Prinsip Independensi

2. Klasifikasi LC Berbasis Syariah

Dalam ranah pembahasan LC berbasis syariah dikenal dua jenis LC yaitu LC impor syariah dan LC ekspor syariah. Pengaturan kedua jenis LC tersebut hanya berupa Fatwa Dewan Pengawas Syariah, yaitu Fatwa Dewan Pengawas Syariah Nasional No.34DSN-MUIIX2002 tentang LC Impor Syariah dan Fatwa Dewan Pengawas Syariah Nasional No.35DSN-MUIIX2002 tentang LC Ekspor Syariah. Berdasarkan Fatwa Dewan Pengawas Syariah MUI No.34DSN-MUI IX2002 tentang LC Impor Syariah, yang dimaksud dengan LC Impor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk kepentingan importir dengan pemenuhan syarat tertentu sesuai dengan prisip syariah. Sedangkan LC Ekspor Syariah menurut Fatwa Dewan Pengawas Syariah MUI No.35DSN-MUIIX2002 tentang LC Ekspor syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.

3. Dasar Hukum LC Syariah

Berdasarkan fatwa Dewan Pengawas Syariah No.34DSN-MUIIX2002 tentang LC Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35DSN- MUIIX2002 tentang LC Ekspor Syariah ,dasar hukum LC Syariah adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Firman Allah QS. Nisa 4:29: ”Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta saudaramu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling rela diantara kalian...” 2. Firman Allah QS. Al Maidah 5 :1: ” Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...” 3. Firman Allah QS. Al Kahfi 18 ;19: ” Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun..” 4. Firman Allah QS Yusuf 12:55: ”Jadikanlah aku bendaharawan negara Mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” 5. Firman Allah QS Al Baqarah 2: 283: ”...Maka jika sebagian kamu mempercayai sebahagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya...” 6. Firman Allah QS. Al Qashash 28: 26 ” Salah seorang dari kedua wanita itu berkata :”Hai ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja pada kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dipercaya.” 7. Firman Allah QS. Yusuf 12:72: ” Penyeru-penyeru itu berseru : Kami kehilangan piala raja, dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan seberat unta, dan aku menjamin terhadapnya.” 8. Firman Allah QS. Al Baqarah 2:275: ”...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” Universitas Sumatera Utara 9. Firman Allah QS. Shad 38:24: ”...dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini...” 10. Hadist Nabi SAW riwayat at Thabrani dari Ibn Abbas: Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya, agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia mudharib harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasululullah, beliau membenarkannya” HR. Thabrani dari Ibnu Abbas. 11. Hadis Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib: Nabi bersabda: ”Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan jejawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” 12. Hadis Nabi Riwayat ’Abd ar Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Said al Khudri, Nabi SAW, bersabda: ”Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.” 13. Hadis Nabi Riwayat Dawud dan Al-Tirmidzi: Nabi SAW menyerahkan satu dinar kepada Hakim bin Hizam untuk membeli hewan qurban. 14. Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari ’Amr bin Auf: ” Perjanjian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” 15. Kaidah Fiqh: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Universitas Sumatera Utara 16. Kaidah Fiqh : ”Dimana terdapat kemaslahatan disana terdapat hukum Allah.” 17. Kaidah Fiqh : ” Kesulitan dapat menarik kemudahan.” 18. Kaidah Fiqh : ” Keperluan dapat menduduki posisi darurat.” 19. Kaidah Fiqh : ”Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ selama tidak bertentangan dengan syariat. 4. Beberapa KontrakAkad Yang Berkaitan Dengan LC Syariah a. Wakalah Pengertian wakalah Secara etimologi wakalah berasal dari kata ”wakil” yang artinya menjaga. Pengertian tersebut diambil dari firman Allah: ”Wa qaalu hasbunallahu wa ni’mal wakiil” yang artinya:”Maha Suci Allah Dialah yang memberikan segala nikmat dan Allah adalah sebaik-baik wakil.QS, Ali Imran:173. Kata wakil disini berarti Al Hafizh: Yang Menjaga” 101 wakalah juga dapat diartikan tafwiidh, yaitu mempercayakan, menyerahkan mandat atau menjadikan wakil. Dengan mewakilkan sesuatu urusan kepada seseorang, maka orang yang diwakili akan merasa cukup 101 HM.Hasballah Thaib, Op.cit, hal.91. Universitas Sumatera Utara dengannya, pengertian ini diambil dari firman Allah dalam QS Hud:56 yang berbunyi: ’Inni tawakkaltu ’alallahi rabbi wa rabbikum’, yang artinya sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. 102 Ada dua definisi yang dikemukakan para ahli fikih tentang wakalah. Menurut ulama mazhab Hanafi, al wakalah adalah pendelegasian suatu tindakan hukum kepada orang lain yang bertindak sebagai wakil. Sementara menurut ulama mazhab Syafi’i, al wakalah yaitu pendelegasian hak kepada seseorang dalam hal-hal yang bisa diwakilkan kepada orang lain selagi ia hidup. Ungkapan ’selagi dia hidup’ dalam definisi mazhab Syafi’i menunjukkan ada perbedaan antara al wakalah dengan wasiat. 103 Menurut Abu Bakar Jabir El-Jazairi, al wakalah adalah mewakilkan seseorang atas wewenangnya dalam hal yang dibolehkan untuk diwakilkan, seperti dalam jual beli dan lain-lainnya. 104 Menurut naskah akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang disusun oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, pada pasal 516 menyatakan bahwa ijin dan persetujuan sama dengan pemberian kuasa untuk bertindak sebagai penerima kuasa. Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam mengartikan wakalah sebagai mewakilkan seseorang atas wewenangnya dalam hal yang dibolehkan untuk diwakilkan, seperti dalam jual beli dan lain-lain. 105 102 Ibid 103 Abdul Azis Dahlan, Op.cit, hal.1911 104 Abu Bakar El-Jazairi, Op.cit, hal.102. Universitas Sumatera Utara Hukum Wakalah Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.10DSN-MUIIV2000 yang menjadi dasar hukum wakalah adalah: 1. Firman Allah QS. Al Kahfi 18:19: ”Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka:’sudah berapa lamakah kamu berada disini? Mereka menjawab:’kita sudah berada disini satu atau setengah hari.” berkata yang lain lagi: Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu disini. Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali- kali menceritakan halmu kepada seseorangpun.” 2. Firman Allah dalam QS. Yusuf 12:55 tentang ucapan yusuf kepada Raja: ”Jadikanlah aku bendaharawan negara Mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” 3. Firman Allah QS.al-Baqarah 2:283: ”...maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...” 4. Firman Allah QS.Almaidah 5:2: ”Dan tolong menolonglah dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan pelanggaran.” 5. Hadis-hadis Nabi, antara lain: ”Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan qabul perkawinan Nabi dengan Maimunah ra.”HR. Malik dalam Muwaththa’ 105 Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam, op.cit, hal.102. Universitas Sumatera Utara ”Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untu menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk menanganinya. Beliau bersabda;”biarkan dia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara,” lalu sabdanya, ”Berikanlah bayarkanlah kepada orang ini unta seumur setahun seperti untanya yang dihutang itu.” mereka menjawab, ”kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.” Rasulullah kemudian bersabda:”berikanlah kepadanya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.” HR. Bukhari dari Abu Hurairah. ”Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” HR. Tirmidzi dari ’Amr bin ’Auf. 6. Ijma’ umat Islam atas bolehnya wakalah, bahkan memandangnya sebagai sunnah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa, yang diperintahkan oleh al Qur’an dan Hadis. 7. Kaidah fiqh: ”Pada dasarnya semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Menurut Persepakatan Ulama dalam hukum Islam, hukum wakalah adalah boleh, berdasarkan Al Quran dan Sunnah. 106 Demikian pula pendapat Abu Bakar El Jazairi yang menyatakan bahwa menurut ijma umat, wakalah adalah jaiz dan masyru’ disyariatkan. 107 106 Persepakatan Ulama dalam HUkum Islam, Op.cit, hal.102. 107 Abu bakar El-Jazairi, Op.cit, hal.783. Universitas Sumatera Utara Berakhirnya Wakalah Ulama fikih menyatakan bahwa akad al wakalah dianggap berakhir apabila terdapat hal-hal sebagai berikut: 108 1. Wakil diberhentikan oleh orang yang mewakilkannya. Dalam hal ini ulama mazhab hanafi mengemukakan beberapa syarat dalam memberhentikan wakil tersebut, yaitu a wakil mengetahui bahwa tugasnya dicabut, baik secara lisan maupun tulisan; bdalam perwakilan itu tidak ersangkut hak orang lain, seperti perwakilan dalam menjual harta yang digadaikan untuk membayar utang orang yang diwakilkan. Dalam kasus ini, orang yang mewakilkan tidak boleh mencabut wakilnya kecuali atas seijin orang yang mempunyai piutang. 2. Orang yang mewakilkan melakukan suatu tindakan hukum terhadap objek yang telah diwakilkan. 3. Tujuan yang ingin dicapai dari pewakilan telah tercapai atau dengan kata lain masa perwakilannya telah berakhir. 4. Salah satu pihak wakil atau yang mewakilkan berubah status menjadi tidak cakap bertindak hukum seperti gila atau dikenakan status dibawah pengampuan. 5. Salah satu pihak wakil atau yang mewakilkan meninggal dunia. 6. Orang yang mewakilkan itu, menurut ulama mazhab hanafi, keluar dari agama Islam murtad, maka perjanjian perwakilan menjadi batal dengan sendirinya. 7. Wakil murtad. Menurut ulama mazhab maliki perwakilan yang demikian batal, akan tetapi menurut ulama mazhab syafi’i, hanafi dan hambali, perwakilan tidak batal. 8. Wakil mengumumkan pengunduran dirinya sebagai wakil dan diketahui oleh yang mewakilkan. 9. Hilangnya barang yang menjadi objek perwakilan. 10. Barang yang menjadi objek perwakilan tidak lagi menjadi milik yang mewakilkan. 11. Orang yang mewakilkan jatuh pailit. 12. Terjadinya penipuan oleh masing-masing pihak. Hal ini dikemukakan oleh ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i. 13. Munculnya tindakan sewenang-wenang dari masing-masing pihak terhadap objek yang diwakilkan. Hal ini dikemukakan oleh mazhab Syafi;i dan Hambali. 108 Abdul Azis Dahlan, Op.cit, hal.1915 Universitas Sumatera Utara 14. Menurut ulama mazhab Syafi’i dan hambali, perwakilan akan berakhir apabilawakil menjadi orang yang fasik dalam hal akad yang mensyaratkan wakil tidak fasik. 15. Kedua belah pihak sepakat mengakhiri masa perwakilan. Larangan Dalam Wakalah Abu Bakar Jabir El Jazairi berpendapat mewakilkan jual beli kepada orang kafir dilarang karena dikhawatirkan akan melakukan yang haram, begitu pula seorang muslim tidak diperbolehkan menjadi wakil orang kafir, karena dikhawatirkan si kafir akan merasa lebih unggul daripadanya. 109 Mengenai larangan mengadakan perjanjian wakalah dengan orang kafir juga diperkuat oleh Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam 110 Ketentuan Wakalah Fatwa Dewan Syariah Nasional no.10DSN-MUIIV2000 memberikan ketentuan tentang wakalah: 1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak akad. 2. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Wakalah juga harus diatasnamakan kepada orang yang memberi kuasa, hal ini dapat dilihat dari naskah akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 525 ayat 2: 109 Abu Bakar Jabir El Jazairi, Op.cit, hal.102. 110 Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam, Op.cit. Universitas Sumatera Utara ” jika transaksi tersebut diatas tidak merujuk untuk diatasnamakan kepada orang yang memberikan kuasa, maka transaksi itu tidak sah.” Wakalah juga harus dilaksanakan sendiri oleh penerima kuasa, sebagaimana terdapat dalam naskah akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 531 ayat 1: ” seseorang yang telah ditunjuk sebagai penerima kuasa untuk suatu masalah trertentu, tidak berhak menunjuk yang lain sebagai penerima kuasa tanpa izin yang memberikan kuasa.” Rukun dan Syarat Wakalah Adapun rukun dan syarat wakalah dinyatakan pada bagian kedua Fatwa Dewan Syariah Nasional No.10DSN-MUIIV2000 tentang wakalah, yaitu: 1. Syarat-syarat muwakkil yang mewakilkan, adalah: a. Harus pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia wakilkan. b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya. 2. Syarat-syarat wakil yang mewakili a. Cakap hukum. b. Dapat mengejakan tugas yang diwakilkan kepadanya. c. Wakil adalah orang yang diberi amanat. 3. Hal-hal yang diwakilkan a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili. b. Tidak bertentangan dengan syariat Islam. c. Dapat diwakilkan menurut syariat Islam. Perjanjian pembukaan LC pada bank syariah pada prisipnya merupakan perjanjian akad al wakalah, dimana nasabah menunjuk bank sebagai wakil dalam hal pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor hingga urusan pembayaran kepada beneficiary penerima LC. Secara sederhana prinsip ini dapat terlaksana apabila nasabah memiliki dana cukup dan membayar lunas tepat waktu sehingga Universitas Sumatera Utara proses LC selesai dan bank memperoleh keuntungan berupa upah atau fee atau ujrah yang sudah disepakati bersama sejak awal perjanjian, dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. Sehingga terdapat kejelasan upah atau keuntungan yang diperoleh bank melalui akad wakalah. Tetapi dalam praktek tidak selalu proses LC berjalan sederhana seperti itu, seringkali nasabah tidak mempunyai cukup dana sehingga akad wakalah yang ada menjadi lebih kompleks, sehingga akad yang dipergunakan dalam perjanjian LC dikembangkan dalam berbagai bentuk akad. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Fatwa Dewan Pengawas Syariah MUI No. 34DSN-MUIIX2002 tentang LC Impor Syariah pada bagian pertama tentang Ketentuan Umum huruf kedua yang berbunyi: ”LC Impor Syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: wakalah bil ujrah, Murabahah, SalamIstishna’ Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah. Sedangkan untuk LC Ekspor Syariah Fatwa Dewan Pengawas Syariah MUI No. 35DSN-MUIIX2002 menyatakan pada bagian pertama tentang Ketentuan Umum huruf kedua: “LC Ekspor Syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad- akad:Wakalah bil Ujrah, qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al Bai’”

b. Murabahah Pengertian Murabahah

Menurut beberapa kitab fiqih, murabahah adalah salah satu dari bentuk jual beli yang bersifat amanah. Pelaksanaan akad murabahah adalah berdasarkan harga barang dimana harga asli pembelian si penjual yang diketahui pembeli dan Universitas Sumatera Utara keuntungan si penjual pun diberitahu kepada pembeli. Dalam transaksi murabahah ini tidak ada tawar menawar sebagaimana jual beli musawwamah. 111 Menurut Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, yang dimaksud dengan akad murabahah adalah: 112 ”transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli”. Dalam keuangan Islam, dimana jalur kredit berbunga dilarang, jalur kredit alternatifnya adalah murabahah, yang menggunakan jual beli barang dengan kenaikan harga sebagai keuntungan dimasukkan ke dalam harganya. Tambahan marjin laba tersebut dapat mencakup apa saja yang dipilih penjual untuk dimasukkan ke dalam harga, tanpa harus dipersoalkan atau diperlukan pembenaran. 113 Mengenai hal ini, empat Mazhab sepakat membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga menjadi komponen biaya. Para ulama empat azhab ini juga sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang semestinya dilakukan oleh penjual. Pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu memang harus dikerjakan oleh pihak ketiga. Bila pekerjaan tersebut dilakukan sendiri oleh penjual, maka menurut ulama mazhab Maliki, tidak boleh dimasukkan sebagai komponen 111 HM.Hasballah Thaib,Op.cit, al.121. 112 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia,2008. 113 Frank E.Vogel, Samuel L.Hayes,III,Op.cit,hal 34. Universitas Sumatera Utara biaya, sedangkan ketiga ulama mazhab lainnya membolehkan. Para ulama empat mazhab ini sepakat bahwa pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal yang berguna tidak diperbolehkan. 114 Murabahah merupakan salah satu bentuk muamalah yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya. 115 Dasar Hukum Murabahah 1. Firman Allah QS An Nisa4:29: ”Hai orang yang beriman Janganlah kamu saling memakan mengambil harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu...” 2. Firman Allah QS.al Baqarah2 :275: ...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” 3. Firman Allah QS.al Maidah 5:1: ”Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...” 4. Firman Allah Qs al Baqarah 2:280: ”Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, berilah tangguh sampai ia berkelapangan...” 114 Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal.114. 115 Ibid, hal.113. Universitas Sumatera Utara 5. Hadis-hadis Nabi: Dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah,dan dinilai shahih oleh Ibnu hiban. Nabi bersabda:”ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” HR.Ibnu Majah dari Shuhaib Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalakan yang haram.” HR Tirmidzi dari ’Amr bin ’Auf ”Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh orang mampu adalah kezaliman...”HR. Jama’ah ”Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”HR.Nasa’i Abu dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad ”Rasulullah ditanya tentang ’urban uang muka dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya.” HR.’Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam. 6. Ijma mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara murabahah 7. Kaidah fiqh: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Universitas Sumatera Utara Ketentuan Murabahah Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04DSN-MUIIV2000 ketentuan umum murabahah dalam bank syariah adalah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharaman oleh syariat Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesan dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank. Ketentuan murabahah kepada nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima membeli nya sesuai dengan perjanjian yangtelah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontak jual beli. 4. Dalam jual beli inibank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika kemudian nasabah menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika uang muka kurang dari keruian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak ’urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: Universitas Sumatera Utara a jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Rukun dan Syarat Murabahah Rukun-rukun murabahah terdiri dari: 1. Ba’i, yaitu penjual pihak yang memiliki barang 2. Mustari, yaitu pembeli pihak yang akan membeli barang 3. Mabi’, yaitu barang yang akan diperjualbelikan 4. Tsaman yaitu harga 5. Ijab qabul, yaitu pernyataan timbang terima. 116 Sedangkan syarat-syaratnya adalah: 117 1. Pihak yang berakad yaitu ba’i dan musytari harus cakap hukum atau balig dewasa, dan mereka saling meridhai rela. Abu Bakar Jabir El Jazairi menambahkan untuk penjual haruslah pemilik harta barang yang dijualnya atau orang yang diberi kuasa untuk menjualnya. 118 2. Khusus untuk Mabi’ persyaratannya harus jelas dari segi sifat, jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram. 3. Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula sistem pembayarannya, semuanya ini dinyatakan di depan sebelum akad resmi ijab qabul dinyatakan tertulis. Aplikasi akad murabahah dalam perjanjian LC adalah, bank bertindak sebagai pembeli yang mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi, namun pengurusan dokumen serta pembayaran dilakukan oleh bank. Setelah barang diterima dan menjadi milik bank, maka bank menjual kembali barang tersebut kepada 116 Hasballah Thaib, Op.cit, hal.125. 117 Ibid. 118 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Op.cit, hal.40. Universitas Sumatera Utara importir dengan pembayaran tunai atau cicilan. Dalam hal ini, untuk keuntungan bank maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.

c. Salam Pengertian salam

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.05DSN-MUIIV2000 yang dimaksud dengan salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Di dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syariah terdapat pengertian akad salam, yaitu transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebh dahulu secara penuh. Dasar Hukum Salam 1. Firman Allah QS. Al Baqarah 2:282: ”Hai orang yang beriman Jika kamu bermu’amalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis...” 2. Firman Allah QS. Al-maidah5:1: ”Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...” 3. Hadis Nabi SAW ”Dari Abu Sa’id Al- Khudri bahwa Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah, serta dishahihkan oleh Ibnu Hibban Universitas Sumatera Utara ”Barangsiapa melakukan salaf Salam, hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui.” HR.Bukhari ”Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman...”HR.Jama’ah ”Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” ”Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali pedamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” HR. Tirmzi dari ’Amr bin ’Auf 4. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat Ijma’ atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Disamping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh masyarakat. 5. Kaidah fiqh: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Ketentuan Salam Ketentuan tentang salam diatur oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang salam sebagai berikut: Ketentuan tentang pembayaran: 1. Alat bayar harus diketahui bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. 3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. Universitas Sumatera Utara Ketentuan tentang barang: 1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. 2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3. Penyerahannya dilakukan kemudian. 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang LC Impor Syariah, aplikasi perjanjian LC dengan menggunakan akad salam adalah : 1. Bank melakukan akad salam atau istishna’ dengan mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi tersebut. 2. Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank. 3. Bank menjual barang secara murabahah kepada importir, baik dengan pembayaran tunai maupun cicilan. 4. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.

d. Istishna’

Pengertian Istishna’ Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 06DSN-MUIIV2000 yang dimaksud dengan istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pembeli, mushtashni’ dan penjual pembuat, shani’. Pengertian sejalan juga terdapat dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang menyatakan istishna’ sebagai transaksi jual beli barang dalam bentuk Universitas Sumatera Utara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan seperti transaksi murabahah muajjal. Perbedaannya, jual beli murabahah barangnya diserahkan di muka, sedangkan pembayarannya dilakukan secara cicilan, sedangkan pada jual beli istishna’ barang diserahkan di belakang, walaupun pembayarannya sama-sama dilaksanakan secara cicilan. Perbedaan antara kedua akad tersebut terletak pada waktu penyerahan barang. 119 Adapun perbedaan istishna’dengan salam adalah dalam hal pembayaran. Pada akad istishna’ pembayaran dilakukan secara cicilan, sedangkan pada akad salam pembayaran dilakukan secara tunai. Dasar Hukum Istishna’ 1. Hadis Nabi: ”Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalan yang haram.”HR.Tirmizi dari ’Amr bin ’Auf. ”Tidak boleh membahayakan diri sediri maupun orang lain.” HR.Ibnu Majah, daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri. 2. Kaidah Fiqh: ”Pada dasarnya segala bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” 119 Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal.126. Universitas Sumatera Utara 3. Pendapat Ulama Menurut Mazhab Hanafi, Istishna’ hukumnya boleh jawaz karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak ulama yang mengingkarinya. Ketentuan tentang Istishna’ Fatwa Dewan Syariah Nasional No.06DSN-MUIIV2000 tenang jual beli istishna’ telah menetapkan ketentuan tentang istishna’ sebagai berikut: Ketentuan tentang pembayaran: 1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. 3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. Ketentuan tentang barang: 1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. 2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. 3. Penyerahannya dilakukan kemudian. 4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 5. Pembeli Mustashni’ tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan kesepakatan. 7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tdak sesuai denan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar hak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad. Ketentuan Lain: 1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. Universitas Sumatera Utara 2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan diatas berlaku pula pada jual beli istishna’ 3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Aplikasi jual beli istishna’ dalam perjanjian LC sama dengan penerapan akad salam sebagai mana telah disebutkan di atas.

e. Mudharabah Pengertian Mudharabah

Mudharabah atau disebut juga qiradh menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No 07DSN-MUIIV2000 adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama malik, shahib al-mal,LKS menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua ’amil, mudharib, nasabah bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha bagi mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah memberikan definisi mudharabah sebagai berikut: Transaksi penanaman dana dari pemilik dana shahibul maal kepada pengelola dana mudharib untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Selanjutnya Kodifikasi Produk Perbankan Islam membagi mudharabah menjadi: Universitas Sumatera Utara 1. Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintan pemilik dana. 2. Mudharabah muqayyadah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Mudharabah terdiri dari dua unsur penting yaitu produksi dan usaha berupa dana dan kerja, dimana salah satu pihak memiliki dana yang cukup namun tidak memiliki keahlian maupun kesempatan untuk mengelola dana tersebut, sementara pihak lain memiliki potensi untuk melakukan usaha namun terbentur pada ketiadaan dana. Oleh karena itu, mudharabah termasuk dalam kategori bekerja, dimana kerja adalah salah satu sebab sah seseorang untuk memperoleh harta. Berdasarkan hal ini, maka pengelola dalam perjanjian mudharabah berhak memiliki harta yang merupakan hasil keuntungan dari transaksi mudharabah karena kerjanya, yang besarnya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. 120 Dasar Hukum Mudharabah 1. Firman Allah QS An Nisa’ 4:29: ”Hai orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan mengambil harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu...” 2. Firman Allah QS. Al Maidah 5:1: ”Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...” 3. Firman Allah QS Al-Baqarah 2:283: 120 HM.Hasballah Thaib, op.cit, hal.114. Universitas Sumatera Utara ”...Maka, jika sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah...” 4. Firman Allah QS Al Jumu’ah62:10: ”Tidak ada dosa bagi kamu untuk mencari karunia rezeki hasil perniagaan tuanmu...” 5. Hadis-hadis Nabi SAW: ”Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia mudharib harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” HR.Thabrani dari Ibnu Abbas. ”Nabi SAW bersabda:”Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah mudharabah, dan mencampur gandum dengan jejawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.”HR.Ibnu Majah dari Shuhaib. ”Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal dan yang menghalalkan yang haram.”HR.Tirmizi dari ’Amr bin ’Auf ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” HR.Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari abu Sa’id al-Khudri ”Sesungguhnya orang-orang yang mengelola harta Allah dengan tidak benar, maka bagi mereka api neraka di hari kiamat.” HR.Bukhari Rukun dan Syarat Mudharabah Faktor-faktor yang harus ada rukun dalam akad mudharabah adalah: 1. Pelaku yaitu orang yang mengadakan akad, terdiri dari pemilik modal shahibul mal dan pelaksana usaha mudharib. 2. Objek mudharabah modal dan kerja. 3. Persetujuan kedua belah pihak ijab dan kabul. Universitas Sumatera Utara 4. Nisbah keuntungan 121 syarat mudharabah: 1. Syarat untuk orang yang mengadakan akad adalah cakap bertindak hukum. 122 Pihak yang melakukan usaha dalam mudharabah harus memiliki keterampilan yang diperlukan dalam mengelola usaha. 123 2. Syarat modal yang digunakan dalam mudharabah: harus berupa barang, uang, dan atau barang yang berharga, modal harus diserahkan kepada pihak yang berusaha mudharib, dan jumlah modal dalam mudharabah harus dinyatakan dengan pasti. 124 3. Syarat untuk keuntungan adalah: keuntungan hasil usaha antara shahibul mal dengan mudharib dinyatakan secara jelas dan pasti. 125 Adapun fitur dan mekanisme akad mudharabah di bank syariah sebagai berikut: 126 1. Bank bertindak sebagai pemilik dana shahibul mal yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana mudharib dalam kegiatan usahanya; 2. Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain 121 Adiwarman A. Karim,Op.cit, hal.204. 122 HM.Hasballah Thaib, Op.cit,hal.117. 123 Naskah Akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 218. 124 HM.Hasballah Thaib,Loc.cit. 125 Naskah Akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal.220 126 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, bagian B-3 huruf Ic Universitas Sumatera Utara bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati; 4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; 5. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah; 6. Pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang danatau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; 7. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; 8. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar net realizable value dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; 9. Pengembalian Pembiayaan atas dasar mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode akad, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah; Universitas Sumatera Utara 10. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana mudharib dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. 11. Kerugian usaha nasabah pengelola dana mudharib yang dapat ditanggung oleh bank selaku pemilik dana shahibul mal adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan ra’asul maal. Secara konsepsi mudharabah adalah persekutuan, tetapi mudharabah tidak mengharuskan agar suatu perusahaan badan hukum atau bukan didirikan secara resmi; tanpa satu perusahaan mudharabah pun bank dapat menanamkan investasi mudharabah ke perusahaan apapun yang ada, selama keuntungan investasi tersebut dapat ditentukan secara terpisah. 127 Adapun aplikasi akad mudharabah dalam perjanjian LC Syariah dapat dilihat dari ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34DSN-MUIIX2002 tentang LC Impor Syariah yaitu: a Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran. b Bank dan importir melakukan akad mdharabah dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor. Sedangkan untuk LC ekspor syariah ditentukan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.35DSNMUIIX2002 tentang LC Ekspor Syariah sebagai berikut: 127 Frank E. Vogel dan Samuel L. hayes,III, Op.cit, hal.169. Universitas Sumatera Utara a Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. b Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor. c Bank melakukan penagihan collection kepada bank penerbit issuing bank. d Pembayaran oleh bank penerbit LC dapat dilakukan pada saat dokumen diterima at sight atau pada saat jatuh tempo usance. e Pembayaran dari bank penerbit issuing bank dapat digunakan untuk: 1. Pembayaran ujrah. 2. Pengembalian dana mudharabah. 3. Pembayaran bagi hasil. f Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

f. Musyarakah Pengertian Musyarakah

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.08DSN-MUIIV2000 menjelaskan pengertian musyarakah sebagai pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah atau syirkah merupakan salah satu sistem dasar bagi bank-bank syariah. Dengan konsep musyarakah semakin menegaskan keberadaan bank-bank syariah yang tidak hanya sebagai penyandang dana, namun juga mitra atau partner bagi para nasabah. 128 Akad musyarakah ini menghendaki keterlibatan kedua belah pihak yang berakad, yaitu masing-masing memiliki kontribusi modal dan majemen. 128 HM.Hasballah Thaib, Op.cit, hal.98. Universitas Sumatera Utara Proses pengambilan keputusan untuk pembagian dana dilakukan bersama-sama, yang dilakukan berdasarkan proporsi investasinya. 129 Musyarakah syirkah dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama modal syirkah al amwal, kerjasama keterampilan syirkah al abdan dan kerjasama karena kepercayaan syirkah al wujuh. 130 Berdasarkan Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana danatau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Dasar Hukum Musyarakah 1. Firman Allah QS Shad 38:24: ”...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini...” 2. Firman Allah QS Al Maidah 5:1: ”...Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...” 3. Hadis Nabi SAW ”Allah SWT berfirman:”Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama satu pihak tidak mengkhianati yang pihak ang lain.jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” HR.Abu Daud, yang dishahihkan oleh Al Hakim, dari Abu Hurairah. 129 Frank E. Vogel dan Samuel L. hayes,III, Op.cit, hal.235. 130 Naskah Akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,, pasal 161. Universitas Sumatera Utara ”Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan yang menghalalkan yang haram.” HR. Tirmizi dari ’Amr Bin ’Auf. 4. Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu. 5. Ijma’ Ulama atas bolehnya musyarakah. 6. Kaidah Fiqh: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Syarat Dan Rukun Musyarakah Rukun Musyarakah Menurut jumhur ulama, rukun musyarakah ada 3 tiga yaitu: 131 1. Shigat ijab dan qabul 2. Pihak yang berakad shahibul maal dan pelaksana musyarik 3. Objek akad proyekusaha. Adapun mengenai syarat-syarat musyarakah para ulama mazhab berbeda pendapat. Menurut ulama mazhab Syafi’i musyarakah yang sah hanyalah musyarakah ’inan yaitu perserikatan antara dua orang dalam permodalan untuk melakukan perdagangan dengan bagi hasil termasuk untung dan rugi, dimana masing- masing anggota musyarakah sama-sama memperoleh keuntungan maupun 131 HM.Hasballah Thaib, Op.cit, hal.104. Universitas Sumatera Utara menanggung kerugian. Sedangkan bentuk perserikatan lain di luar bentuk ’inan ini hukumnya batal. 132 Berdasarkan pendapat ulama mazhab Hanafi, syarat-syarat musyarakah dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Semua yang berhubungan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterma sebagai perwakilan dan yang berhubungan dengan keuntungan pembagian keuntungan, harus jelas dan dapat diketahui kedua belah pihak. 2. Modal yang dijadikan objek akad adalah merupakan alat pembayaran seperti rupiah, dollar dan sebagainya, atau asset yang likuid mudah segera dicairkan, kemudian yang dijadikan modal harta pokok harus ada ketika akad musyarakah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda. 3. Apabila musyarakah berbentuk muwaffadah dimana masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya serta melakukan tindakan hukum yang sama, maka persyaratannya modal pokok harta yang dimasukkan harus benar-benar sama jumlahnya antara masing-masing pihak, syarat bagi yang berakad harus ahli untuk kafalah, dan yang dijadikan objek akad disyaratkan musyarakah umum, yaitu pada semua macam jual beli atau perdagangan. 4. Adapun syarat yang berkenaan dengan musyarakah ’inan sama dengan syarat- syarat musyarakah mufawwadah. 133 132 Hendi Suhendi,Op.cit, hal.128. 133 Ibid. Universitas Sumatera Utara Ulama mazhab Maliki berpendapat syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang melakukan musyarakah adalah merdeka, baligh dan pintar rusyd. 134 Adapun fitur dan mekanisme musyarakah di bank syariah adalah sebagai berikut: 1. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana danatau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. 2. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah bedasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. 4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. 5. Pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang danatau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan. 6. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyaakan secara jelas jumlahnya. 134 Ibid. Universitas Sumatera Utara 7. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberkan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar net realizable value dan dinyakan secara jelas jumlahnya. 8. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah. 9. Pengembalian pembiayaan atas dasar akad musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah. 10. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan, dan bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing. 135 Aplikasi akad musyarakah dalam perjanjian LC syariah dapat dilihat dari ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34DSN-MUIIX2002 Tentang LC Impor Syariah yaitu: Bank dan importir melakukan akad musyarakah, dimana keduanya menyertakan modal untuk melakukan kegiatan impor barang. Sedangan untuk LC Ekspor Syariah dapat dilihat dari ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional N0.35DSN-MUIIX2002 Tentang LC Ekspor Syariah yaitu: 135 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, BagianB-4, Huruf C Universitas Sumatera Utara a Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir; b Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; c Bank melakukan penagihan collection kepada bank penerbit LC issuing bank; d Pembayaran oleh bank penerbit LC dapat dilakukan pada saat dokumen diterima at sight atau pada saat jatuh tempo ussance; e Pembayaran dari bank penerbit LC issuing bank, dapat digunakan untuk: 1. Pengembalian dana musyarakah; 2. Pembayaran bagi hasil.

g. Hawalah

Pengertian Hawalah Hawalah atau hiwalah berasal dari kata tahwil yang artinya pemindahan dari satu tempat ke suatu tempat. 136 Menurut Abu Bakar Jabir El-Jazairy , Hawalah adalah pemindahan hutang dari tanggungjawab seseorang kepada tanggungjawab orang lain. 137 Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 12DSN-MUIIV2000 tentang Hawalah, pengertian hawalah adalah akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung membayar nya. Dasar Hukum Hawalah 1. Hadis Nabi ”Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika sesorang diantara kamu dialihkan hak 136 Abdul Halim El-Muhmmady, Undang-undang Muamalat Aplikasinya Kepada Produk-produk Perbankan Islam, Malaysia: Fakulty Undang-Undang Universiti Kebangsaan Malaysia UKM, 2006, , hal.143. 137 Abu Bakar Jabir El-Jazairi,Op.cit, hal.91. Universitas Sumatera Utara penagihan piutangnya dihawalahkan epada pihak yang mampu, terimalah HR. Bukhari. ”perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal dan yang menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan yang menghalalkan yang haram.”HR.Tirmidzi dari’Amr bin ’Auf. 2. Ijma. Para Ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah. 3. Kaidah fiqh: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” ”Bahaya beban berat harus dihilangkan.” Syarat dan Rukun Hawalah Menurut Ulama mazhab Hanafi rukun hawalah hanya satu, yaitu ijab dan kabul yang dilakukan antara yang menghawalahkan dengan yang menerima hawalah sedangkan menurut Ulama mazhab syafi’i , rukun hiwalah ada empat yaitu: 138 1. Muhil, yaitu orang yang menghiwalahkan atau orang yang memindahkan hutang, muhil adalah orang yang berhutang sekalugus berpiutang. 2. Muhtal atau muhal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai hutang kepada muhil. 3. Muhal ’alaih, yaitu orang yang menerima hawalah. 138 Hendi Suhendi, Op.cit, hal.103. Universitas Sumatera Utara 4. Shighat hawalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya:”aku hiwalahkan hutangku yang hak bagi engkau kepada anu” dan kabul dari muhtal dengan kata-katanya: ”Aku terima hawalah engkau.” Syarat Hiwalah Syarat-syarat hawalah menurut Ulama mazhab Hanafi yaitu: 139 1. Untuk subjek yang mengadakan akad hawalah :para pihak yang mengadakan akad hawalah harus mempunyai kecakapan hukum, baik yang memindahkan hutang muhil, yang menerima hawalah muhal ’alaih dan orang yang dihawalahkan muhtal. Maka apabila salah satu pihak dalam akad hawalah masih kecil atau gila atau dibawah pengampuan, maka hawalah yang diadakan tersebut hukumnya adalah batal. 2. Kerelaan pihak yang dihawalahkan. 3. Adanya hutang muhil kepada muhal alaih. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, syarat-syarat hawalah adalah: 140 1. Kerelaan pihak muhil, sementara kerelaan pihak muhtalmuhal tidak dipersyaratkan, sebagaimana sabda Rasulullah : ”Dan jika salah seorang diantara kamu dihiwalahkan kepada orang kaya, maka terimalah.” 139 Ibid, hal.101. 140 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas dan kuantitasnya. 3. Kesanggupan pihak muhal ’alaih, maka penghiwalahan kepada seorang yang tidak mampu membayar hutang adalah batal. 4. Bahwa hak tersebut diketahui secara jelas. Adapun syarat hawalah yang berkenaan dengan hutang adalah: hutang yang ada di tangan peminjam muhal adalah hutang yang sudah jelas menjadi tanggungjawab pihak pemberi pinjaman muhil yang hendak memindahkan pinjamannya kepadanya. 141 Ketentuan pengaplikasian akad hawalah dalam perjanjian LC impor syariah dapat dilihat pada ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.34DSN- MUIIX2002 tentang LC Impor Syariah : 1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor. 2. Importir dan bank mengadakan akad wakalah untuk pengurusan dokumen- dokumen transaksiimpor. 3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase. 4. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor. Untuk LC ekspor Syariah tidak ada ketentuan penggunaan akad hawalah. 141 Abu Bakar jabir El-Jazairi, Op.cit, hal.92. Universitas Sumatera Utara

h. Qardh Pengertian qardh

Abu Bakar Jabir El Jazairi mengatakan al-qardh sama dengan al-qath’u memotong, sedangkan menurut istilah syara’, al qardh adalah penyerahan harta kepada orang yang akan mengambil manfaatnya, untuk kemudian dikembalikan lagi. 142 Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19DSN-MUIIX2000 yang dimaksud dengan qardh adalah suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah pada waktu yang telah disepakati oleh Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah. Menurut Naskah Akademik Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, akad qardh adalah transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Karnaen Perwataatmadja, menyebut qardh sebagai qardhul hasan, dan mengartikannya sebagai pinjaman lunak yang diberkan atas dasar kewajiban sosial semata dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman. 143 142 Ibid, hal.119. 143 Karnaen Perwataatmadja, Op.cit, hal.33. Universitas Sumatera Utara Landasan hukum qardh 1. Firman Allah SWT QS Al Baqarah2:282: ”Hai orang yang beriman Jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis...” 2. Firman Allah SWT QS. Al Maidah 5:1: ”Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...” 3. Firman Allah QS. Al Baqarah 2:280: ”Dan jika ia orang yang berhutang itu dalam kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan...” 4. Hadis Nabi ”Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Alah senantiasa menolong hambaNya selama ia suka menolong saudaranya.” HR.Muslim. ”Penundaan pembayaran yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan memberikan sanksi kepadanya...” HR. Nasa’i, Abu Daud, Ibn Majah, dan Ahmad. ”Orang yang terbaik diantara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya.” HR.Bukhari. ”Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mngharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” HR. Tirmidzi dari ’Amr bin ’Auf 5. Kaidah Fiqh ”Setiap piutang yang mendatangkan manfaat bagi yang berpiutang, muqridh adalah riba.” Universitas Sumatera Utara Syarat dan Rukun qardh Rukun Qardh Menurut Abdul Halim El-Muhammady, rukun atau elemen yang harus ada dalam akad qardh adalah adanya penawaran dan penerimaan sighah, yang bermaksud memberi hutang dan menerima hutang. 144 Kemudian ada dua pihak yang berakad, satu pihak sebagai yang memberi hutang, pihak lain sebagai penerima hutang. Syarat Qardh Persyaratan Qardh menurut Abu Bakar Jabir El-Jazairi adalah: 145 1. Kadar pinjaman harus diketahui dengan timbangan atau bilangan hitungan, 2. Jika barang yang dipinjam itu berupa binatang, maka harus diketahui sifat dan umurnya, 3. Pinjaman harus merupakan milik sah dari orang yang memberi pinjaman. 4. Para pihak yang mengadakan akad qardh haruslah memiliki kecakapan berbuat hukum. Terdapat sedikit perbedaan diantara para fuqoha tentang harga atau barang yang boleh dijadikan hutang. Ulama Mazhab Hanafi membolehkan jenis-jenis barang bernilai mithali dimana antara barang yang satu dengan yang lain yang masih 144 Abdul Halim El- Muhammady,Op.cit, hal.140. 145 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Op.cit, hal.119. Universitas Sumatera Utara sejenis, tidak begitu prinsip perbedaan unsur-unsurnya, misalnya telur dan buah- buahan. Akan tetapi terhadap benda-benda yang dapat dihitung namun memiliki banyak perbedaan unsur walaupun sejenis ulama mazhab Hanafi tidak mengharuskan untuk dijadikan hutang, misalnya binatang, bangunan. Jumhur ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali menyatakan bahwa hutang dibolehkan terhadap semua jenis barang, baik yang ditimbang, seperti makanan, emas dan perak, maupun barang- barang yang dinilai, sepert binatang, stok perniagaan dan sebagainya. 146 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19DSN-MUIIX2000 tentang al Qardh mengatur ketentuan yang harus dipatuhi dalam melaksanakan akad qardh: 1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah muqtaridh yang memerlukan. 2. Nasabah al Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. 3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. 4. Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bilaman dipandang perlu. 5. Nasabah AlQardh dapat memberikan tambahan sumbangan dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad. 6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat: a memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau b menghapus write off sebagian atau seluruh kewajibannya. Adapun sumber dana pendanaan al Qardh berasal dari : a bagian modal pemberi pinjaman LKS; b keuntungan pemberi pinjaman LKS yang disisihkan; dan 146 Abdul Halim El -Muhammady, Op.cit, hal.140. Universitas Sumatera Utara atau c lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada pemberi pinjaman LKS. 147 Fitur dan mekanisme pembiayaan atas dasar akad qardh di bank syariah menurut Kodifikasi Produk Perbankan Syariah adalah: 1. Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman qardh kepada nasabah berdasarkan kesepakatan. 2. Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai akad. 3. Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran pembiayaan atas dasar qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran. 4. Pengembalian jumlah pembiayaan atas dasar qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati. 5. Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah. Manfaat pembiayaan atas dasar akad qardh bagi bank adalah sebagai salah satu bentuk penyaluran dana termasuk dalam rangka pelaksanaan fungsi sosial 147 Naskah Akademik Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 668. Universitas Sumatera Utara bank, disamping itu bank memiliki peluang untuk mendapakan fee dari jasa lain yang disertai dengan pemberian fasilitas qardh. 148 Aplikasi pembiayaan atas dasar akad qardh dalam perjanjian LC Syaria dapat dilihat dari Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35DSN-MUIIX2002 tentang LC Ekspor Syariah, yaitu: 1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor, 2. bank melakukan penagihan collection kepada bank penerbit LC issuing bank. 3. Bank memberikan dana talangan qardh kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor. 4. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase. 5. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad. 6. antara akad wakalah bil ujrah dan akad qardh, tdak boleh adanya keterkaitan. 148 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Bagian B-14. Universitas Sumatera Utara

BAB III PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP LC DALAM UCP 600 TERHADAP

LC SYARIAH

A. Prinsip- Prinsip LC Pada Umumnya Yang Terdapat Dalam UCP 600

Sebagai sarana pembayaran transaksi ekspor impor tentunya LC perlu didukung oleh prinsip-prinsip yang menjadi pijakan kuat dan memberikan kepastian yang sama bagi semua pihak yang terlibat didalamnya eksportir, importir, bank. Untuk LC konvensional, prinsip-prinsip ini dapat dilihat dari ketentuan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit UCP 600. ada 3 tiga prisip dasar LC yang berlaku simultan dalam operasionalnya, yaitu:

1. Prinsip Independensi

Prinsip ini terdapat pada pasal 4 huruf a UCP 600 tentang Credits Vs Contracts yang selengkapnya berbunyi: “A credit by its nature is a separate transaction from the sale or other contract on which it may be based. Banks are in no way concerned with or bound by such contract, even if any reference whatsoever to it is included in the credit. Consequently, the undertaking of a bank to honour, to negotiate or to fulfil any other obligation under the credit is not subject to claims or defences by the applicant resulting from its relationships with the issuing bank or the beneficiary. A beneficiary can in no case itself of the contractual relationships existing between banks or between the applicant and the issuing bank.” Prinsip ini menegaskan bahwa kontrak LC sebagai sarana pembayaran transaksi ekspor impor merupakan kontrak yang terpisah dari perjanjian antara eksportir dan importir yang mereka tuangkan dalam kontrak jual beli sales contract, Universitas Sumatera Utara Walaupun kontrak jual beli tersebut merupakan kontrak dasar yang mengakibatkan dibuatnya perjanjian LC, dengan kata lain LC tidak mungkin lahir tanpa adanya kontrak awal yang mendasarinya. Maka jika terjadi perselisihan antara eksportir dengan importir mengenai perjanjian jual beli mereka, hal ini tidak akan mempengaruhi pelaksanaan perjanjian LC. Realisasi pembayaran LC hanya berkaitan dengan pemenuhan dokumen- dokumen yang dipersyaratkan dalam LC. Berdasarkan prinsip ini maka pembatalan kontrak jual beli tidak akan mengakibatkan batalnya perjanjian LC. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi bank dari kerugian yang disebabkan karena terjadinya perselisihan antara eksportir dan importir mengenai isi sales contract. Selain itu, prinsip ini juga bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian atas kewajiban bank terhadap LC yang diterbitkan untuk melaksanakan pembayaran sepanjang dokumen yang dipresentir oleh nominated bank bank dari pihak eksportirbeneficiary telah memenuhi syarat yang ditetapkan LC.

2. Prinsip Complying Presentation

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

1 28 72

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

1 6 100

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRINSIP PRINSIP SYARIAH DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH UNTUK MENCIPTAKAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK

0 3 9

PENERAPAN UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DALAM KONTEKS PRINSIP SYARIAH MENGENAI PRODUK PEMBIAYAAN

4 57 134

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH (STUDI DI BANK MUAMALAT CABANG SURAKARTA).

0 1 14

Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) Berdasarkan Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Dihubungkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGADAAN UNDIAN BERHADIAH OLEH BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

TINJAUAN HUKUM PENGALIHAN UTANG DENGAN AKAD MURABAHAH DI BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 1 1