Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Adalah suatu hal yang kodrati, dimana suatu negara tidak akan pernah bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa memerlukan negara lainnya, walaupun negara superpower seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya di dunia ini. Satu negara tidak dapat benar-benar mandiri dalam memenuhi dan memuaskan segala kebutuhannya. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, letak geografis, tingkat perekonomian dan situasi sosial politiknya, dengan kata lain masing-masing negara mempunyai keunggulan disatu sisi dengan kelemahan kekurangan disisi yang lain, misalnya suatu negara yang unggul dengan sumber daya manusianya kadang-kadang minim dalam hal sumber daya alamnya, demikian juga sebaliknya, oleh karena itu terdapat hubungan interdependensi antar negara yang satu dengan negara lainnya didunia ini. 1 Transaksi bisnis internasional timbul berdasarkan interdependensi kebutuhan antar negara. Untuk lebih memperinci, berikut ini disebutkan faktor yang mendorong suatu negara melakukan transaksi bisnis internasional, antara lain sebagai berikut : 2 1 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Transaksi Bisnis Internasional Ekspor-Impor Imbal Beli , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001 hal 1. 2 Dapat diakses melalui http:id.wikipedia.orgwikiletter of credit, tanggal 10 Maret 2008. Universitas Sumatera Utara 1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. 2. Keinginan memperoleh keuntungan dan pendapatan negara. 3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi. 4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut. 5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. 7. Keinginan membuka kerjasama, hubungan politikdan dukungan dari negara lain. 8. Terjadinya globalisasi sehingga tidak ada suatu negarapun didunia ini yang dapat hidup sendiri. Subjek dalam transaksi bisnis internasional tidak hanya negara. Menurut ensiklopedia Wikipedia Indonesia 3 , perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan individu dengan individu, antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. 3 Dapat diakses di http:id.wikipedia.orgwikiLetter of Credit, diakses pada tanggal 9 Maret 2008. Universitas Sumatera Utara Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional. Transaksi bisnis internasional sebagaimana transaksi-transaksi lainnya mengakibatkan adanya pihak penjual eksportir dan pembeli importir. Masing- masing pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik dimana ekportir wajib melakukan penyerahan barang dan berhak menerima pembayaran atas penyerahan barang. Disisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak menuntut penyerahan barang yang dibelinya. Perdagangan antar negara lebih rumit dibandingkan perdagangan dalam negeri, karena perdagangan antar negara melintasi batas-batas negeri dan berhubungan dengan pemerintahan lain, meliputi mata uangnya, politik ekonominya ataupun sistem atau peraturan tata niaga pemerintah tersebut. 4 Kehadiran lembaga keuangan dalam hal ini bank sangat dibutuhkan untuk mempermudah transaksi bisnis internasional yang mana para pelakunya ekspotir dan importir terpisah secara geografis dan geopolitis, bahkan tidak saling kenal mengenal antara satu sama lain. Dewasa ini untuk membagi serta mengurangi resiko masing-masing pihak dimana adanya jarak dan faktor tidak saling mengenal antara eksportir dan importir, maka lazim dikenal cara pembayaran dengan Letter of Credit LC, yang sudah menjadi kebiasaan internasional yang paling sering digunakan sebagai alat pembayaran transaksi. 4 T.Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hal.32. Universitas Sumatera Utara Letter of Credit yang biasa disingkat LC atau dalam bahasa Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen adalah suatu bentuk jasa yang ditawarkan oleh bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran oleh pembeli dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 5 LC menjadi alat pembayaran primadona dalam transaksi bisnis internasional karena merupakan alat pembayaran yang paling aman dimana risiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank. Hal ini dapat dilihat dari pengertian LC sebagai “jaminan pembayaran bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank issuing bank atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain di negara eksportir advisingnegotiating bank untuk kepentingan pihak eksportir beneficiarypenikmat dimana eksportir diberi hak untuk menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. 6 Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pembukaan LC yaitu: 1. Pembeli sebagai importir barang yang mengajukan permohonan pembukaan LC. Pembeli disebut juga sebagai importir, accountee atau principal. 2. Penjual sebagai eksportir untuk siapa LC dibuka. Penjual ini disebut juga vendor atau beneficiary. 3. Bank pembuka LC yang melakukan pembukaan kredit setelah adanya permohonan dari pembeli. Bank ini disebut juga opening bank atau issuing bank. 5 Y. Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000, hal.90. 6 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.cit, hal.24. Universitas Sumatera Utara 4. Bank penerus LC yang meneruskan kepada kantor cabang atau salah satu bank koresponden di luar negeri dimana eksportir berada. Bank ini disebut juga confirming bank, paying bank, atau disebut juga negotiating bank. 7 Peranan bank dalam cara pembayaran ekspor impor dengan sarana LC yaitu pihak bank penerbit bertindak sebagai pengganti importir. LC yang diterbitkan oleh bank tersebut adalah atas nama dan untuk kepentingan importir. Pembayaran akan dilakukan oleh pihak bank sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam LC. 8 Fasilitas yang diberikan oleh bank adalah berupa penangguhan pembayaran. Terdapat dua kemungkinan dalam hal ini, kemungkinan pertama adalah importir membayar lunas tepat waktu kepada bank penerbit sehingga proses LC selesai. Kemungkinan kedua adalah, importir tidak membayar tepat waktu kepada bank penerbit, sehingga bank merubah kredit tersebut menjadi kredit biasa yang harus dibayar beserta bunga. Ini merupakan gambaran umum proses LC yang dilaksanakan bank konvensional, dimana masih terlihat adanya unsur riba yang dalam perspektif syariah Islam riba merupakan hal yang diharamkan. Dalam transaksi bisnis yang menggunakan LC, masing-masing pihak tentu menghendaki hukum nasionalnya masing-masinglah yang akan berlaku dalam hal terjadi perbedaan pemahaman tentang LC. Disini bargaining power masing-masing pihak akan sangat menentukan pilihan hukum yang akan diterapkan. Untuk mengatasi hal tersebut Internasional Chamber of Commerce ICC telah membuat konvensi 7 Ibid, hal.26. 8 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hal.443. Universitas Sumatera Utara berupa Uniform Custom and Practice for Documentary Credit UCP yang menjadi model law yang dapat menjadi acuan bagi sebagian besar negara-negara didunia dalam pelaksanaan transaksi perdagangan dengan menggunakan LC. 9 UCP yang berlaku sekarang adalah UCP 600 sebagai perbaikan dari UCP 500. Sebagai model law, keberlakuan UCP terhadap suatu kontrak bukanlah suatu keharusan. Para pihak boleh mempergunakan UCP sebagai acuan boleh juga tidak. Telah disinggung sebelumnya bahwa perdagangan yang melewati batas- batas negara lebih kompleks jika dibandingkan dengan perdagangan dalam negeri, karena perdagangan antar negara melibatkan pihak-pihak dengan perbedaan geografis dan yang paling penting perbedaan sistem hukum. Secara garis besar di dunia ini dikenal lima sistem hukum yaitu Cyvil Law, Common Law, Socialis Law, Islamic Law dan sistem hukum adat. Indonesia yang merupakan negara bekas jajahan Belanda, menganut Cyvil Law System sebagai konsekwensi logis dimana negara jajahan mengadopsi sistem hukum dari negara penjajah. Namun dalam prakteknya dalam berbagai transaksi bisnis internasional dan dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundangan yang mengandung ketentuan yang bersinggungan dengan transaksi bisnis internasional, kita juga mengadopsi beberapa ketentuan yang biasa dipakai oleh negara-negara dengan sistem hukum common law. Oleh karena itu dapat dikatakan, tiada suatu negara yang benar-benar mengeksklusifkan dirinya hanya menganut satu sistem hukum tertentu saja, masing-masing sistem hukum terlihat 9 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.cit, hal.32. Universitas Sumatera Utara saling mentransfer masing-masing corak dan karakteristiknya terhadap ketentuan- ketentuan tertentu mengenai hal-hal tertentu pula. Indonesia dengan pluralisme penduduknya pun tidak tertutup dari berbagai pengaruh sistem hukum. Islam dengan perangkat hukumnya sebagai sebuah sistem turut memperkaya khasanah hukum nasional. Hukum perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional di bidang perikatan, disamping hukum perikatan adat dan hukum perikatan menurut KUH Perdata. 10 Salah satu wujud yang paling nyata telah diakuinya eksistensi hukum perikatan Islam disamping hukum nasional adalah dengan diundangkannya Undang- Undang No.101998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 71992 tentang perbankan dimana sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional. 11 Hal ini mendapat tanggapan positif dari kalangan perbankan, sehingga perkembangan kelembagaan bank syariah mengalami peningkatan dari tahun ketahun. 12 Puncaknya adalah pada tanggal 16 Juli 2008 pemerintah dengan persetujuan DPR telah mengundangkan UU No.21 Tahun2008 tentang Perbankan Syariah sehingga pengaturan perbankan syariah lebih spesifik dan terperinci dan tidak sekedar ”menumpang” pada Undang-undang No.101998 tentang perbankan. 10 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006, hal.6. 11 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006, hal.8. 12 Ibid. Universitas Sumatera Utara Fenomena ini merupakan jawaban terhadap keinginan masyarakat muslim sebagai ummat mayoritas di negara ini yang ingin mengaplikasikan keislaman mereka secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan termasuk dalam melakukan transaksi bisnis. Oleh karena itu, jasa perbankan syariah yang melayani transaksi bisnis seperti Letter of Credit LC sangat diharapkan keberadaannya, mengingat LC yang dilaksanakan oleh bank-bank konvensional dalam prakteknya masih menerapkan bunga, hal mana yang sangat ditentang oleh syariat Islam. Berkaitan dengan hal ini, jauh sebelum diundangkannya UU No.212008 tentang Perbankan Syariah, sebenarnya telah ada aturan tentang LC Syariah yaitu fatwa No.34DSN-MUIIX2002 tentang Letter of Credit LC Impor Syariah dan fatwa no.35DSN-MUIIX2002 tentang Letter of Credit LC Ekspor Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia. Kedua fatwa ini memaparkan prinsip-prinsip syariah tentang perdagangan antar negara sebagai solusi bagi kedua belah pihak. Islam melarang adanya bunga, 13 maka untuk mematuhi norma ini, bank syariah telah memberikan solusi yang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme LC tersebut dengan 13 Larangan eksplisit tentang riba atau bunga dapat dilihat dalam Firman Allah SWT dalam al Qu’ran QS. Al Baqarah ayat 275: “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”lihat Al Quran dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 2000. Universitas Sumatera Utara menggunakan skema transaksi yang islami seperti musyarakah, mudharabah ataupun murabahah. 14 Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional tentang LC Impor Syariah, maka pelaksanaan LC impor syariah dapat menggunakan akad-akad Wakalah bil Ujrah, Murabahah, SalamIstishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Hawalah. Dan untuk LC ekpor syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al Bai’ 15 . Adapun pengaturan LC dalam UU No 212008 tentang Perbankan Syariah dapat dilihat pada pasal 19 ayat1 huruf p yang menyebutkan salah satu kegiatan usaha bank syariah adalah memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah. 16 Undang-undang ini tidak mengatur lebih lanjut mengenai bagaimana LC yang sesuai dengan prinsip syariah secara khusus, namun pada pasal 1 angka 12 dijelaskan tentang prinsip syariah yaitu prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. 17 14 M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hal.166. 15 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Diterbitkan Atas Kerjasama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan Bank Indonesia, 2003, hal.211-222. 16 Lihat pasal 19 ayat 1 huruf p Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 17 Lihat pasal 1 angka 12 Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

1 28 72

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

1 6 100

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRINSIP PRINSIP SYARIAH DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH UNTUK MENCIPTAKAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK

0 3 9

PENERAPAN UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DALAM KONTEKS PRINSIP SYARIAH MENGENAI PRODUK PEMBIAYAAN

4 57 134

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH (STUDI DI BANK MUAMALAT CABANG SURAKARTA).

0 1 14

Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) Berdasarkan Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Dihubungkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGADAAN UNDIAN BERHADIAH OLEH BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

TINJAUAN HUKUM PENGALIHAN UTANG DENGAN AKAD MURABAHAH DI BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 1 1