win-win solution sehingga para pihak tidak ada yang merasa kalah atau menang, berbeda dengan penyelesaian melalui pengadilan yang selalu berujung pada win lose
solution. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT telah berfirman
173
:”Bila kalian khawatir perpecahan diantara mereka berdua, maka utuslah seorang hakam dari
pihak keluarga pria dan seorang hakam dari pihak keluarga wanita. Bila keduanya menginginkan perdamaian, maka Allah akan memberi taufik kepada mereka berdua.
Allah itu sesungguhnya Maha Tahu, lagi Maha Adil.”
D. Penyelesaian Sengketa LC Syariah Dengan Jalur Litigasi
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui Sulh perdamaian maupun secara tahkim arbitrase akan diselesaikan melalui lembaga Pengadilan.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa perjanjian LC melahirkan lima hubungan hukum, yang mana empat diantaranya terkait dengan
pihak bank sehingga sengketa yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut dapat dikategorikan sebagai sengketa perbankan. Pengkategorian ini juga didasarkan
pada kenyataan bahwa pada dasarnya LC merupakan perjanjian, dan merupakan salah satu jenis usaha perbankan.
Perbankan syariah diharapkan bukan hanya bank yang berlandaskan syariah secara ideologis saja melainkan juga secara konseptual dan operasional. Berkaitan
dengan hal itu bagi bank syariah dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya
173
Al Quran, surat An Nisa Ayat 35.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan usahanya atau produknya saja yang harus sesuai dengan prinsip syariah, tetapi juga meliputi hubungan hukum yang tercipta dan akibat hukum yang timbul.
174
Untuk merealisasi harapan tersebut, melalui Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sengketa bidang perbankan syariah masuk ke dalam
kewenangan absolut lingkungan Peradilan Agama. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 55 yang berbunyi sebagai berikut:
1 ”Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.”
Ketentuan berwenangnya pengadilan agama dalam mengadili sengketa di
bidang bank syariah, antara lain diatur dalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa:
”Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c.wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; dan i. Ekonomi syariah.”
Bidang ekonomi syariah itu sendiri menurut penjelasan pasal 49 huruf i
UU tersebut antara lain meliputi: a. bank syariah; b. Lembaga keuangan mikro syariah; c. Asuransi syariah; d.
Reasuransi syariah; e. Reksadana syariah; f.obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; g. Sekuritas syariah; h. Pembiayaan syariah;
i.pegadaian syariah; j.dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan k. Bisnis syariah.
174
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Perbankan Jakarta: Kencana, 2009, hal..7.
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan pasal 49 huruf i tersebut dapat diketahui bahwa bank syariah merupakan salah satu bidang ekonomi syariah yang termasuk dalam
kewenangan absolut lingkungan peradilan agama. Dalam pelaksanaan perjanjian LC syariah, bank penerbit mempunyai
kemungkinan besar berhubungan dengan bank konvensional yang berbasis pada bunga. Pada prakteknya tentu bank penerbit LC Syariah akan berhubungan dengan
bank konfirmasi, bank koresponden, bank penerus, dan bank penerima yang pada umumnya bersifat konvensional dan tidak menjalankan prinsip-prinsip perbankan
yang syar’i. Hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri terutama dalam penentuan yurisdiksi mengadili apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian LC
syariah tersebut, apakah Pengadilan Agama mempunyai kompetensi untuk mengadili sengketa yang melibatkan bank-bank konvensional yang tidak islami.
Penjelasan pasal 49 UU Peradilan agama menyatakan bahwa:” yang dimaksud dengan ”antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang
atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri secara sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai
dengan ketentuan pasal ini.” Dengan demikian yang termasuk yurisdiksi pengadilan agama berdasarkan penjelasan pasal ini bukan hanya orang Islam dalam arti
keimanan atau ketauhidan bahwa ia seorang muslim, namun pengertiannya mencakup orang-orang non muslim yang secara sukarela menundukkan diri pada hukum Islam.
Sebaliknya, walaupun secara keyakinan ia seorang muslim, namun dalam melakukan transaksi perekonomian ia tidak menundukkan diri pada hukum Islam, maka
yurisdiksi Pengadilan Agama tidak berlaku kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN