Hubungan Hukum dalam Perjanjian LC Syariah

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN

LC SYARIAH

A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian LC Syariah

Letter of Credit atau yang lebih sering disingkat dengan LC pada hakekatnya adalah salah satu bentuk perjanjian yang melahirkan hubungan hukum antara pemohon dan penerima importir dan eksportir, pihak bank penerbit dengan nasabah pemohon, bank penerbit dan bank penerima, bank penerbit dan bank penerus, serta antara bank penerus dan bank penerima. Disamping itu LC sekaligus merupakan salah satu bentuk usaha bank, yang memang tidak bersifat limitatif melainkan numeratif 149 , sehingga memungkinkan bank membuat perjanjian dengan segala bentuk dan isinya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 150 Setiap perjanjian potensial menimbulkan konflik antar pihak yang terlibat didalamnya, tidak terkecuali perjanjian LC Syariah. Pertama, hubungan hukum antara pihak pemohon dan penerima. Kontrak dasar yang mendasari terbitnya LC adalah kontrak penjualan yang memuat hak dan kewajiban pembeli atau yang bertindak sebagai pemohon maupun hak dan kewajiban 149 Terkecuali Usaha Bank Perkreditan Rakyat, lihat pasal 14 Undang-undang No.10 Tahun 1998. 150 Lihat pasal 1337 K.U.H Perdata. Universitas Sumatera Utara penjual atau penerima, 151 yang secara hukum bersifat independen terhadap perjanjian LC itu sendiri. Konsekuensi dari dianutnya asas ini adalah apabila ada konflik antara importir dan eksportir terkait barang yang diperjual belikan misalnya barang yang diterima oleh importir tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam kontrak penjualan, maka importir tidak dapat meminta kepada bank untuk menangguhkan pembayaran kepada eksportir sebab bank hanya berurusan dengan dokumen. Sepanjang bank sudah menerima kelengkapan dokumen sesuai persyaratan LC maka bank tidak boleh menangguhkan pembayaran dengan kata lain konflik yang terjadi antara pemohon dan penerima tidak melibatkan pihak bank. Kedua, Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit yang didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan LC. Permintaan penerbitan LC diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran yang sudah disepakati dalam kontrak penjualan. 152 Permintaan penerbitan LC juga terpisah dengan kontrak penjualan. Ketiga, hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima, yang lahir atas dasar LC yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan penerima terhadap LC diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan LC kepada bank penerbit. Sebelum LC disetujui oleh penerima, 151 Ramlan Ginting, Op.Cit, Hal.85. 152 Ibid, hal 86. Universitas Sumatera Utara maka LC merupakan kontrak sepihak dari bank penerbit yang tidak mengikat penerima. 153 Keempat, hubungan hukum bank penerbit dan penerus. Hubungan ini didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberi instruksi kepada bank penerus untuk meneruskan LC. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus adalah hubungan keagenan. Kelima, hubungan hukum bank penerus dan penerima. Hubungan ini tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai persyaratan LC. Bank penerus dapat berfungsi sebagai bank penerus semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank pembayar atau bank pengaksep. 154 Dari kelima hubungan hukum yang tercipta dari adanya perjanjian LC, maka hubungan hukum yang kedua sampai dengan hubungan hukum yang kelima yang berpotensi menimbulkan sengketa perbankan. Sedangkan untuk hubungan hukum yang pertama, yaitu hubungan hukum antara pemohon dan penerima belum memasuki ranah perbankan, sehingga sengketa yang mungkin timbul antar keduanya mengenai hal-hal yang diperjanjikan dalam kontrak penjualan tidak dapat dikatakan sengketa perbankan, karena tidak melibatkan pihak bank didalamnya. Hal ini sesuai dengan teori independensi yang mewajibkan pihak bank untuk tidak intervensi dalam kontrak penjualan antara pemohon dan penerima. 153 Ibid. 154 Ibid, hlm.89-90. Universitas Sumatera Utara Namun apabila memperhatikan sifat perjanjian LC syariah yang mana pihak bank penerbit LC juga berkaitan erat dengan kontrak dasarnya, baik sebagai mudharib dalam kontrak dasar yang berbentuk mudharabah antara bank dengan pemohon LC, sebagai shahibul mal dalam kontrak dasar yang berbentuk musyarakah, bai’ dalam kontrak dasar yang berbentuk murabahah dan seterusnya, maka kontrak dasar itu juga berpotensi sengketa perbankan.

B. Pilihan Hukum Dalam Perjanjian LC Syariah

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

1 28 72

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

1 6 100

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRINSIP PRINSIP SYARIAH DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH UNTUK MENCIPTAKAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK

0 3 9

PENERAPAN UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DALAM KONTEKS PRINSIP SYARIAH MENGENAI PRODUK PEMBIAYAAN

4 57 134

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH (STUDI DI BANK MUAMALAT CABANG SURAKARTA).

0 1 14

Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) Berdasarkan Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Dihubungkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGADAAN UNDIAN BERHADIAH OLEH BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

TINJAUAN HUKUM PENGALIHAN UTANG DENGAN AKAD MURABAHAH DI BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 1 1