peneliti-peneliti selanjutnya dalam menganalisis suatu program dalam bidang kesehatan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gizi Buruk
2.1.1. Definisi dan Penanggulangan Gizi Buruk
Penderita gizi dapat dipolakan kepada dua kelompok: Penderita gizi kurang dan penderita gizi buruk yang lebih dikenal dengan sebutan busung lapar Mulia, 2007. Gizi
buruk adalah bentuk terparah akut dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari contoh 32 jumlah anak yang tergolong berat kurang sehat ditaksir ada 3 yang dalam keadaan
gizi buruk. Dalam golongan ini dikenal dua bentuk yaitu Kwashiorkor dan Marasmus.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Anak penderita kwashiorkor kelihatan gemuk, tetapi tidak sehat, mukanya gemuk seperti bulan, kakinya bengkak karena edema berisi cairan, lekukan bekas tinggal jika
jari kita ditekankan padanya. Perut anak itu agak buncit, tetapi bahu dan lengan bagian atas jelas kurus. Kulitnya mudah terkelupas, rambutnya pucat dan mudah rontok. Anak itu
kelihatan muram dan berdiam diri dalam gendongan ibu, tetapi cengeng dan tidak ingin bermain-main. Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor, sedang zat
pangan pemberi tenaga mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.
Marasmus berarti kelaparan atau anak tak cukup mendapat makanan jenis zat pangan mana pun, baik protein maupun zat pemberi tenaga. Mempunyai ciri-ciri: muka
kurus seperti muka orang tua, kepala tampak besar karena badannya kurus kecil. Tangan dan kakinya seperti tongkat kurusnya dan rusuk-rusuk kelihatan nyata Adisasmito, 2008.
Penderita gizi buruk mudah dikenali karena terlihat secara kasat mata dari kondisi tubuh anak. Sebaliknya, penderita gizi kurang tidak mudah diketahui atau dikenali oleh
masyarakat umum. Akibatnya, meskipun jumlahnya lebih banyak, namun mereka kurang mendapatkan perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarkat. Penderita gizi
kurang sangat berpotensi menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, apabila tidak dilakukan upaya-upaya pemulihan dan pengobatan secara cepat dan tepat.
Jika problem gizi kurang dan gizi buruk tidak segera ditangani secara serius, bangsa ini akan kehilangan satu generasi atau bahkan lebih. Sebab, gizi buruk, terutama
pada anak-anak usia balita, berdampak pada berkurangnya sel-sel otak. Akibatnya, meskipun penderita gizi buruk masih dapat bertahan hidup dan tumbuh menjadi dewasa,
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
mereka tetap akan menderita kelemahan mental, terhambat pertumbuhan fisiknya dan rentan terhadap penyakit. Mereka dengan demikian akan menjadi apa yang disebut dengan
“goblok permanen” dan kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Sementara itu, keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak.
Dengan ungkapan lain, anak-anak penderita kurang gizi yang menurun status gizinya menjadi penderita gizi buruk atau busung lapar, tidak akan bisa dipulihkan
kembali menjadi anak yang tumbuh normal. Mereka akan menghadapi dua kemungkinan kondisi yang sama buruknya, yaitu: meninggal dunia atau bertahan hidup dalam kondisi
lemah retardasi mental. Sebab gizi buruk atau busung lapar bersifat irreversible tidak dapat diubah. Dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan masa depan negeri ini apabila 5
juta anak yang terancam kekurangan gizi itu tak terselamatkan dan jatuh dalam kondisi busung lapar. Indonesia akan menghadapi masalah hilangnya sebuah generasi atau bahkan
akan kehilangan masa depannya sendiri Mulia, 2007. Persoalan rendahnya kualitas gizi masyarakat kembali mencuat di negara ini,
setelah media massa nasional kembali membongkarnya dipertengahan tahun 2005 lalu. Sejak saat itu, kasus busung lapar menjadi sorotan publik, terutama busung lapar di Nusa
Tenggara Timur NTT dan Nusa Tenggara Barat NTB yang mempunyai ranking tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Pemberitaan yang gencar tentang kasus tersebut,
memaksa pemerintah turun tangan dan menetapkan kasus busung lapar sebagai kejadian luar biasa KLB. Akan tetapi, berita mengenai tragedi busung lapar ini kembali menjadi
tragedi tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa politik yang hingar bingar di pusat dan daerah.
Elmina Tampubolon : Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2008, 2009
Tahun 2005 sejumlah LSM Lembaga Swadaya Masyarakat NGO yang peduli pada upaya-upaya penanggulangan busung lapar di tanah air secara spontan menggagas
suatu jaringan yang disebut Jaringan Penanggulangan Busung Lapar. Jaringan ini muncul sebagai respon konkret terhadap meningkatnya kasus busung lapar atau gizi buruk, bahkan
telah menjadi ancaman serius terhadap masa depan negeri ini. Data Departemen Kesehatan pada tahun 2004 menunjukkan, sekitar 5 juta anak balita terancam kekurangan
gizi, 3,6 juta anak balita menderita kurang gizi dan 1,5 juta anak balita menderita gizi buruk. Data tersebut sejatinya hanyalah fenomena “Gunung Es.” Artinya, yang terjadi
sesungguhnya jauh lebih parah dan lebih memprihatinkan. Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
Pembangunan Nasional. Untuk memperoleh dampak program yang optimal, pendekatan upaya perbaikan gizi masyarakat didasarkan pada pendekatan siklus hidup manusia, yaitu
sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia.
2.1.2. Penyebab Gizi Buruk