sastra, misalnya unsur penokohan saja. Pementingan dan penekanan dalam hal ini tidak berarti meniadakan unsur-unsur lain, tetapi untuk lebih memfokuskan cerita.
2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi
Istilah fiksi berasal dari ’fiction’ yang dalam kamus Hornby berarti rekaan, khayalan, dan merupakan cabang sastra yang mencakupi cerita pendek, novel dan
roman. Di Indonesia Fiksi disebut juga cerita rekaan cerkan. Sejalan dengan hal di atas, Aminuddin 1990: 104 mengemukakan, ”Cerkan adalah sebuah tulisan naratif
yang timbul dari imajinasi pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah”. Tarigan 1985: 120-121 juga berpendapat bahwa, ”Fiksi adalah sebuah cerita yang
disusun secara imajinatif suatu cabang sastra yang menyuruh karya-karya narasi imajinatif: dalam bentuk prosa, termasuk di dalamnya roman, novel dan cerpen.”
Cerita rekaan atau fiksi memiliki unsur-unsur yang membangun dan saling berhubungan sehingga terbentuklah suatu karya sastra. Salah satu unsur pembangun
yang dimaksud adalah unsur instrinsik. Unsur instrinsik merupakan unsur yang berasal dari dalam sebuah fiksi tersebut, unsur instrinsik membatasi diri pada karya
sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya sastra itu. Biografi pengarang, ssejarah realita zaman ketika seorang sastrawan sedang
menulis, dampak karya sastra terhadap masyarakat, dan hal-hal semacam itu tidak dipertimbangkan dalam unsur ini, karena bagian-bagian itu merupakan ranah unsur
ekstrinsik, yaitu unsur yang dibangun dari luar karya sastra tersebut. Unsur instrinsik
Universitas Sumatera Utara
hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji adalah unsur-unsur sastra itu sendiri. Unsur-unsur instrinsik terdiri dari:
2.2.2.1 Tema Istilah tema berasal dari kata ’thema’ dalam bahasa Inggris yang berarti ide
pokok untuk menjalin sebuah cerita. Tema menyangkut pokok persoalan apa yang dibahas dalam cerita rekaan. Sumardjo 1984: 57 mengemukakan bahwa, ”Tema
adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita.” Sejalan dengan pendapat di atas Winarno 1990: 3 juga berpendapat, ”Tema
merupakan gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita yang sekaligus menjadi catatan dari cerita itu.”
Dari dua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tema merupakan unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat
membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir.
2.2.2.2 AlurPlot
Plot merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui
kejadian yang akan datang. Setiap cerita terjadi dan berkembang dari beberapa kejadian dan setiap kejadian merupakan bagian yang berkaitan antara peristiwa yang
satu dengan peristiwa lainnya. Aminuddin 190:113 mengemukakan, ”Plot adalah
Universitas Sumatera Utara
sambung-sambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting mengapa hal itu terjadi”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plot merupakan stuktur penceritaan yang sambung-menyambung berdasarkan hukum sebab akibat yang
mengemukakan mengapa hal itu terjadi.
2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan Aminuddin 1990: 126 berpendapat, ”Penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh dan pelaku.” Sejalan dengan pendapat di atas Jones dalam Nurgiyantoro 1998:165 juga
mengemukakan bahwa, ”Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”
Dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan menyangkut siapa tokoh, bagaimana watak tokoh dan bagaimana watak tokoh itu dilukiskan dalam fiksi.
2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen Unsur penokohan suatu karya sastra, khususnya dalam sebuah cerpen menjadi
begitu menonjol dan sangat dominan. Namun demikian pribadi dalam cerpen tidak sama dengan pribadi orang-orang yang ada dalam kehidupan sebenarnya.
Kepribadian dalam kehidupan sesungguhnya begitu kompleks, sedangkan dalam cerpen hanya perlu menonjolkan beberapa sifat saja. Tokoh cerita harus digambarkan
seintens mungkin, penuh arti, dan padat. Lebih lanjut Sayuti 2000: 9-10
Universitas Sumatera Utara
berpendapat, ”Tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditujukan pada karakternya, artinya hanya ditujukan tahapan tertentu pengembangan karakter tokohnya”. Meski
demikian, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih menarik perhatian, karena dalam penokohan, dapat digambarkan tingkah laku
seseorang yang selalu digarap dalam lika-liku cerita. Oleh sebab itu dapat dikatakan tanpa tokoh, tidak mungkin ada cerita, sebab sebuah cerita tentu terdiri atas suatu
peristiwa-peristiwa yang terjadi oleh sebab aksi dan reaksi tokoh-tokoh, baik antara tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan sekitar maupun antara tokoh dengan
dirinya sendiri. Tokoh yang bagus ialah tokoh yang riil dan dapat dipercaya. Maksudnya
tokoh yang tampak nyata seperti betul-betul hidup, yang manusiawi dan meyakinkan. Dalam cerpen biasanya tokoh yang menonjol adalah tokoh utama, karena cerpen
merupakan sebuah cerita yang konflik-konfliknya terjadi berkisaran pada tokoh utama. Menaruh perhatian pada tokoh utama adalah soal yang amat penting bagi
pembaca. Melalui perhatian itulah pembaca akan merasakan kesedihan, kegembiraan, kegelisahan, keputusasaan, gejolak batin, dan semua yang dipikirkan serta dirasakan
oleh tokoh utama.
2.2.2.4 Setting atau Latar
Dalam sebuah cerita terdapat peristiwa-peristiwa yang menyangkut tokoh- tokoh dalam cerita. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di suatu tempat dan waktu
Universitas Sumatera Utara
yang disebut latar atau setting. Tarigan 1984:136 mengemukakan, ”Setting atau latar adalah belakang fisik, unsur tempat, dan ruang dalam suatu cerita.”
Winarno 1990:18 ikut berpendapat, ”Setting atau latar adalah gambaran tempat, waktu atau segala situasi tempat terjadi peristiwa.”
Dapat disimpulkan bahwa unsur instrinsik ini penting dalam sebuah cerita karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di
dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.
2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita
Sudut pandang pencerita menyangkut penempatan diri pengarang dalam cerita. Esten 1993: 27 mengemukakan beberapa sudut pandang pencerita:
a. pengarang sebagai tokoh utama;
b. pengarang sebagai tokoh samping;
c. pengarang sebagai orang ketiga berdiri di luar cerita; dan
d. campur aduk, kadang-kadang masuk ke dalam cerita dan kadang-kadang
di luar cerita. Dengan demikian unsur sudut pandang pencerita ini mengacu pada
posisipenempatan pengarang atau pencerita, apakah ia ada di dalam cerita atau di luar dari cerita tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.6 Gaya Bahasa
Situmorang dalam Ambarita 2004: 2 mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah cara pengarang mengekspresikan atau melahirkan isi hatinya.”
Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan dalam Ambarita 2004: 2 juga mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan isi hatinya
untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum.
2.2.3 Kategorisasi Tokoh