3. Tahap tawar menawar bargaining
Ketika perasaan marah sudah mereda, maka pasangan yang diselingkuhi akan memasuki tahap tawar menawar bargaining. Karena menyadari kondisi
pernikahan yang sedang dalam masa krisis maka pasangan yang diselingkuhi mencoba melakukan hal yang positif asalkan pernikahan tidak hancur.
4. Tahap depresi depression
Kelelahan fisik, perubahan mood yang terus menerus, dan usaha untuk memperbaiki pernikahan dapat membuat pasangan yang diselingkuhi masuk
ke dalam kondisi depresi. 5.
Tahap penerimaan acceptance Setelah istri mencapai tahap penerimaan barulah dapat terjadi perkembanagn
yang positif. Penerimaan ini terbagi menjadi dua tipe, pertama penerimaan intelektual yang artinya menerima dan memahami apa yang telah terjadi.
Kedua, penerimaan emosional yang artinya dapat mendiskusikan perselingkuhan tanpa reaksi-reaksi berlebihan. Proses menuju penerimaan ini
tidak sama bagi semua orag dan rentang waktunya juga berbeda.
2.3 Determinan Intensi
2.3.1 Sikap Menurut Ajzen 1991 sikap adalah penilaian positif atau negatif seseorang
terhadap perilaku tertentu yang tampak. Sedangkan menurut Fishbein dan Ajzen 1975 sikap adalah
kecenderungan seseorang untuk merespon favorable atau unfavorable terhadap
34
objek, orang, institusi, atau kejadian. Sikap didefinisikan sebagai posisi seseorang pada suatu dimensi afektif atau bipolar terhadap suatu objek, tindakan atau
kejadian. Menurut Ajzen 1991 dalam pembentukan sikap itu sendiri ada dua hal
yang mempengaruhi, antara lain: a
Behavioral Belief, yaitu salient beliefs keyakinan yang menonjol terhadap perilaku yang mana setiap behavioral belief ini menghubungkan perilaku pada
hasil tertentu. Dengan kata lain, behavioral belief merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap suatu perilaku.
b Evaluation to Behavioral Belief, yaitu evaluasi seseorang terhadap perilaku
yang dihubungkan dengan kekuatannya. Dengan kata lain, evaluation to behavioral belief
merupakan penilaian seseorang terhadap konsekuensi dari perilaku yang akan dmunculkan, penilaian ini dapat berupa penilaian positif
atau negatif. Selain itu, menurut Ajzen 1991 hubungan antara behavioral belief dan
evaluation to behavioral belief dengan sikap dapat dilihat dari symbol di bawah
ini:
i i
n B
e b
A
∑
∞ A
B
: Attitude toward behavior sikap terhadap perilaku b
: belief kemungkinan subjektif yang mana menampilkan perilaku B akan menimbulkan hasil
i
e
i
: evaluasi hasil
i
∑ : seluruh n salient beliefs.
35
Dengan demikian, seseorang yang yakin bahwa menampilkan perilaku tertentu akan membawa hasil yang positif akan memegang sikap yang favorable
terhadap perilaku, sedangkan seseorang yang yakin bahwa menampilkan perilaku akan membawa hasil yang negatif akan memegang sikap yang unfavorable
terhadap perilaku.
2.3.2 Norma Subjektif Menurut Ajzen 1991 norma subjektif merupakan penentu kedua terhadap
intensi, norma subjektif ini memiliki fungsi yang sama dengan belief , tetapi belief dalam bentuk yang berbeda, yaitu keyakinan seseorang bahwa orang-orang
tertentu atau kelompok tertentu menerima jika perilaku ditampilkan. Untuk kebanyakan perilaku rujukan merupakan hal yang penting, seperti orang tua,
pasangan, teman dekat, rekan kerja, psikolog, dan lain-lain. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial orang-
orang yang penting baginya untuk menampilkan perilaku atau tidak Fishbein dan Ajzen, 1975. Ajzen 1991 mengungkapkan bahwa dalam pembentukan
norma subjektif itu sendiri ada dua hal yang mempengaruhi, antara lain: a
Normative Belief, adalah belief keyakinan yang mendasari norma subjektif, yaitu keyakinan akan norma-norma yang berlaku. Keyakinan yang
berhubungan dengan pendapat orang-orang yang penting bagi individu apakah ia harus melakukan atau tidak suatu perilaku tertentu.
b Motivation to Comply, yaitu sejauh mana keinginan eseorang untuk mengikuti
pendapat tokoh atau orang-orang yang penting tersebut.
36
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika seseorang yakin bahwa kebanyakan orang-orang yang menjadi rujukan menyetujuinya menampilkan
perilaku tertentu, maka ia akan menampilkan perilaku tersebut. Norma subjektif dapat di ukur dengan bertanya kepada responden apakah orang-orang yang
penting bagi mereka akan menerima perilaku mereka atau tidak. Hubungan antara normative belief dengan norma subjektif dapat dilihat
dari symbol di bawah ini:
i i
n
m b
SN
∑
∞ SN adalah norma subjektif, b
i
adalah normative belief berdasarkan rujukan, ini adalah motivation to comply, n adalah jumlah salient normative beliefs
Ajzen,1991. Selain itu, seseorang berintensi untuk menampilkan perilaku ketika mereka
menilai perilaku tersebut positif dan mereka yakin bahwa orang-orang penting menginginkan mereka untuk menampilkan perilaku tersebut. Untuk beberapa
intensi, sikap merupakan hal yang lebih penting dari pada norma subjektif, sedangkan untuk intensi yang lainnya norma subjektif lebih penting. Dari sepuluh
penelitian tentang intensi yang dilakukan, delapan diantaranya menunjukkan bahwa sikap memiliki peranan lebih penting dari pada norma subjektif, dan dua
yang lainnya menunjukkan bahwa norma subjektif memiliki peranan lebih penting terhadap intensi. Kedelapan intensi tersebut antara lain intensi menggunakan pil
KB, intensi menyusui ASI vs botol, intensi merokok ganja, intensi menghadiri gereja, intensi memilih, intensi membeli bir Miller, intensi bergabung di unit
penanganan alkohol, dan intensi bekerja sama. Sedangkan kedua intensi yang
37
memiliki hasil yang berlawanan, antara lain intensi melakukan aborsi dan intensi memiliki anak lagi Ajzen, 1991.
2.3.3 Perceived Behavioral Control PBC Menurut Ajzen 1991 faktor ini berkenaan dengan pengamatan seseorang
terhadap kemudahan atau kesulitan untuk menampilkan perilaku tertentu dan hal ini mengambarkan pengalaman masa lalu. Dengan kata lain, semakin favorable
sikap dan norma subjektif yang dimiliki individu, dan semakin besar perceived behavioral control
seseorang, maka intensi untuk menampilkan perilaku akan semakin kuat.
Dua keistimewaan utama dari teori planned behavior antara lain: a
Teori ini menganggap perceived behavioral control memiliki implikasi motivational terhadap intensi.
b Kemungkinan hubungan langsung antara perceived behavioral control dengan
perilaku.Dengan kata lain, perceived behavioral control bisa mempengaruhi perilaku tidak secara langsung, yaitu melalui intensi, dan PBC ini juga bisa
digunakan untuk memprediksi perilaku secara langsung karena PBC dapat dipertimbangkan sebagai pengganti untuk mengukur kontrol aktual.
Dalam beberapa situasi perceived behavioral control tidak selalu realistis. Keadaan seperti ini dapat terjadi ketika seseorang hanya memiliki sedikit
informasi tentang perilaku, sumber informasi telah berubah, atau ketika elemen yang baru atau tidak di kenal masuk ke dalam situasi tersebut. Dibawah kondisi
tersebut pengukuran perceived behavioral control memberikan sedikit keakuratan
38
dalam memprediksi perilaku. Hubungan antara perceived behavioral control dengan perilaku diharapkan muncul hanya ketika terdapat kesesuaian antara
persepsi terhadap kontrol dan kontrol aktual individu terhadap perilaku.
2.4 Kerangka Berfikir