PEMBAHASAN Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi supleman vitamin E berlebihan pada siswa di SMA Negeri 65 Jakarta Tahun 2010

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian diantaranya data di dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh responden sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, terdapat responden mengisi angket sambil mengerjakan tugas sekolah sehingga konsentrasinya terbagi dua dan akhirnya angket diisi seadanya saja dan terburu-terburu.. Dari segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian cross- sectional memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependennya karena kedua variabel diteliti pada saat bersamaan sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi lebih dahulu. Uji statistik didalam penelitian ini seluruhnya menggunakan uji chi-square. Dengan uji ini, hubungan yang dapat ditunjukkan hanyalah kecenderungan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa melihat seberapa besar atau kuatnya hubungan variabel tersebut.

6.2 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta

BPOM 2004 mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih dari bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet kunyah, serbuk, kapsul atau produk cair berupa tetes, sirup, larutan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 20,8 mengkonsumsi suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi ≥ 800 mg dalam satu hari selama satu bulan terakhir. Sedangkan responden yang mengkonsumsi suplemen vitamin E namun tidak melebihi batas toleransi adalah sebanyak 79,2. Jenis suplemen yang sering dikonsumsi oleh remaja diantaranya adalah Natur E, Nourish skin, Ever E, Hemaviton skin nutrien dan evion. Berdasarkan hasil yang didapatkan, siswi lebih banyak mengkonsumsi Natur E, yaitu sebesar 41,5. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, harga Natur E lebih terjangkau dibandingkan dengan harga suplemen vitamin E lainnya. Sehingga banyak dari responden yang lebih memilih untuk mengkonsumsi Natur E. Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri yang berusia 15-18 tahun. Pada usia tersebut dinamakan masa kesempurnaan remaja dan merupakan puncak perkembangan emosi. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula dari segi aspek sosial maupun aspek psikologinya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan apa yang akan dikonsumsi Moehji, 2003. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari kecendrungan memerhatikan harga diri Sarwono, 2010. Sehingga para remaja melakukan berbagai cara dalam memperhatikan dirinya, termasuk mengkonsumsi suplemen vitamin E, yang konon dapat mempercantik dan memperindah kulit yang mengkonsumsinya. Namun, hal ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah Yuliarti, 2009. Berdasarkan kategori kelompok remaja putri, penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh puslitbang Farmasi Depkes RI pada tahun 2000 di tiga kota besar Jakarta, Surabaya dan Bandung tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan 78,1. Kebanyakan mereka mengkonsumsi untuk menjaga kesehatan atau meningkatkan stamina 59,4, sebagian hanya untuk mengatasi kegemukan, mencegah keriput proses penuaan serta menghaluskan kulit yang kasar. Dalam kadar sedikit, suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi dalam dosis tinggi, malah meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan keracunan. Beberapa riset menyatakan penggunaan suplemen makanan berkaitan dengan resiko mengidap kanker dan stroke Yuliarti, 2009. Mengkonsumsi suplemen secara bijaksana sangatlah penting. Sikap asal telan sembarangan akibat ketidaktahuan atau membabi buta lantaran ingin cepat mendapat hasil yang maksimal justru akan membahayakan kesehatan tubuh. Berdasarkan berbagai penelitian, mengkonsumsi suplemen bisa bermanfaat bila digunakan secara tepat. Vitamin E merupakan vitamin yang larut lemak, oleh karena itu sebaiknya mengkonsumsi suplemen vitamin E sesudah atau bersama makanan yang mengandung lemak Yuliarti, 2008. Dalam ajaran Islam, seseorang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan dalam menggunakan uangnya untuk membeli apa saja dalam jumlah berapa pun yang mereka inginkan perilaku Israf. Namun, Islam tetap memperbolehkan seorang muslim untuk menikmati karunia kehidupan, selama itu masih dalam kewajaran. Dalam Quran dijelaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat Al- A’raf ayat 31 yang berbunyi: ١٣: الأعراف Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. QS Al- A’raf ayat 31. Asbabun nuzul dari surat Al- A’raf ayat 31 yaitu pada zaman jahiliah ada seorang perempuan melakukan tawaf dengan tidak menggunakan pakaian. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ini yang memerintahkan agar mengenakan pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain. Selain itu dalam tafsir Al- Qurthubi juga disebutkan “Orang arab pada masa jahiliyah tidak mau makan lemak disaat melaksanakan haji, mereka hanya cukup makan sedikit saja”. Oleh karena itu ayat ini menjelaskan kewajiban untuk menutup aurat dan manusia tidak boleh berlebihan dalam hal apapun dan islam memerintahkan: 1. Memprioritaskan konsumsi yang lebih diperlukan dan lebih bermanfaat 2. Menjauhkan konsumsi yang berlebih-lebihan untuk semua jenis komoditi.

6.3 Pendapatan Orang Tua dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini berhubungan dengan daya beli keluarga Yusnidaryani, 2009. Hasil penelitian menunjukkan siswi yang pendapatan orang tuanya cukup lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang pendapatan orang tuanya kurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sebagian besar bapak dari keluarga siswi bekerja sebagai PNS dan karyawan swasta sehingga memiliki penghasilan tetap. Berg 1996 berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan dengan jumlah gaji atau pendapatan yang diterima Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E memiliki pendapatan keluarga yang termasuk cukup. Hasil analisa dari tabel silang menunjukkan bahwa siswi dengan pendapatan orang tua cukup lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi dengan pendapatan orang tua kurang. Berdasarkan hasil uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini juga sejalan dengan United States Health and Nutrition Examination Survey NHANES III yang menyatakan sebanyak 49,4 dari responden yang memiliki pendapatan cukup menggunakan suplemen Balluz, et al, 2000. Hasil ini sesuai dengan Hukum Perisse yang menyatakan jika terjadi peningkatan pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi Parsiki, 2003. Menurut Lyle, et al 1998, semakin tinggi pendapatan seseorang maka konsumsi suplemen makanan juga akan meningkat. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan pola konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbasar peluang peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga Yuliana, 2004. Menurut Sayogyo, Suhardjo dan Khumaidi 1995, pendapatan seseorang sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin tinggi. Demikian sebaliknya dengan pendapatan rendah mengakibatkan terbatasnya kemampuan untuk membeli pangan, baik jumlah maupun kualitas.

6.4 Uang Saku dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu, harian, mingguan maupun bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki Napitu, 1994. Hasil penelitian menunujukkan siswi dengan uang saku besar lebih banyak dibandingkan dengan siswi dengan uang saku kecil. Menurut Berg, 1996 uang yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya. Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Hasil analisis tabel silang diperoleh siswi dengan uang saku besar lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang memiliki uang saku kecil. Namun, berdasarkan hasil uji Chi- square menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil yang sama didapatkan dalam penelitian Anggondowati 2002 bahwa tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi 2008 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E. Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al 2006 dalam Wulandarai 2007 menyatakan bahwa remaja yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan untuk memilih sesuka hatinya. Remaja cenderung untuk membeli apapun yang disukainya atau yang menarik menurut mereka, tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut baik atau tidak. Hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan Berg 1996 dan Insel et al 2006 bahwa biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis siswi yang memandang citra raga positif dengan jumlah uang saku besar, hanya 5 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Selain itu, berdasarkan penelitian juga didapatkan siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang dengan jumlah uang saku besar lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal, yaitu sebesar 42,3. Tidak adanya hubungan antara uang saku siswi dengan konsumsi suplemen vitamin E dimungkinkan karena faktor lain, yaitu citra raga dan pengetahuan gizi. Siswi pengetahuan gizi kurang dan memandang citra raga negatif lebih cenderung untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Selain itu juga mungkin disebabkan karena uang saku yang dimiliki oleh remaja hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi berupa makanan, tidak untuk obat ataupun sejenis suplemen. Hasil wawancara langsung dari beberapa responden menyatakan bahwa suplemen yang mereka konsumsi mendapatkan dana sendiri dari orang tua mereka, sehingga uang saku yang diberikan oleh orang tua responden tidak dipergunakan untuk mendapatkan suplemen vitamin.

6.5 Status Kesehatan dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Sehat menurut WHO 1990 dalam Alamtsier 2004 yaitu keadaan sejahtera secara fisik, mental dan social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacata. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya penyakit pada responden selam satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan siswi yang tidak mengalami sakit dalam sebulan terakhir lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang mengalami sakit. Menurut White et.al 2004 kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka untuk menggunakan suplemen. Berdasarkan hasil tabel silang didapatkan proporsi siswi yang mengalami sakit lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak mengalami sakit. Namun, dari hasil uji chi- square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggondowati 2002 yang menyatakan tidak ada perbedaan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin berdasarkan status kesehatan. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E ini disebabkan karena responden beranggapan bahwa suplemen vitamin E hanyalah untuk kesehatan dan kecantikan kulit saja, bukan untuk menyembuhkan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut, sehingga mereka lebih memilih untuk mengkonsumsi obat atau makan secara teratur Yunaeni, 2009. Suplemen tidak boleh dianggap sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Peranannya dalam membantu proses pencegahan dan penyembuhan serta rehabilitasi penyakit tertentu memang bisa digunakan. Namun, seseorang tidak perlu membentengi diri terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi suplemen secara terus menerus. Tubuh seseorang sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit asalkan ia memiliki gaya hidup sehat dan selalu mengkonsumsi makanan dengan seimbang. Jika kebutuhan gizi sudah tercukupi dari makanan sehari-hari maka konsumsi suplemen tidak diperlukan lagi Yuliarti, 2009.

6.6 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang Notoatmodjo,1993. Berdasarkan hasil univariat didapatkan siswi dengan pengetahuan baik lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang berpengetahuan kurang. Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan prilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan Khomsan, 2007 Hasil tabel silang diperoleh proporsi siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal 41,9 dibandingkan dengan siswi yang memiliki pengetahuan gizi baik. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan konsumi suplemen vitamin E. Selain itu, didapatkan nilai OR 10,352, artinya siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal sebesar 10,352. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ramadanai 2005, yakni terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Khomsan 2007 bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang memiliki pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi, sehingga akan lebih memilih mengkonsumsi makanan seimbang dibandingkan mengkonsumsi suplemen dengan melebihi dosis yang telah dianjurkan Roedjito, 1989 dalam Sutriyanta, 2001. Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa pengetahuan gizi berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E setelah diikontrol dengan pengaruh teman dan citra raga, memiliki nilai OR kedua terbesar setelah citra raga. Dengan demikian pengetahuan gizi merupakan variabel yang kedua terbesar pengaruhnya terahadap konsumsi suplemen vitamin E bila dibandingkan dengan pengaruh teman. Hasil penelitian uji multivariat ini memperkuat hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan Yuliart 2008 yang menyatakan seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang baik, cenderung akan memperhatikan komposisi dan cara penggunaan suplemen yang baik dan aman untuk dikonsumsi.

6.7 Pengaruh Teman dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Pengaruh teman sebaya didefinisikan sebagai penerimaan secara sosial dan membentuk patokan dan harapan perilaku. Seiring dengan bertambahnya umur, teman akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap pilihan makan remaja dibandingkan dengan pengaruh orang tua Miller et al, 2001. Remaja akan sering menghabiskan waktu bersama teman-teman dan makan akan menjadi suatu bentuk sosialisasi dan rekreasi. Pada penelitian ini diketahui bahwa siswi yang tidak mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak daripada siswi yang mendapatkan pengaruh teman. Remaja sangat ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga pengaruh teman dan keseragaman kelompok cenderung dapat merubah pemilihan makanan remaja Krummel et.al, 1996. Berdasarkan hasil tabel silang pada penelitian ini diperoleh proporsi siswi yang mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak mendapatkan pengaruh dari teman. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman dengan konsumsi suplemen vitamin E. Selain itu, juga diperoleh nilai OR 0,151, artinya siswi yang tidak mendapat pengaruh dari teman memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal sebesar 0,151. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi 2008 yang menyatakan ada hubungan bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen vitamin. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soetjiningsih 2004 bahwa perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya pengaruh teman sebaya dibandingkan keluarga. Perubahan tersebut mengakibatkan remaja mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup, perilaku, dan tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa pengaruh teman memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel citra raga. Variabel pengaruh teman memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen vitamin E. Dalam hal ini teman mempengaruhi dalam mengkonsumsi suplemen vitamin E. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya Hanseil dan Mechanic,1990 dalam Dilapanga, 2008.

6.8 Keterpaparan Media dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama Berg, 1996 Pada penelitian ini didapatkan proporsi siswi yang tidak terpapar oleh media lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang terpapar oleh media. Selain itu juga didapatkan bahwa siswi lebih banyak mendapatkan informasi mengenai suplemen vitamin E berasal dari televisi, yakni sebesar 47. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Suistriyanta 2001, yang menunjukkan sebagian besar respondennya yaitu sebesar 84,0 memperoleh informasi produk suplemen berasal dari media massa seperti televisi. Hasil tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi siswi yang terpapar oleh media lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak terpapar oleh media. Berdasarkan uji chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen E. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri 2004, yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral. Selain itu, juga didapatkan nilai OR 0,256, artinya siswi yang tidak terpapar oleh media memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal sebesar 0,256 kali. Jika dilihat dari keterpaparan dengan promosi suplemen, sebagian besar terpapar dengan promosi suplemen dari media massa seperti televisi, karena masyarakat saat ini cenderung pada media massa seperti televisi untuk mendapatkan sumber informasi mengenai produk-produk suplemen melalui iklan yang ditayangkan di televisi, hal ini juga sesuai dengan pendapat Syahni 2002 yang menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi suplemen di masyarakat juga tidak lepas dari maraknya promosi iklan yang ditawarkan produk dengan klaim mulai dari menambah kecantikan, menambah vitalitas dan menyembuhkan penyakit Syahni,2002. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kotler Amstrong 1989 dalam Pertiwi 2008 yang menyatakan bahwa iklan adalah salah satu alat yang dapat menimbulkan keinginan seseorang, dan akhirnya akan menimbulkan keinginan untuk membeli yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi langsung dalam meyakinkan masyarakat. Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih, 2006 menjelaskan bahwa remaja yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali menjadi sasaran empuk bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini dikarenakan remaja paling cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup konsumtif, baik dalam kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.

6.9 Citra Raga dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Mappiare 1982 mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah. Citra raga dalam penelitian ini merupakan pandangan diri responden yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik, khususnya mengenai kecantikan. Dalam hal ini peneliti membagi menjadi 2 kategori, yaitu negatif dan positif. Dikatakan negatif, jika hasil analisis nilai mean, dan dikatakan positif jika ≥ nilai mean Andea, 2009. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan siswi yang memandang citra raga negatif lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif. Hasil tabel silang didapatkan bahwa proporsi siswi yang memandang citra raga negatif lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif. Hasil uji chi-square didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra raga dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani 2005, yang menyatakan ada hubungan bermakna antara citra raga dengan konsumsi suplemen. Chase 2001 menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Citra raga pada umumnya berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria, remaja wanita cenderung untuk memperhatikan penampilan fisik Mappiare, 1992. Berdasarkan penelitian Indika 2009, wanita lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria. Menurut Suryanie 2005 perubahan-perubahan fisik yang dialami oleh remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah dalam citra raga dan secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap physical self. Hal-hal yang menyebabkan remaja wanita tidak menerima physical selfnya misalnya : tinggi badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja wanita sangat peka terhadap penampilan dirinya dan merenung perihal bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai wajahnya serta selalu menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang diinginkan dari tubuhnya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, banyak remaja putri yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu, termasuk suplemen untuk kecantikan kulitnya. Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di sebuah media cetak. “Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya teman- teman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan kulit cantik. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa- apalah.” Putri, Kompas 10 Juli 2009 Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa citra raga memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel pengaruh teman. Variabel tersebut memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan Conger dan Peterson dalam Sarafino, 1998 yang mengemukakan bahwa citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya. Para remaja biasanya mulai bersibuk diri dengan penampilan fisik mereka dan ingin mengubah penampilan mereka. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Para remaja melakukan berbagai usaha agar mendapatkan gambaran tubuh sehingga terlihat menarik. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan diet dan mengkonsumsi obat-obatan untuk mempercantik diri. 96

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN