Fast Food Pengetahuan Gizi

40 koran dan buku dapat dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah orang. Lastariwati dan Ratnaningsih 2006 dalam Yunaeni 2009 menyebutkan remaja yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali menjadi sasaran empuk bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini dikarenakan remaja paling cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup konsumtif, baik dalam kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Berdasarkan penelitian Putri 2004, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen. Karena sebagian besar responden yaitu sebanyak 84 memperoleh informasi mengenai suplemen berasal dari media masa seperti televisi, surat kabarmajalah.

16. Fast Food

Worthington 2000 menyebutkan bahwa pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial, dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast food. Fast food mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, ribovlafin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat, dan serat. Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food. Menurut Sekarindah 2008 alasan seseorang memilih makanan cepat sajifast food yaitu karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat 41 kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat dan alami.

17. Pengetahuan Gizi

Notoatmodjo 2003 pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan. Khomsan 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang memiliki pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi. Sedangkan Suhardjo 1986 berpendapat bahwa penyebab penting gangguan gizi karena kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian Ramadani 2005 tentang konsumsi suplemen makanan dan faktor-faktor yang berhubungan pada remaja SMA Islam AL Azhar 3 Jakarta Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan konsumsi suplemen pada remaja nilai P = 0,029. Responden yang 42 mengkonsumsi suplemen, lebih banyak yang berpengetahuan gizi baik yaitu sebesar 78, dibandingkan dengan yang berpengetahuan gizi kurang 57,6. Penelitian lain yang sejalan juga ditemukan pada penelitian Putri 2004, yang menyebutkan bahwa ada perbedaan proporsi antara konsumsi suplemen dengan pengetahuan gizi. Pada kelompok yang berpengetahuan gizi baik, 82,1 responden mengkonsumsi suplemen, sedangkan 59,3 responden yang mengkonsumsi suplemen berpengetahuan gizi kurang. Dengan adanya perbedaan proporsi antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen dapat disimpulkan bahwa responden dengan pengetahuan gizi baik lebih cenderung mengkonsumsi suplemen.

18. Pengalaman Individu